JANGAN JADI PENDENDAM
Bagian Ketiga
๐ Al-Ustadz Abdul Mu'thi Sutarman, Lc hafizhahullah
Kapan Memberikan Maaf Terpuji ?
Seorang yang disakiti oleh orang dan bersabar atasnya serta memaafkannya padahal dia mampu membalasnya maka sikap seperti ini sangat terpuji.
Nabi ๏ทบ bersabda (yang artinya), "Barangsiapa yang menahan amarahnya padahal dia mampu untuk melakukan -pembalasan- maka Allah akan memanggilnya di hari kiamat di hadapan para makhluq sehingga memberikan pilihan kepadanya bidadari mana yang ia inginkan". (hadits ini di hasankan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no: 3394)
Demikian pula pemaafan terpuji bila kesalahan itu berkaitan dengan hak pribadi dan tidak berkaitan dengan hak Allah. 'Aisyah Radhiallahu'anha berkata, "Tidaklah Rasulullah membalas atau menghukum karena dirinya (disakiti) sedikitpun, kecuali bila kehormatan Allah dilukai, maka beliau menghukum dengan sebab itu karena Allah". (HR Al Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu tidaklah beliau disakiti pribadinya oleh orang-orang badui yang kaku perangainya, atau dari orang-orang yang lemah imannya, atau bahkan dari musuhnya kecuali beliau memaafkan.
Ada orang yang menarik baju Nabi ๏ทบ dengan keras hingga membekas dari pundaknya. Ada yang menuduh Nabi ๏ทบ tidak adil dalam pembagian harta rampasan perang. Dan ada lagi yang hendak membunuh Nabi ๏ทบ namun gagal karena pedang jatuh dari tangannya, mereka dan yang berbuat serupa di maafkan oleh nabi.
Ini semua selama bentuk menyakitinya bukan melukai kehormatan Allah dan permusuhan terhadap syariat-Nya.
Namun bila menyentuh hak Allah dan agama-Nya beliaupun marah dan menghukum karena Allah, dan menjalankan kewajiban amar maโruf nahi mungkar.
Oleh karena itu beliau melaksanakan hukuman cambuk terhadap orang yang menuduh istri beliau yang suci berbuat zina. Ketika beliau menaklukkan kota Makkah beliau memvonis mati terhadap sekelompok orang musyrik yang dahulu sangat menyakiti Nabi ๏ทบ karena mereka banyak melukai kehormatan Allah. (disarikan dari Al-Adab An-Nbawi hal.193 karya Muhammad Al khauli).
Kemudian pemaafan dikatakan terpuji bila muncul darinya akibat yang baik, karena terkadang pemaafan tidak menghasilkan perbaikan.
Misalnya: ada seorang terkenal jahat dan suka membuat kerusakan, dia berbuat jahat kepadamu. Bila kamu maafkan dia maka akan terus berada dibatas kejahatannya. Maka dalam keadaan seperti ini yang utama tidak memaafkan dan menghukumnya sesuai kejahatannya sehingga dengan ini muncul kebaikan yaitu efek jera.
Berkata Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah, "Melakukan perbaikan adalah wajib sedangkan memaafkan adalah sunnah. Bila pemaafan mengakibatkan hilangnya perbaikan berarti mendahulukan yang sunnah atas yang wajib.,Tentunya syariat ini tidak datang membawa hal yang seperti ini. (lihat Makarimul Akhlak karya Asy Syaikh Ibnu 'Utsaimin hal: 20)
Faidah
Ada masalah yang banyak dilakukan orang dengan tujuan berbuat baik, misalnya yaitu seorang mengemudikan kendaraannya lalu menabrak seseorang hingga meninggal. Kemudian keluarga korban datang dan menggugurkan diat (tebusan) dari pelaku kecelakaan. Apakah perbuatan mereka menggugurkan tebusan termasuk perkara terpuji atau padanya ada perincian?
Dalam masalah ini yang benar ada perincian, yaitu melihat kondisi orang yang menabrak. Apakah dia termasuk orang yang ugal-ugalan dan tidak peduli siapapun yang dia tabrak? Maka dalam keadaan seperti ini yang utama tidak dimaafkan agar memunculkan efek jera. Dan agar manusia terselamatkan dari kejahatannya.
Tetapi bila yang menabrak orangnya baik dan sudah berhati-hati serta mengemudikan kendaraanya dengan stabil maka di sinipun ada perincian:
1. Bila si korban punya hutang yang tidak bisa dibayar kecuali dengan uang tebusan maka bagi ahli waris tidak ada hak untuk menggugurkan tebusan.
2. Bila si korban tidak punya hutang namun dia punya anak-anak yang masih kecil dan belum mampu usaha maka tidak ada hak bagi ahli waris untuk memaafkan pelaku.