Fikih Ja'fari @fikihjafari Channel on Telegram

Fikih Ja'fari

@fikihjafari


"Sesuai fatwa Ayatullah Sayyid Ali Khamenei"

Fikih Ja'fari (Indonesian)

Fikih Ja'fari adalah sebuah saluran Telegram yang didedikasikan untuk mendiskusikan fikih (hukum Islam) dalam tradisi Ja'fari. Saluran ini mengikuti fatwa Ayatullah Sayyid Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Iran, sebagai pedoman dalam menjalankan ajaran agama. Dengan bergabung dengan saluran ini, Anda akan mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Diskusi-diskusi yang berlangsung di saluran ini sangat informatif dan mendidik, memungkinkan Anda untuk meningkatkan pengetahuan Anda tentang fikih Ja'fari. Jadi, jika Anda tertarik untuk memperdalam pemahaman Anda tentang ajaran agama Islam dalam tradisi Ja'fari, bergabunglah dengan saluran Telegram Fikih Ja'fari sekarang juga!

Fikih Ja'fari

19 Jan, 22:32


Hukum-Hukum Masjid

➡️ Hal-hal yang Haram Dilakukan Terhadap Masjid

1. Menajisi masjid

2. Menghias masjid dengan emas apabila hal ini tergolong pemborosan (israf)

3. Melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kehormatan masjid

4. Masuknya nonmuslim ke dalam masjid

5. Merusak masjid

6. Bertindak tidak sesuai dengan kesepakatan wakaf masjid

Penjelasan:
1⃣ Menajisi masjid

Menajisi tanah, atap, dinding dan loteng masjid adalah haram. Apabila telah terlanjur najis harus segera disucikan.

Catatan:
🔹 Masjid yang telah digasab, rusak, telah ditinggalkan, atau digantikan dengan bangunan lainnya atau telah lama ditinggalkan dan tidak ada lagi bekas-bekas yang menampakkannya sebagai sebuah masjid serta tidak ada harapan lagi untuk memperbaharuinya seperti semula, misalnya perkampungan di sana telah berpindah tempat, maka menajisinya tidaklah haram, meskipun secara ihtiyath wajib dianjurkan untuk tidak melakukan hal tersebut.

2⃣ Menghias masjid dengan emas apabila hal ini tergolong pemborosan (israf)

Menghias masjid dengan emas, apabila tergolong sebagai perbuatan boros (israf), maka hukumnya haram, dan dalam keadaan selain ini pun hukumnya makruh.

3⃣ Melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kehormatan masjid

Wajib hukumnya memerhatikan kehormatan masjid serta menghindari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan kedudukannya, karena itu:

1. Masjid tidak bisa dijadikan sebagai tempat untuk olahraga atau latihan olahraga.

2. Apabila menyiarkan musik akan bertentangan dengan kehormatan masjid, maka hal ini menjadi haram hukumnya, meskipun musik yang disiarkan bukanlah musik yang muthrib dan lahwi (hura-hura, sia-sia dan biasa dilakukan oleh ahli maksiat).

4⃣ Masuknya nonMuslim ke dalam masjid

Orang kafir tidak boleh memasuki masjid kaum muslim, meskipun hanya dengan tujuan untuk melihat karya-karya peninggalan sejarah, baik masjid tersebut adalah Masjidil Haram maupun masjid-masjid lainnya, dan baik mereka masuk ke dalam masjid dengan cara yang bisa dianggap sebagai penghinaan terhadap kehormatan masjid ataupun tidak.

5⃣ Merusak masjid

Merusak, menghancurkan atau meruntuhkan seluruh masjid ataupun sebagiannya, dilarang secara hukum, kecuali jika terdapat sebuah maslahat yang tidak bisa diabaikan atau ditinggalkan.

Catatan:
🔹 Merusak masjid tidak akan membuat masjid tersebut keluar dari kategorinya sebagai masjid.  Karena itu, dia masih tetap memiliki hukum syar'i, kecuali jika masjid tersebut telah rusak dan ditinggalkan, kemudian di atasnya telah digantikan dengan bangunan lain, atau karena telah lama ditinggalkan dan bekas-bekas masjidnya telah hilang serta tidak ada harapan untuk membangunnya kembali. Karena itu, apabila tanah yang tadinya merupakan bagian dari bangunan masjid tetapi karena dibangun tidak sesuai dengan peta pengaturan tata kota dan terletak pada posisi jalan raya sehingga sebagian darinya harus dirusak untuk mempermudah lalu lintas, jika kemungkinan untuk bisa mengembalikannya sebagaimana posisi semula (sebagai bagian dari bangunan masjid) sangat kecil, maka ia tidak lagi memiliki hukum syar'i sebuah masjid.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

17 Jan, 22:26


5⃣ Tempat sujud dalam keadaan suci

Tempat sujud salat harus dalam keadaan suci. Apabila tempat salat selain yang digunakan untuk meletakkan dahi berada dalam keadaan najis, maka hal ini tidak bermasalah dan salat dianggap sah.

6⃣ Tidak menyebabkan kenajisan pada pakaian dan tubuh mushalli

Jika tempat untuk salat berada dalam keadaan najis, maka kebasahannya tidak boleh sampai pada tingkat yang bisa menajiskan tubuh atau pakaian mushalli. Karena itu, apabila tempat salat tersebut najis, tetapi najasahnya tidak mempengaruhi pakaian dan tubuh, dan tempat sujud pun berada dalam keadaan suci, maka salat di tempat itu tidaklah bermasalah.

7⃣ Jarak antara laki-laki dan perempuan dalam salat minimal satu jengkal

Berdasarkan ihtiyath wajib, jarak antara laki-laki dan perempuan dalam salat minimal satu jengkal. Di saat sudah ada jarak, maka salat orang laki-laki dan perempuan dihukumi sah walaupun berdiri sejajar atau seorang perempuan berdiri lebih depan dari laki-laki.

8⃣ Permukaannya datar dan rata

Tinggi tempat dahi dari tempat lutut dan ujung ibu jari kaki disyaratkan tidak melebihi tinggi empat jari yang dirapatkan.

🔘Dua poin berkaiatan dengan tempat salat

🔹 Melakukan salat di dalam Kakbah dihukumi makruh. Secara ihtiyath wajib untuk tidak melakukan salat di atap kakbah.

🔸 Melakukan salat di atas sajadah yang bergambar atau di atas turbah yang bergambar, pada dasarnya tidak bermasalah. Namun sekiranya hal ini memberikan alasan bagi orang-orang untuk melemparkan tuduhan-tuduhan (negatif) terhadap Syi'ah, maka hal ini menjadi tidak diperbolehkan, baik dalam memproduksinya maupun dalam menggunakannya untuk salat. Demikian juga makruh hukumnya apabila hal ini menyebabkan hilangnya konsentrasi dan kekhusukan salat.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

16 Jan, 22:44


2⃣ Tidak bergerak

Tempat salat harus dalam keadaan tetap (eksis, tidak bergerak), yaitu tempat yang mushalli bisa melakukan salatnya dengan badan yang tenang dan tanpa goyah. karena itu, tidak sah hukum salat yang dilakukan di tempat yang bergerak seperti mobil atau sebagian ranjang pegas dan sejenisnya, kecuali apabila terpaksa harus melakukan salat di tempat seperti itu karena waktu salat telah sempit dan sebagainya.

Catatan:
🔹 Para musafir yang mengendarai bus-bus antarkota dan khawatir akan kehabisan waktu untuk salat, wajib meminta kepada sopir untuk menghentikan busnya pada tempat yang sesuai, dan sopir wajib mengabulkan permintaan mereka. apabila sopir tidak mau menghentikan busnya baik karena alasan yang logis atau tanpa alasan apapun, sedangkan para musafir khawatir akan kehilangan waktu untuk salat, maka kewajiban mereka adalah melakukan salat dengan keadaan yang ada, yaitu ketika bus dalam keadaan bergerak, dan berusaha sebisa mungkin untuk melakukannya dengan tetap memperhatikan arah kiblat pada saat berdiri, rukuk, dan sujudnya.

🔸 Bagi mereka yang dikirim untuk melakukan tugas dengan mengendarai perahu dan menyadari telah tiba waktu untuk salat, sedemikian hingga jika tidak segera melakukannya mereka tidak akan bisa melakukan salatnya di dalam waktunya, maka wajib bagi mereka untuk salat pada saat itu juga dengan keadaan yang paling memungkinkan, meskipun harus melakukannya di dalam perahu tersebut.

3⃣ Bukan di tempat yang dilarang berhenti

Tempat untuk salat harus bukan tempat yang dilarang berhenti, seperti tempat-tempat yang membahayakan keselamatan seseorang. Demikian juga bukan merupakan tempat yang diharamkan berdiri atau duduk, seperti permadani yang terdapat nama Allah, atau ayat-ayat al-Quran tertulis pada semua tempat tersebut.

4⃣ Tidak lebih depan dari makam Nabi saw dan imam maksum as

Pada saat melakukan salat, mushalli tidak boleh berdiri pada posisi yang lebih depan dari makam Rasul saw dan para imam as. Tetapi posisi salat yang sejajar dengan makam tidak sampai merusak salat.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

15 Jan, 22:38


Penjelasan:
1⃣ Mubah

1. Tempat untuk salat harus bukan tempat hasil gasab (rampasan, penggunaan yang tanpa izin dari pemilik). Salat yang dilakukan pada tempat (ruangan, tanah) hasil gasab, meskipun di atas permadani atau ranjang yang bukan hasil gasab, tetap dihukumi batal.

2. Apabila seseorang melakukan salat pada tempat yang tidak diketahui atau lupa bahwa tempat tersebut adalah hasil gasab, maka salatnya sah. Demikian juga jika tidak mengetahui bahwa penggunaan tempat gasab adalah haram. Karena itu, seseorang yang selama beberapa waktu telah melakukan salat di atas sajadah yang dikenai (hukum untuk membayar) khumus, bila dia melakukannya karena ketidaktahuannya bahwa barang tersebut terkena wajib khumus atau tidak mengetahui hukum penggunaannya, maka salat-salat yang telah dilakukannya dihukumi sah.

3. Seseorang yang memiliki sesuatu bersama dengan orang lain (musyarakah), apabila saham keduanya tidak terpisahkan, maka dia tidak bisa melakukan salat di tempat tersebut tanpa adanya kerelaan dari relasinya.

4. Apabila seseorang membeli sesuatu dengan uang khumus atau uang zakat yang belum dibayarkan, maka melakukan salat di tempat tersebut hukumnya batal.

Catatan:
🔹 Tanah yang sebelumnya diwakafkan lalu digunakan oleh pemerintah untuk membangun sekolah, jika memang betul-betul terdapat kemungkinan bahwa penggunaannya tersebut diperbolehkan secara syar'i, maka melakukan salat di tempat tersebut tidaklah bermasalah. Demikian juga tanah sebagian sekolah yang telah diambil tanpa kerelaan pemiliknya, apabila memang betul-betul terdapat kemungkinan bahwa penanggung jawab memiliki otoritas secara legal untuk membangun sekolah-sekolah di tempat tersebut sesuai dengan undang-undang dan norma-norma syariat, maka melakukan salat di tempat itu dibolehkan.

🔸 Seseorang yang masa tinggalnya di rumah dinas telah habis dan surat perintah untuk menggosongkan rumah telah disampaikan kepadanya, apabila pihak penanggung jawab tidak memberikan kesempatan dalam menggunakan rumah tersebut melebihi batas yang telah ditentukan, maka penggunaan (termasuk salat) di dalamnya memiliki hukum gasab.

🔹 Boleh melakukan salat dan pemanfaatan-pemanfaatan lain pada perkantoran yang sebelumnya merupakan pekuburan, kecuali apabila syar'i membuktikan bahwa tanah tempat bangunan tersebut berdiri merupakan tanah wakaf untuk menguburkan mayat yang telah diambil alih secara nonsyar'i untuk kemudian dibangun bangunan tersebut.

🔸 Melakukan salat di taman-taman (tempat-tempat rekreasi) yang ada saat ini dan tempat-tempat sejenisnya, hukumnya boleh. Sekedar menaruh kecurigaan tentang adanya kemungkinan gasab, atau karena pemiliki tanah-tanah taman adalah orang-orang yang tidak jelas, hal ini tidak memberikan pengaruh.

🔹 Tanah yang pemiliknya tidak rela dengan proses pengambilalihan yang dilakukan oleh pihak pemerintah, dan dia mengumumkan ketakrelaannya ini sehubungan dengan pelaksanaan salat dan sepertinya di tempat tersebut, apabila proses pengambilalihan tanah dari pemilik sahnya ini sesuai dengan hukum-hukum yang ditentukan oleh Majelis Syura_ye Islami dan disahkan pula oleh Syura_ye Negahban, maka melakukan salat dan penggunaan-penggunaan lainnya di tempat tersebut diperbolehkan.

🔸 Perusahaan-perusahaan dan yayasan-yayasan yang saat ini berada di bawah kewenangan pemerintah dan telah disita dari pemiliknya oleh Pengadilan Agama, apabila terdapat kemungkinan bahwa hakim yang mengeluarkan hukum penyitaan tersebut melakukannya berdasarkan hukum-hukum agama, maka tindakannya tersebut dihukumi sah. Karena itu, melakukan salat dan penggunaan-penggunaan lainnya di tempat tersebut diperbolehkan dan tidak tergolong sebagai perbuatan merampas (gasab).

🔹 Tempat-tempat yang digunakan oleh pemerintah zalim, apabila diketahui sebagai hasil rampasan, maka akan berlaku hukum dan pengaruh kegasabannya (karena itu, melakukan salat di tempat tersebut tidak diperbolehkan).

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

14 Jan, 22:27


➡️ Syarat-syarat Tempat Salat

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh tempat yang digunakan untuk melakukan salat adalah sebagai berikut:

1. Mubah

2. Tidak bergerak

3. Bukan di tempat yang dilarang berhenti

4. Tidak lebih depan dari makam Nabi saw dan imam maksum as

5. Tempat sujud dalam keadaan suci

6. Tidak menyebabkan kenajisan pada pakaian dan tubuh mushalli

7. Berdasarkan ihtiyath wajib, diharuskan adanya jarak antara laki-laki dan perempuan dalam salat minimal satu jengkal

8. Permukaannya datar dan rata

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

13 Jan, 22:44


➡️ Hal-hal yang Tidak Mensyaratkan Kesucian Tubuh dan Pakaian Mushalli

Pada kondisi-kondisi di bawah ini, tubuh dan pakaian mushalli tidak disyaratkan berada dalam keadaan suci, yaitu ketika:

1. Pakaian dan tubuh dikenai darah karena luka, jahitan operasi dan luka yang berdarah dan bernanah.

a. Apabila pada tubuh atau pakaian mushalli terdapat luka, jahitan operasi atau luka yang berdarah dan bernanah, sedangkan biasanya atau bagi orang ini, untuk melakukan pembasuhan dengan air pada tubuh, pakaian, atau untuk mengganti pakaian, merupakan pekerjaan yang sulit, maka selama luka, jahitan operasi dan luka yang berdarah dan bernanah ini belum membaik, dia bisa melakukan salatnya dengan darah yang ada tersebut. Demikian juga dia bisa melakukan salat dengan nanah yang menjadi najis karena keluar bersama darah atau obat yang menjadi najis karena diletakkan di atas luka.

b. Darah barutan dan luka-luka yang cepat sembuh serta mudah dicuci, terkecualikan dari hukum ini (artinya, apabila terdapat pada tubuh dan pakaian mushalli, maka salatnya akan menjadi batal).

2. Ukuran darah yang terdapat pada pakaian atau tubuh, kurang dari ukuran dirham (ruas jari telunjuk).

a. Apabila tubuh atau pakaian mushalli terkena darah—selain yang telah disebutkan di atas—sedangkan ukurannya kurang dari satu ruas jari telunjuk, maka salat dengannya tidaklah bermasalah. Tetapi bermasalah apabila melebihi kadar itu.

b. Syarat-syarat darah yang ukurannya kurang dari satu ruas jari telunjuk:

Buka darah haid, karena jika darah ini mengenai tubuh atau pakaian mushalli meskipun sangat sedikit, salatnya akan menjadi batal. Berdasarkan ihtiyath wajib, darah nifas dan darah istihadah juga memiliki hukum ini.

Bukan darah yang berasal dari hewan-hewan yang najis secara zat (seperti anjing, babi, demikian juga dengan darah orang kafir), dan juga bukan darah dari hewan-hewan berdaging haram atau bangkai.

Tidak terdapat cairan dari luar yang mengenainya, kecuali apabila cairan tersebut telah bercampur dan terserap dalam darah serta tidak melebihi ukuran yang diperbolehkan (bulatan jari). Sedangkan apabila diluar keadaan ini, maka berdasarkan ihtiyath wajib hukum melakukan salat dengannya tidak sah (mahallul isykal).

c. Jika tidak terdapat darah pada tubuh dan pakaian, tetapi pakaian menjadi najis karena menyentuh darah, maka dilarang melakukan salat dengannya.

3. Jika pakaian kecil yang dikenakan oleh mushalli, seperti kaos kaki, yang tidak bisa dipakai untuk menutupi aurat, berada dalam keadaan najis.

a. Jika pakaian kecil milik mushalli yang tidak bisa digunakan untuk menutupi aurat seperti kaos kaki, kaos tangan dan syal, demikian juga jika cincin, ikat pinggang dan sejenisnya menyentuh najasah dan menjadi najis, maka salat dengannya tidaklah bermasalah.

b. Jika yang menjadi najis adalah barang-barang seperti sapu tangan, kunci dan pisau yang biasanya dibawa oleh manusia, sedangkan barang-barang ini tidak bisa menutupi aurat, maka salat dengannya pun tidak bermasalah.

4. Terpaksa harus melakukan salat dengan tubuh dan pakaian yang najis.

Seseorang yang terpaksa harus melakukan salatnya dengan baju yang najis karena udara dingin, tidak memiliki air atau sejenisnya, maka salat yang dilakukannya dihukumi benar.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

12 Jan, 22:31


5⃣ Bukan pakaian yang bersulam emas

1. Bagi laki-laki, mengenakan pakaian yang bersulam emas adalah haram dan melakukan salat dengannya dihukumi batal. Tetapi dibolehkan untuk perempuan dalam seluruh kondisi.

2. Mengalungkan rantai, mengenakan cincin dan jam tangan emas, bagi laki-laki adalah haram hukumnya. Berdasarkan ihtiyath wajib, salat dengan mengenakannya pun dihukumi batal.

Catatan:
🔹 Tolak ukur keharaman pemakaian emas pada laki-laki bukanlah karena dianggapnya sebagai perhiasan atau bukan, melainkan pemakaian dalam bentuk dan dengan tujuan apapun tetap haram hukumnya meskipun ia berupa cincin, kalung dan sejenisnya, atau dalam pandangan masyarakat umum ia merupakan simbol dari awal sebuah perkawinan dan bukan sebagai perhiasan. Demikian juga meskipun ia tersembunyi dari pandangan orang lain. Lain halnya apabila digunakan untuk operasi tulang dan pembuatan gigi, maka hal itu dibolehkan.

🔸 Dalam masalah keharaman pemakaian emas untuk laki-laki, tidak ada perbedaan antara jangka waktu yang pendek seperti pada saat akad ataupun jangka waktu panjang.

🔹 Apabila yang dinamakan sebagai emas putih tak lain adalah emas kuning itu sendiri yang berubah warnanya menjadi putih karena proses percampurannya dengan bahan-bahan kimia tertentu, maka emas tersebut tetap memiliki hukum sebagai emas kuning. Tetapi apabila unsur emas yang terdapat di dalamnya sangat sedikit sehingga masyarakat tidak mengatakannya sebagai emas, maka hal ini tidaklah menjadi pengahalang syar'i.

🔸 Platina bukanlah emas dan ia tidak memiliki hukum emas. Karena itu menggunakannya tidaklah menjadi masalah.

6⃣ Bukan terbuat dari sutra asli

Pakaian yang dikenakan laki-laki mushalli, bahkan segala sesuatunya seperti kaos kaki, syal, rompi baju dan sejenisnya, harus tidak terbuat dari sutra asli. Pemakaiannya di luar salat pun bagi laki-laki tetap dihukumi haram. Tetapi sapu tangan yang terbuat dari sutra dan sejenisnya apabila berada di dalam kantongnya, tidaklah bermasalah, dan tidak akan membatalkan salat.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

10 Jan, 22:33


2⃣ Bukan gasab (pemakaian tanpa izin pemilik)

1. Pakaian mushalli harus bukan merupakan barang gasab (pemakaian tanpa izin pemilik atau hasil rampasan).

2. Apabila seseorang tidak mengetahui atau lupa bahwa pakaiannya adalah gasab, dan dia mengenakannya untuk salat, maka salatnya sah. Demikian juga apabila dia tidak mengetahui bahwa memakai pakaian gasab adalah haram. Karena itu, seseorang yang selama beberapa waktu mengenakan pakaian yang dikenai (kewajiban untuk membayar) khumus untuk melakukan salat, jika dia tidak mengetahui bahwa pakaiannya dikenai khumus atau dia mengetahuinya sebagai pakaian yang bisa dia kenakan, maka salat-salat yang selama ini dia lakukan dengan pakaian tersebut dihukumi sah.

3. Apabila seseorang membeli baju dengan kekayaan yang belum dibayarkan khumus atau zakatnya, maka salat yang dilakukan dengan mengenakan baju tersebut, batal hukumnya.

3⃣ Bukan dari anggota tubuh bangkai

1. Pakaian yang dikenakan oleh mushalli harus bukan berasal dari anggota tubuh hewan mati yang memiliki darah mengalir, dan ihtiyath wajib tidak juga berasal dari anggota tubuh bangkai hewan yang tidak memiliki darah mengalir.

2. Bila pada pakaian mushalli terdapat anggota tubuh bangkai meskipun hanya sepotong, maka berdasarkan ihtiyath wajib salatnya menjadi batal. Tetapi jika anggota tubuh tersebut berasal dari bagian-bagian tubuh yang tidak memiliki ruh—seperti rambut, bulu, tanduk, tulang, dan dari hewan berdaging halal—maka salatnya tidak batal.

3. Binatang yang diragukan dalam keabsahan penyembelihannya berada dalam hukum bangkai jika dilihat dari sisi dagingnya yang tidak bisa dimakan dan tidak bisa dikenakan untuk salat. Tetapi dari sisi kesucian dan najasah, dia tidak memiliki hukum bangkai dan dianggap suci. Salat-salat sebelumnya yang dilakukan dengan mengenakannya, apabila dilakukan karena ketidaktahuan terhadap hukum ini, maka dihukumi sah. Karena itu, kulit-kulit asli yang tidak kita ketahui berasal dari hewan yang telah disembelih secara syar'i ataukah bukan, berarti tidaklah najis. Tetapi melakukan salat dengan mengenakannya dihukumi batal.

4⃣ Bukan dari hewan berdaging haram

1. Pakaian yang dikenakan oleh mushalli harus bukan dari hewan berdaging haram. Jika terdapat rambut dari jenis hewan ini yang menempel pada pakaian atau tubuh mushalli meskipun hanya sehelai, akan membatalkan salat.

2. Apabila air liur, ingus, atau cairan-cairan lain yang berasal dari hewan berdaging haram seperti kucing mengenai pakaian atau tubuh mushalli, maka salatnya batal, kecuali apabila telah kering dan bendanya telah hilang. Karena itu, jika kotoran besar dari burung-burung berdaging haram mengenai pakaian atau tubuh, maka melakukan salat dengannya akan menjadi batal, namun bila telah kering dan hilang dari tubuh dan pakaian, salat dengannya dianggap sah.

3. Rambut, keringat, dan air liur manusia, demikian juga parafin madu serta cairan yang dikeluarkan oleh kerang dan bekicot, apabila mengenai tubuh atau pakaian mushalli, tidak akan bermasalah bagi salatnya.

4. Jika seseorang ragu apakah pakaiannya berasal dari hewan berdaging halal ataukah dari hewan berdaging haram, maka melakukan salat dengannya tidaklah bermasalah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

09 Jan, 22:26


Penjelasan:
1⃣ Suci

1. Pakaian Mushalli harus berada dalam keadaan suci.

2. Seseorang yang tidak mengetahui bahwa melakukan salat dengan tubuh dan pakaian yang najis adalah batal, apabila dia melakukan salatnya dengan tubuh dan pakaian yang najis, maka salatnya dianggap batal.

3. Apabila seseorang tidak mengetahui bahwa tubuh dan pakaiannya najis, dan setelah salat dia baru menyadari kenajisannya, maka salatnya sah. Tetapi apabila sebelumnya dia mengetahui kenajisannya dan lupa tentang hal itu lalu dia melakukan salat dengannya, maka salatnya batal.

4. Apabila pada pertengahan salat seseorang menyadari bahwa tubuh atau pakaiannya najis, sedangkan dia mengetahui najis tersebut telah ada sejak sebelum salat atau dia melakukan sebagian salatnya dengan najis sementara waktu untuk salat masih leluasa, maka salatnya batal. Tetapi apabila waktu salat telah sempit namun terdapat kemungkinan baginya untuk menghilangkan najasah tubuh atau melepaskan pakaiannya tanpa melakukan perbuatan yang merusak salatnya, maka dia harus menghilangkan najasah tubuhnya atau melepaskan pakaiannya, lalu menyempurnakan salatnya. Jika tidak ada kemungkinan  baginya untuk menghilangkan najasah dengan tetap menjaga keadaan salat, sedangkan waktu untuk salat masih leluasa, maka wajib baginya untuk memutuskan salatnya lalu mengulanginya dengan tubuh dan pakaian yang suci.

5. Apabila pakaian yang najis telah dibasuh dengan air dan dengan hal ini seseorang menjadi yakin dengan kesuciannya sehingga dia mengenakannya untuk salat, namun setelah itu dia menyadari ternyata bajunya belum suci, maka salatnya sah. Tetapi untuk salat-salat berikutnya dia harus menyucikan pakaiannya.

6. Pakaian yang diragukan kenajisannya dihukumi sebagai pakaian yang suci. Dengan demikian, salat dengan mengenakannya dianggap sah. Karena itu melalukan salat dengan pakaian yang diberi parfum yang mengandung alkohol, sedangkan kita tidak mengetahui parfum tersebut najis ataukah tidak, maka hal ini tidaklah bermasalah. Demikian juga apabila seseorang terpaksa harus membersihkan lobang air kencingnya dengan batu, kayu atau segala sesuatu lainnya karena rasa takutnya dan dia baru bisa menyucikannya ketika kembali ke rumahnya, dalam keadaan ini, jika dia tidak mengetahui bahwa pakaiannya telah terkena najis oleh cairan kencing, maka untuk salatnya, tidak ada kewajiban untuk mengganti atau menyucikannya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

08 Jan, 22:34


➡️ Pakaian Pelaku Salat

1⃣ Batasan yang Ditutup dalam Salat

1. Laki-laki harus menutup auratnya dalam salat meskipun tidak dilihat oleh orang lain. Akan lebih baik jika dia mengenakan pakaian dari pusar hingga lutut.

2. Sementara untuk perempuan, dalam salatnya dia harus menutup seluruh tubuh dan rambutnya dengan sebuah penutup yang benar-benar menutupi tubuhnya, sementara wajah seukuran yang wajib dibasuh dalam wudu tidak wajib untuk ditutup, demikian juga dengan kedua tangan hingga pergelangan tangan, serta kedua kaki hingga pergelangan kaki.

Catatan:
▪️Karena dagu merupakan bagian dari wajah, maka bagian ini tidak wajib untuk ditutup dalam salat tetapi bagian bawah dagu wajib untuk ditutup.

▪️Seorang perempuan wajib menutupi kedua kaki hingga mata kaki apabila terdapat nonmuhrim yang hadir di tempat itu.

▪️Jika pada pertengahan salat seorang wanita menyadari bahwa rambutnya terlihat dari luar lalu dia segera menutupnya, maka salatnya sah, kecuali jika terlihatnya rambut merupakan perbuatan yang disengaja.

2⃣ Syarat-syarat Pakaian Mushalli

Terdiri dari:
1. Suci

2. Bukan gasab (pemakaian tanpa izin pemilik)

3. Bukan dari anggota tubuh bangkai

4. Bukan dari hewan berdaging haram

5. Bukan pakaian yang bersulam emas

6. Bukan terbuat dari sutra asli

Catatan:
▪️Syarat kelima dan keenam merupakan syarat yang dikhususkan untuk pakaian laki-laki.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

07 Jan, 22:28


2⃣ Salat Nafilah Harian

1. Pada masing-masing dari lima salat wajib harian, terdapat salat mustahab yang disebut juga dengan salat nafilah. Pelaksanaan salat ini sangat penting dan disebutkan memiliki begitu banyak pahala. Selain salat-salat ini, terdapat pula salat-salat nafilah lainnya yang dilaksanakan pada sepertiga akhir malam dan sangat mustahab untuk dilakukan. Salat ini pun memiliki begitu banyak khasiat spiritual dan sangat baik apabila seseorang bisa menjaganya.

2. Salat-salat nafilah harian:

a. Nafilah salat Zuhur terdiri dari delapan rakaat sebelum salat Zuhur

b. Nafilah salat Asar terdiri dari delapan rakaat sebelum salat Asar

c. Nafilah salat Magrib terdiri dari empat rakaat setelah salat Magrib

d. Nafilah salat Isya terdiri dari dua rakaat sambil duduk setelah salat Isya

e. Nafilah salat Subuh terdiri dari dua rakaat sebelum salat Subuh

f. Nafilah salat malam: sebelas rakaat, yang waktunya dimulai dari pertengahan malam hingga azan subuh. Akan lebih baik bila dilakukan pada sepertiga akhir malam.

Catatan:
🔹 Karena dua rakaat nafilah salat Isya terhitung sebagai satu rakaat, maka jumlah keseluruhan salat nafilah dalam sepanjang hari terdiri dari tiga puluh empat rakaat (dua kali lipat dari jumlah keseluruhan salat wajib harian).

3. Nafilah salat Zuhur dan Asar apabila dilakukan setelah melaksanakan salat Zuhur dan Asar namun masih berada dalam waktu nafilah, berdasarkan ihtiyath wajib harus dilakukan dengan niat qurbatan ilallah, tanpa berniat ada' (pada waktunya) maupun qadha (di luar waktunya).

4. Salat malam terdiri dari sebelas rakaat, delapan rakaat darinya masing-masing dilakukan dua rakaat-dua rakaat yang dinamakan dengan salat malam. Dua rakaat lainnya dilakukan sebagaimana salat subuh, dinamakan dengan salat syafa'. Satu rakaat selanjutnya adalah salat witir yang pada kunutnya mustahab untuk membaca istigfar dan doa untuk para mukmin dan memohon hajat dari Allah Swt dengan penjelasan sebagaimana yang telah tercantum dalam kitab-kitab doa.

5. Pada salat malam, pembacaan surah, istigfar dan doa bukan merupakan bagian dari syarat, melainkan telah mencukupi apabila dalam setiap rakaat dimulai dengan berniat, mengucapkan takbiratulihram lalu membaca surat al-Fatihah. Bila berkehendak, setelah selesai membaca surat al-Fatihah bisa ditambahkan pula dengan membaca satu surah dari surah-surah al-Quran, lalu rukuk dan sujud dengan membaca zikir-zikirnya, setelah itu tasyahud, dan mengakhiri salat dengan membaca salam.

6. Dalam melaksanakan salat malam, tidak ada persyaratan untuk melakukannya pada tempat yang gelap dan tersembunyi dari orang lain. Tetapi tentu saja tidak diperbolehkan pula terdapat riya di dalamnya.

Catatan:
🔹 Salat-salat nafilah harus dilakukan masing-masing dua rakaat-dua rakaat, kecuali salat Witir yang hanya memiliki satu rakaat. Karena itu, bila salat malam dilakukan dengan dua kali salat empat rakaat, satu kali Salat dua rakaat kemudian satu rakaat salat Witir, maka yang demikian ini dihukumi tidak sah.

🔹 Salat-salat nafilah bisa dilakukan dengan duduk, namun akan lebih baik jika dilakukan dengan berdiri.

🔹 Ketika tengah berada dalam safar atau perjalanan, salat-salat nafilah untuk salat Zuhur dan Asar menjadi gugur dan tidak boleh dilakukan.

🔹 Masing-masing salat nafilah harian memiliki waktu-waktu tertentu, yang hal ini telah disebutkan secara detail dalam kitab-kitab risalah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

06 Jan, 22:30


SALAT

➡️ Jenis-Jenis Salat

1⃣ Salat Wajib dan Mustahab

Salat terbagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Salat wajib, yang terdiri dari:

a. Salat harian

b. Salat Tawaf Ka'bah yang dilakukan setelah melakukan tawaf Ka'bah

c. Salat Ayat yang dilakukan ketika terjadi gerhana matahari, gerhana bulan, gempa bumi dan sejenisnya.

d. Salat jenazah

e. Salat kada kedua orangtua (ayah dan ibu) atas anak laki-laki tertua

f. Salat yang menjadi wajib karena nazar, janji, sumpah atau karena istijarah (disewa).

2. Salat-salat mustahab seperti salat-salat nafilah sepanjang hari.

Catatan:
🔹 Jumlah salat-salat mustahab sangatlah banyak dan mereka disebut dengan salat nafilah. Di antara salat-salat nafilah ini terdapat salat-salat nafilah harian yang pelaksanaannya sangat dianjurkan.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

05 Jan, 22:36


SOAL:
Kami hidup di sebuah area dimana tidak terdapat kamar mandi dan tempat untuk mandi. Pada bulan Ramadhan yang diberkati kami terjaga dari tidur sebelum azan subuh dalam keadaan junub. Karena bangun di tengah malam di depan mata banyak orang dan mandi dengan air girbah atau air tandon bagi seorang pemuda adalah peristiwa tabu, ditambah lagi airnya dingin, maka apa taklifnya berkenaan dengan puasa keesokan harinya dalam keadaan demikian? Apakah ia diperbolehkan bertayamum? Apa hukumnya bila tidak berpuasa karena tidak melakukan mandi?

JAWAB:
Sekedar memberatkan atau hanya karena dinilai tabu oleh orang-orang tidak dianggap sebagai uzur (halangan) syar'i, bahkan ia wajib mandi dengan cara apa pun yang mungkin, selama tidak menyulitkan dan tidak membahayakan mukallaf. Bila menyulitkan atau membahayakan, ia berpindah ke tayamum. Bila bertayamum sebelum fajar sahlah puasanya. Namun bila tidak melakukannya juga, batallah puasanya. Meski demikian, ia (tetap) wajib berimsak (tidak melakukan segala sesuatu yang membatalkan puasanya) sepanjang siang hari puasa.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

05 Jan, 22:33


SOAL:
Apa hukum orang yang shalat dengan tayamum karena (mengira) waktu shalat sangat sempit, dan setelah usai, ternyata ia punya cukup waktu untuk wudhu?

JAWAB:
la wajib mengulangi shalatnya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

05 Jan, 22:33


SOAL:
Saya menderita penyakit kulit -yang tidak berbahaya-, yaitu setiap kali mandi bahkan ketika membasuh tangan dan wajah, kulit saya mengering. Saya terpaksa mengusap kulit saya dengan minyak. Karena itulah saya mengalami kesulitan ketika berwudhu dan yang paling memberatkan saya adalah ketika berwudhu untuk shalat subuh. Bolehkah saya bertayamum sebagai ganti wudhu di pagi hari?

JAWAB:
Bila penggunaan air membahayakan Anda, hindarilah wudhu dan bertayamumlah sebagai gantinya. Namun bila air tidak membahayakan Anda dan minyak yang Anda sebutkan tidak menjadi penghalang anggota wudhu, maka Anda wajib melakukan wudhu dan bila menghalangi tetapi Anda dapat menghilangkannya, membersihkannya dan kemudian berwudhu, maka Anda tidak boleh bertayamum sebagai ganti dari wudhu.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

05 Jan, 22:31


SOAL:
Bila seseorang tidak dapat melakukan wudhu dan tayamum, apa yang harus dilakukannya?

JAWAB:
Bila untuk melaksanakan shalat, seseorang tidak dapat berwudhu dan bertayamum, maka berdasarkan ihtiyath (demi lebih berhati-hati) hendaklah dia melakukan shalat tanpa wudhu dan tayamum pada waktunya, kemudian nanti (setelah leluasa) dia (harus) mengulanginya (qadha) dengan wudhu atau tayamum.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

04 Jan, 00:54


SOAL:
Dikatakan bahwa sesuatu yang digunakan untuk tayamum harus suci. Apakah anggota tayamum (dahi dan tangan) juga harus suci?

JAWAB:
Bila memungkinkan demi berhati-hati (ihtiyath) tangan dan dahi dianjurkan suci, namun bila seseorang tidak dapat menyucikannya, maka hendaklah ia (tetap) bertayamum tanpa menyucikannya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

04 Jan, 00:53


SOAL:
Sahkah bertayamum dengan batu kapur, gamping, kapur dan gamping yang sudah dibakar dan batu bata?

JAWAB:
Tayamum dengan apa saja yang dianggap bagian dari tanah, seperti batu kapur dan batu gamping adalah sah. Tidak jauh pula kemungkinan keabsahan bertayamum dengan kapur, gamping yang sudah dibakar, batu bata, dan sejenisnya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

04 Jan, 00:52


SOAL:
Bagaimanakah cara bertayamum? Adakah perbedaan tayamum sebagai pengganti wudhu dengan tayamum sebagai pengganti mandi?

JAWAB:
Tayamum dilakukan dengan cara berikut:
Pertama niat, kemudian memukulkan dua telapak tangan ke atas sesuatu yang boleh bertayamum dengannya. Setelah itu dua telapak tangan diusapkan ke dahi dimulai dari tumbuhnya rambut sampai dengan alis dan ujung hidung bagian atas, kemudian telapak tangan kiri diusapkan ke bagian atas tangan kanan (dari pergelangan tangan sampai ujung jari) dan telapak tangan kanan diusapkan ke bagian atas tangan kiri.
Berdasarkan ihtiyath setelah itu wajib dua tangan dipukulkan lagi ke yang boleh bertayamum dengannya, kemudian mengulangi usapan tangan kanan dan kiri.
Cara bertayamum seperti ini baik sebagai ganti dari wudhu maupun mandi, tidaklah berbeda.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

03 Jan, 00:48


SOAL:
Apa hukum orang yang tidak mandi janabah untuk shalat subuhnya dan bertayamum karena yakin mandi akan membuatnya sakit?

JAWAB:
Bila mandi diyakini akan membahayakan, maka ia diperbolehkan bertayamum dan shalatnya sah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

03 Jan, 00:47


SOAL:
Saya dalam kondisi yang tidak sehat sehingga sering mengeluarkan mani tanpa kehendak yang tidak disertai dengan kenikmatan. Apakah taklif saya berkenaan dengan shalat?

JAWAB:
Bila melakukan mandi untuk setiap shalat membahayakan atau menyulitkan Anda, lakukanlah shalat dengan tayamum setelah menyucikan badan lebih dahulu.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

03 Jan, 00:46


SOAL:
Apa taklif seseorang yang mengalami janabah beberapa malam secara berturut-turut, padahal dalam sebuah hadis disebutkan, bahwa masuk ke kamar mandi terus menerus selama beberapa hari melemahkan manusia?

JAWAB:
la wajib mandi kecuali bila penggunaan air membahayakannya, maka taklif-nya adalah bertayamum.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

01 Jan, 22:06


SOAL:
Seseorang saat tidur mengeluarkan cairan. Setelah bangun ia tidak ingat sama sekali, namun ia melihat pakaiannya basah, sementara tidak ada waktu yang cukup untuk mengingat-ingatnya karena waktu shalat subuh akan segera berakhir. Apa yang mesti dilakukan dalam situasi demikian? Bagaimana berniat tayamum sebagai ganti wudhu atau mandi? Apa hukum yang sebenarnya (al hukm al-ashl)?

JAWAB:
Bila ia mengetahui bahwa mengalami ihtilam (mimpi yang menyebabkan ejakulasi), maka ia menjadi junub dan wajib mandi. Bila waktunya sempit, maka segera bertayamum setelah menyucikan badannya terlebih dahulu dan melakukan mandi kemudian (setelah shalat). Namun bila ia ragu tentang (terjadinya) ihtilam dan janabah, maka hukum janabah tidak berlaku atas dirinya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

01 Jan, 22:03


SOAL:
Bolehkah orang yang kehabisan air atau orang yang bila menggunakan air dapat membahayakannya, bertayamum sebagai pengganti dari mandi janabah, masuk ke dalam masjid dan shalat berjamaah? Apa hukumnya bila ia membaca al-Quran?

JAWAB:
Selama uzur yang memperbolehkan tayamum belum lenyap dan tayamumnya tidak batal, ia diperbolehkan melakukan seluruh amalan yang mensyaratkan kesucian (thaharah).

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

01 Jan, 22:02


SOAL:
Apakah orang yang "tidak mampu menahan kencing"* karena urat saraf tulang belakang putus akibat luka dalam perang, diperbolehkan melakukan tayamum sebagai ganti mandi untuk melakukan amalan-amalan mustahab seperti mandi hari Jumat, ziarah dan lainnya karena mengalami sedikit kesulitan untuk masuk ke kamar mandi?

JAWAB:
Keberadaan tayamum sebagai ganti mandi pada selain hal-hal yang mensyaratkan thaharah dipertanyakan (mahallu isykal). Namun tidak dilarang melakukan tayamum sebagai ganti dari mandi-mandi mustahab karena alasan kesulitan dan kerepotan, apabila hal itu dilakukan dengan niat raja' al-mathlubiyah (harapan bahwa hal itu benar-benar diajarkan dan dapat membebaskan dari beban syar'i).

*Orang yang tidak mampu menahan kencing, juga disebut 'beser'.– penerjemah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

30 Dec, 22:11


SOAL:
Apakah tayamum pengganti mandi memiliki hukum-hukum yang berlaku secara pasti dan tetap atas mandi? Artinya, bolehkah (orang dengan tayamum pengganti mandi) memasuki mesjid?

JAWAB:
Boleh menerapkan seluruh akibat syar'i mandi pada tayamum penggantinya, kecuali apabila tayamum tersebut menjadi pengganti mandi karena waktu yang sempit (bukan karena air yang tidak ditemukan).

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

30 Dec, 22:09


SOAL:
Bila saya junub dan tidak bisa menemukan kamar mandi (tidak bisa mandi) dan janabah berlanjut, selama beberapa hari, apakah saya wajib sebagaimana sebelumnya berwudhu atau bertayamum untuk setiap shalat setelah shalat yang saya lakukan dengan tayamum sebagai ganti mandi, ataukah saya cukup melakukannya sekali? Bila tidak cukup, apakah yang wajib saya lakukan, berwudhu ataukah bertayamum untuk setiap shalat?

JAWAB:
Bila orang yang junub seusai melakukan tayamum secara sah, sebagai ganti dari mandi janabah, mengalami hadas kecil, maka ahwath (demi lebih ber-ihtiyath) hendaklah ia bertayamum sebagai ganti dari mandi kemudian hendaklah berwudhu.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

30 Dec, 22:04


SOAL:
Apakah benda-benda yang sah untuk dijadikan sebagai bahan tayamum, seperti tanah, kapur (gamping), dan batu marmer yang melekat pada tembok, sah untuk tayamum, ataukah ia harus berada di atas permukaan bumi?

JAWAB:
Keabsahan tayamum tidak disyaratkan bahwa benda-benda itu berada di atas permukaan bumi.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

27 Dec, 22:24


➡️ Hukum-hukum Tayamum

1. Apabila seseorang tidak menemukan benda-benda yang sah untuk digunakan bertayamum, maka tayamum harus dilakukan dengan menggunakan debu-debu yang menempel pada permukaan permadani, pakaian dan sejenisnya. Apabila yang seperti ini tidak bisa ditemukan, tetapi dia memiliki lumpur basah yang bisa terjangkau, maka dia harus bertayamum dengannya. Sedangkan apabila dia tidak bisa mendapatkan apa pun untuk bertayamum—seperti seseorang yang berada di dalam pesawat dan sejenisnya— maka berdasarkan ihtiyath wajib dia harus salat dalam waktunya tanpa melakukan wudu dan tayamum, namun setelah itu dia harus mengkadanya dengan wudu atau tayamum.

2. Seseorang yang memiliki kewajiban untuk bertayamum, berdasarkan ihtiyath wajib, hendaklah tidak melakukannya sebelum waktu salat tiba dengan niat salat tersebut.

3. Seseorang yang mengetahui bahwa halangannya akan sirna pada akhir waktu, maka dia tidak boleh melakukan salat pada awal waktu dengan tayamum, melainkan harus bersabar, dan setelah halangannya sirna, dia harus melakukan salat dengan mandi atau wudu.

4. Seseorang yang melakukan tayamum sebagai pengganti mandi, apabila keluar hadas kecil darinya, misalnya buang air kecil, selama halangan syar'i yang membolehkannya bertayamum belum sirna, maka berdasarkan ihtiyath wajib, untuk melakukan amalan-amalan yang mensyaratkan taharah, dia harus kembali melakukan tayamum pengganti mandi dan juga berwudu. Namun jika dia juga memiliki halangan untuk berwudu, maka selain kembali melakukan tayamum sebagai pengganti mandi, dia juga harus melakukan tayamumnya sekali lagi sebagai pengganti wudu.

5. Apabila seseorang bertayamum karena ketiadaan air atau karena halangan lainnya, maka setelah halangan tersebut sirna, tayamumnya menjadi batal.

6. Segala sesuatu yang membatalkan wudu juga dapat membatalkan tayamum pengganti wudu. Demikian juga segala sesuatu yang membatalkan mandi pun akan membatalkan tayamum pengganti mandi.

7. Seluruh aturan syar'i yang terdapat pada amalan mandi, berlaku pula pada tayamum pengganti mandi, kecuali tayamum pengganti mandi yang dilakukan karena terdesak oleh sempitnya waktu. Karena itu memasuki masjid, melakukan  salat, menyentuh tulisan al-Quran dan melakukan amalan-amalan lainnya yang pelaksanaannya mensyaratkan taharah dari janabah, tidak akan bermasalah apabila dilakukan dengan tayamum pengganti mandi janabah ini.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

26 Dec, 22:28


➡️ Syarat-syarat Tayamum

1. Sesuatu yang digunakan untuk tayamum harus suci

Sesuatu yang digunakan untuk tayamum harus dalam keadaan suci.

2. Sesuatu yang digunakan untuk tayamum, harus mubah

Sesuatu yang digunakan untuk tayamum harus dalam keadaan mubah (bukan barang gasab). Tetapi apabila seseorang tidak mengetahui atau lupa bahwa sesuatu tersebut adalah gasab, maka tayamum yang dilakukannya dihukumi sah.

3. Tidak ada penghalang pada anggota tayamun

Pada anggota tayamum harus tidak terdapat penghalang. Karena itu cincin dan sejenisnya yang dikenakan pada jemari, harus dikeluarkan terlebih dahulu. Demikian juga sesuatu yang menempel atau menutupi dahi atau anggota tayamum lainnya, harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum melakukan tayamum.

Catatan:
🔹 Rambut yang tumbuh pada dahi atau permukaan tangan, tidak dianggap sebagai penghalang tayamum. Tetapi apabila rambut kepala terurai di dahi, maka rambut tersebut harus disibakkan ke belakang.

🔸 Apabila anggota tayamum tertutup oleh balutan karena luka atau sejenisnya, sedangkan untuk membukanya akan menimbulkan bahaya atau kesulitan, maka pengusapan harus dilakukan dengan tangan yang terbalut atau pada permukaan anggota yang terbalut.

4. Mengusap dahi dan kedua tangan dari atas ke bawah

Pengusapan dahi dan kedua tangan wajib dilakukan dari atas ke bawah.

5. Tertib

Tayamum harus dilakukan secara tertib (sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan tata cara tayamum). Apabila dilakukan berlawanan dengan ketertiban yang telah ditentukan, maka tayamum menjadi batal.

6. Berkesinambungan

Amalan-amalan tayamum harus dilakukan secara bersinambung. Dengan demikian apabila seseorang memberikan jarak di antaranya sehingga tidak dikatakan sedang melakukan tayamum, maka tayamum yang dilakukannya itu batal.

7. Langsung

Amalan-malan tayamum harus dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan ketika mampu dan tanpa meminta bantuan dari orang lain. Namun apabila dia tidak mampu melakukan tayamum karena sakit, lumpuh dan sebagainya, maka dia harus menunjuk wakil, dan wakil harus membimbing (menuntun) tangan yang bersangkutan untuk melakukan tayamum. Jika hal ini tidak mungkin dilakukan, maka wakil harus menepukkan tangannya sendiri pada permukaan tanah lalu mengusapkannya ke dahi dan punggung tangan yang bersangkutan.

🔘 Satu poin berkenaan dengan syarat-syarat tayamum

Anggota tayamum (dahi dan punggung kedua tangan) tidak disyaratkan berada dalam keadaan suci, meskipun hal tersebut sesuai dengan ihtiyath.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

25 Dec, 22:40


➡️ Benda-benda yang Sah untuk Tayamum

Melakukan tayamum dengan segala sesuatu yang merupakan bagian khusus dari bumi seperti tanah, pasir, kerikil, gumpalan tanah, batu (batu kapur, batu besi, batu hitam dan sejenisnya) hukumnya sah. Demikian juga pada kapur, batu-bata dan sejenisnya.

Catatan:
🔸 Melakukan tayamum menggunakan barang-barang tambang seperti emas, perak dan sejenisnya, dihukumi tidak sah. Tetapi melakukannya pada batu-batu berharga yang secara umum bisa disebut sebagai batu tambang seperti marmer dan selainnya, dianggap sah.

🔸 Melakukan tayamum pada semen dan mozaik (tegel, ubin-peny.) dibolehkan, meskipun secara ahwath istihbab dianjurkan untuk meninggalkannya.

💠Tata Cara Tayamum💠

1. Niat

2. Menepukkan kedua tangan pada sesuatu yang sah untuk dijadikan tayamum.

3. Mengusapkan kedua telapak tangan pada keseluruhan dahi dan kedua sisinya, dimulai dari tumbuhnya rambut sampai pada kedua alis dan ujung hidung bagian atas.

4. Mengusapkan telapak tangan kiri ke seluruh punggung (bagian atas) tangan kanan, lalu mengusapkan telapak tangan kanan ke seluruh puggung tangan kiri.

5. Berdasarkan prinsip kehati-hatian (ihtiyath wajib) untuk sekali lagi menepukkan kedua tangan pada sesuatu yang sah untuk tayamum, setelah itu mengusapkan telapak tangan kiri ke seluruh punggung (bagian atas) tangan kanan, lalu mengusapkan telapak tangan kanan ke seluruh punggung tangan kiri.

Catatan:
🔹 Dalam masalah ketertiban tayamum, tidak ada perbedaan antara tayamum sebagai pengganti wudu ataupun tayamum sebagai pengganti mandi.

🔹 Apabila sebagian dahi atau punggung tangan tidak terkena usapan meskipun hanya sedikit, maka tayamumnya batal, baik hal tersebut dilakukan karena sengaja, tidak mengetahui masalah, ataupun karena lupa. Tentunya tidak pula diwajibkan untuk terlalu teliti (berlebihan) dalam masalah ini. Dengan telah dikatakan bahwa seluruh dahi dan punggung tangan telah diusap, maka hal ini dianggap telah mencukupi.

🔹 Supaya mendapatkan keyakinan bahwa seluruh punggung tangan telah terkena usapan, maka sedikit bagian di atas pergelangan tangan pun harus diusap. Tetapi tidak ada kewajiban untuk mengusap sela-sela jemari tangan.

➡️ Tayamum Jabirah

Seseorang yang mempunyai kewajiban melakukan tayamum, apabila pada bagian yang seharusnya diusap atau pada tangan yang seharusnya digunakan untuk mengusap terdapat balutan karena luka atau sejenisnya, maka dia tetap harus melakukan tayamum dengan ketertiban yang telah ditentukan, yaitu menganggap tempat luka yang terbalut sebagai kulit tubuh.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

24 Dec, 22:30


Catatan:
🔹 Jika mandi dan wudu akan menimbulkan bahaya bagi seseorang atau merupakan kewajiban yang sangat berat baginya, maka dia harus bertayamum untuk mengantikannya. Apabila, pada kondisi seperti ini, dia tetap berwudu dan mandi, maka apa yang dia lakukan tidak sah.

🔹 Tidak bermasalah apabila seseorang melakukan tayamum karena berkeyakinan bahwa mandi dan wudu akan membahayakannya (misalnya akan membuatnya sakit) dan salat yang dilakukan dengan tayamum tersebut dihukumi sah. Tetapi jika sebelum melakukan salat dengan tayamumnya ini dia menyadari bahwa ternyata mandi dan wudu itu tidak membahayakannya, maka tayamumnya batal. Jika dia menyadari hal tersebut seusai salat, maka berdasarkan ihtiyath wajib dia harus berwudu atau mandi dan mengulangi salatnya kembali.

🔹 Hanya karena alasan berat atau tabu bagi para pemuda untuk mandi ditengah malam, hal ini tidak bisa dianggap sebagai halangan syar'i, melainkan selama hal tersebut tidak menyebabkan kesulitan dan bahaya bagi mukalaf, maka dia tetap wajib melakukannya dengan cara apa pun yang memungkinkan. Bila menyulitkan (sangat berat dan luar biasa susah) atau membahayakannya, maka dia harus bertayamum.

🔹 Bila seseorang berada dalam keadaan junub dan tidak memiliki waktu yang cukup untuk menyucikan badan dan pakaiannya, atau mengganti pakaiannya, sedangkan dia tidak mampu melakukan salat dengan telanjang karena dinginnya cuaca atau semisalnya, maka dia harus melakukan tayamum sebagai pengganti mandi janabah lalu salat dengan mengenakan bajunya tersebut. Salat itu telah dianggap mencukupi serta tidak ada kewajiban baginya untuk mengkadanya.

🔹 Apabila dalam sempitnya waktu, seseorang merasa takut jika mandi dan berwudu, maka seluruh atau sebagian salatnya akan berada di luar waktu, maka dia harus bertayamum dan segera melakukan salatnya.

🔹 Apabila seseorang mengeluarkan cairan pada saat tidur dan ketika terbangun tidak teringat apapun, tetapi menemukan cairan pada pakaiannya, jika dia mengetahui telah ihtilam (mengeluarkan mani dalam keadaan tidur), berarti dia junub dan harus mandi, dan jika waktu sempit maka setelah menyucikan badan, dia harus bertayamum dan melakukan salat, setelah itu dia harus mandi pada keluasan waktu. Tetapi bila dia tidak mengetahui (atau ragu dalam ihtilam dan janabahnya), maka hukum janabah tidak berlaku untuknya.

🔹 Tidak dibenarkan bertayamum sebagai pengganti mandi untuk melalukan amalan-amalan yang tidak mensyaratkan kesucian seperti ziarah. Tetapi melakukannya sebagai pengganti mandi-mandi mustahab karena alasan kesulitan dan kerepotan, jika dilakukan dengan niat raja' al mathlubiyah (mengaharap pahala dari Allah Swt), maka hal itu dibolehkan.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

23 Dec, 22:26


💠Tayamum💠

1⃣ Kondisi-kondisi yang Menyebabkan Tayamum

Kondisi-kondisi yang mengharuskan seseorang melakukan tayamum sebagai pengganti mandi dan wudu, adalah sebagai berikut:

1. Ketika tidak ada kemungkinan untuk menyediakan air, tidak ada air, atau ada air tetapi si mukalaf tidak bisa menjangkaunya seperti ada air sumur tetapi dia tidak memiliki alat untuk mengambilnya.

2. Ketika air membahayakan kesehatannya.

3. Ketika timbul rasa takut jika menggunakan air, dia, keluarganya atau orang-orang yang keselamatan jiwanya berada dalam tanggung jawabnya akan menjadi kehausan.

4. Ketika air yang berada dalam kewenangannya hendak digunakan untuk menyucikan tubuh atau bajunya untuk salat.

5. Ketika penggunaan air atau bejana air haram baginya seperti karena ghashab.

6. Ketika waktu salat telah sempit dan melakukan wudu serta mandi akan menyebabkan keseluruhan atau sebagian dari salat berada di luar waktunya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

22 Dec, 22:30


SOAL:
Apakah orang yang sedang junub diharamkan membaca surah-surah al-Quran yang terdapat di dalamnya ayat yang wajib sujud (surah azaim)?

JAWAB:
Di antara hal-hal yang diharamkan bagi orang yang junub adalah membaca ayat-ayat tertentu yang bila dibaca diwajibkan bersujud atas pembaca dan pendengarnya (azaim). Adapun membaca ayat-ayat lain dari surah-surah tersebut tidak terhalang (tidak dilarang) secara syar'i.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

22 Dec, 22:27


SOAL:
Dulu saya melakukan mandi janabah dengan cara sebagai berikut: 1) membasuh bagian kanan; 2) membasuh kepala; 3) membasuh bagian kiri. Saya lalai untuk menanyakan hukum masalah tersebut. Pertanyaan saya ialah apakah hukum shalat dan puasa saya?

JAWAB:
Mandi dengan cara tersebut batal dan tidak dapat menghilangkan hadas. Atas dasar itu, shalat-shalat yang telah dilakukan dengan mandi demikian batal dan wajib diqadha. Sedangkan puasa yang telah Anda lakukan, bila saat itu Anda yakin akan keabsahan mandi dengan cara tersebut serta tidak sengaja membiarkan diri dalam keadaan janabah, maka dihukumi sah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

22 Dec, 22:24


SOAL:
Saya telah mandi dengan niat melaksanakan salah satu dari mandi-mandi wajib. Setelah keluar dari kamar mandi, saya teringat bahwa saya tidak melakukannya secara berurutan dan saat itu saya mengira bahwa niat untuk melakukannya secara berurutan adalah cukup dan karena itulah, saya tidak mengulangi mandi. Kini saya kebingungan, apakah saya wajib mengqadha seluruh shalat?

JAWAB:
Bila Anda menduga bahwa mandi yang telah Anda lakukan adalah sah, dan ketika melakukannya Anda sadar akan hal-hal yang menjadi syarat keabsahan, maka tidak ada yang harus Anda lakukan. Namun bila Anda yakin akan ketidakabsahan (kebatalan) mandi tersebut, maka Anda wajib mengqadha seluruh shalat.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

20 Dec, 22:11


SOAL:
Seseorang mengalami janabah lalu mandi, namun mandinya keliru dan batal. Apa hukum shalat yang telah dilakukannya setelah mandi demikian, padahal ia tidak mengetahuinya?

JAWAB:
Shalat yang dilakukan dengan mandi yang batal, hukumnya batal dan wajib diulangi atau diqadhanya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

20 Dec, 22:07


SOAL:
Seorang remaja melakukan onani -karena tidak punya kesadaran syar'i- sebelum mencapai usia 14 tahun dan sesudahnya. la tidak mandi setelah mengeluarkan mani. Apakah taklif-nya? Apakah ia wajib mandi karena melakukan onani dan mengeluarkan mani pada saat itu? Apakah seluruh shalat dan puasa yang dikerjakan pada masa itu hingga sekarang batal dan ia wajib mengqadhanya, dengan catatan bahwa saat itu ia mengalami mimpi basah (ihtilam) dan mengabaikan mandi janabah serta tidak mengetahui bahwa keluarnya mani menyebabkan janabah?

JAWAB:
Cukup satu kali mandi untuk semua janabah yang telah terjadi dan ia wajib mengqadha seluruh shalat yang ia yakini telah ia lakukan dalam kedaan junub. Sedangkan puasanya tidak wajib diqadha dan hukumnya sah bila pada malam-malam puasa tidak mengetahui bahwa ia mengalami janabah. Namun, apabila mengetahui bahwa maninya telah keluar dan menjadi junub dan tidak mengetahui bahwa ia wajib mandi demi keabsahan puasanya, maka ia wajib mengqadha seluruh puasa yang telah dilakukannya dalam keadaan junub.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

20 Dec, 22:02


SOAL:
Apa hukum seorang yang telah mencapai usia taklif (akil balig) dan tidak mengetahui tentang wajibnya mandi dan caranya, namun setelah lebih dari 10 tahun berlalu ia menyadari masalah taqlid dan kewajiban mandi atasnya. Apakah taklif-nya berkenaan dengan qadha puasa dan shalat?

JAWAB:
la diwajibkan mengqadha seluruh shalat yang dilakukannya dalam keadaan junub dan mengqadha puasa apabila mengetahui terjadinya janabah dan apabila tidak mengetahui bahwa seorang yang dalam keadaan janabah wajib melakukan mandi bila akan berpuasa.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

20 Dec, 01:02


SOAL:
Wajibkah wanita membasuh ujung-ujung rambut ketika mandi? Batalkah bila air tidak sampai ke seluruh rambut saat mandi, padahal air telah sampai ke seluruh permukaan kulit kepala?

JAWAB:
Ahwath (demi lebih berhati-hati), mukallaf wajib membasuh seluruh rambut.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

20 Dec, 01:01


SOAL:
Ketika saya hendak mandi secara tartibi (berurutan), apakah terdapat masalah bila saya membasuh punggung lebih dulu, kemudian niat dan melakukan mandi secara berurutan setelah itu?

JAWAB:
Tidak dilarang membasuh punggung atau anggota tubuh lainnya sebelum berniat mandi janabah dan memulainya. Sedangkan cara mandi tartibi ialah dengan meniatkan mandi setelah menyucikan seluruh anggota badan, kemudian membasuh kepala dan leher dahulu, kemudian ahwath (hendaknya demi lebih ber-ihtiyath membasuh) separuh kanan badan dari pundak hingga bagian kaki paling bawah, kemudian separuh kiri dengan cara yang sama. Demikian itulah cara mandi yang sah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

20 Dec, 00:59


SOAL:
Cukupkah dalam mandi janabah memperhatikan urutan antara kepala dan anggota tubuh yang lain, atau harus menjaga (memperhatikan) urutan pada dua sisi tubuh juga?

JAWAB:
Ahwath (demi lebih berhati-hati) menjaga urutan antara kedua sisi juga, yaitu dengan mendahulukan sisi kanan atas sisi kiri.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

18 Dec, 21:47


SOAL:
Bila seorang mengetahui bahwa bila membuat dirinya junub dengan menggauli istrinya tidak akan mendapatkan air untuk mandi setelahnya, atau waktu tidak akan cukup untuk mandi dan shalat, apakah ia diperbolehkan menggauli istrinya?

JAWAB:
Bila ia mampu melakukan tayamum ketika tidak dapat melakukan mandi, maka tidak dilarang menjunubkan dirinya dengan perbuatan itu.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

18 Dec, 21:46


SOAL:
Menurut pandangan YM, apakah air dalam mandi janabah disyaratkan* mengalir pada tubuh?

JAWAB:
Tolok ukurnya ialah terjadinya pembasuhan dengan tujuan mandi. Sedangkan mengalirnya air bukanlah syarat.

*Disyaratkan: dianggap sebagai salah satu syarat keabsahan.—penerjemah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

18 Dec, 21:44


SOAL:
Apakah selain mandi janabah cukup (membebaskan mukallaf dari kewajiban) wudhu?

JAWAB:
Tidak mencukupinya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

18 Dec, 21:44


SOAL:
Bila bermacam (niat) mandi mustahab, atau bermacam (niat) mandi wajib, atau (niat) mandi mustahab dan (niat) mandi wajib terkumpul, apakah salah satunya mencukupi yang lain?

JAWAB:
Bila ia meniatkan semuanya maka satu kali mandi telah mencukupi semuanya. Begitu juga bila salah satunya terdapat mandi janabah dan ia meniatkannya, maka mencukupkannya (membebaskannya dari kewajiban mandi-mandi lainnya) dari mandi-mandi lainnya. Namun berdasarkan ihtiyath (demi lebih berhati-hati) dianjurkan untuk tetap meniatkan semuanya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

17 Dec, 22:26


SOAL:
Apakah cairan kental menyerupai mani yang keluar setelah kencing tanpa ejakulasi dan tanpa kehendak sendiri dihukumi sebagai air mani?

JAWAB:
la tidak dihukumi sebagai mani, kecuali bila dipastikan sebagai mani atau disertai tanda-tanda syar'i keluarnya mani (ejakulasi).

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

17 Dec, 22:25


SOAL:
Bila seseorang yang sedang mandi mengeluarkan hadas kecil, wajibkah ia mengulangi mandinya dari pertama lagi ataukah melanjutkannya dan berwudhu?

JAWAB:
Tidak wajib memulai dari pertama dan tidak ada pengaruhnya, melainkan ia menyempurnakan mandinya, namun hal itu tidak mencukupi (tidak membebaskannya dari kewajiban) dari wudhu untuk melaksanakan shalat dan perbuatan-perbuatan lain yang disyaratkan dengan kesucian dari hadas kecil.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

17 Dec, 22:23


SOAL:
Sahkah mandi dengan bekas air mandi hadas besar apabila mandi tersebut dilakukan dengan air sedikit dan tubuh telah suci sebelumnya?

JAWAB:
Tidak terhalang secara syar'i (tidak dilarang) mandi dengan cara tersebut.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

03 Dec, 22:20


▶️ Syarat-syarat Mandi

Syarat-syarat yang sebelumnya telah dibahas pada bab syarat-syarat wudu, seperti kesucian air, kemubahan air dan sebagainya, menjadi syarat pula dalam keabsahan mandi. Namun dalam mandi tidak disyaratkan untuk melakukan basuhan dari atas ke bawah. Demikian juga tidak disyaratkan untuk melakukannya secara berkesinambungan, melainkan pada pertengahan mandi seseorang bisa melakukan pekerjaan yang lain. Setelah itu, melanjutkan mandinya dari tempat yang dia tinggalkan.

Catatan:
🔹 Sebelum mandi, setiap anggota tubuh yang hendak dibasuh harus disucikan terlebih dahulu. Tetapi tidak ada kewajiban bagi seseorang untuk menyucikan seluruh tubuhnya sebelum mandi. Karena itu, bila anggota tubuh telah disucikan sebelum mandi, maka mandinya dihukumi benar. Tetapi bila anggota yang najis tidak disucikan terlebih dahulu sebelum mandi dan hendak melakukan mandi sekaligus dengan satu basuhan, maka mandinya batal.
🔹 Sebelum mandi, sesuatu yang menjadi penghalang bagi sampainya air ke tubuh harus dihilangkan terlebih dahulu. Bila seseorang mandi sebelum yakin akan ketiadaan penghalang pada tubuhnya, maka batallah mandinya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

02 Dec, 22:13


▶️ Mandi

1⃣ Makna Mandi

Yang dimaksud dengan mandi adalah membasuh seluruh tubuh dari kepala hingga kaki, dengan syarat-syarat dan tata cara yang telah ditentukan.

2⃣ Jenis-jenis Mandi

Terdiri dari dua bagian, yaitu:
1. Mandi wajib, yang terdiri dari:

a. Mandi yang tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan wanita:
🔹 Mandi setelah junub
🔹 Mandi setelah menyentuh jenazah
🔹 Mandi jenazah
🔹 Mandi karena nazar dan berjanji atau bersumpah untuk mandi

b. Mandi khusus untuk wanita:
🔹 Mandi setelah selesai haid
🔹 Mandi setelah berhentinya darah melahirkan (nifas)
🔹 Mandi pada pertengahan pendarahan wanita (istihadah)

2. Mandi mustahab: seperti mandi pada hari jumat.

3⃣ Tata Cara Mandi

Mandi bisa dilakukan dengan dua cara:

1. Mandi tertib
Tata cara mandi ini dilakukan dengan membasuh tubuh berdasarkan pada ketertiban khusus, yang diawali dengan membasuh kepala dan leher, setelah itu membasuh separuh tubuh bagian kanan, kemudian dilanjutkan dengan membasuh separuh tubuh bagian kiri.

2. Mandi irtimasi
Sedangkan tata cara mandi yang kedua adalah dengan memasukkan seluruh tubuh ke dalam air sekaligus sehingga air sampai pada seluruh bagian tubuh.

Catatan:
🔹 Berdasarkan ihtiyath wajib, rambut yang panjang, pada saat mandi, wajib dibasuh hingga bagian bawahnya. Karena itu, berdasarkan ikhtiyath wajib, para wanita pada saat mandi, selain harus menyampaikan air ke kulit kepala, mereka harus pula membasuh seluruh rambutnya.
🔹 Pada saat mandi tidak ada kewajiban untuk berdiri menghadap kiblat.
🔹 Dibolehkan sebelum berniat mandi dan sebelum memulainya, seseorang membasuh punggung atau setiap anggota tubuhnya terlebih dahulu.
🔹 Bila mandi tertib tidak dilakukan dengan ketertiban sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, baik karena sengaja, lupa ataupun karena tidak mengetahui masalah, maka mandi yang dilakukannya dihukumi batal.
🔹 Apabila seusai mandi seseorang menyadari bahwa air belum sampai ke sebagian anggota tubuhnya, maka:
Bila mandi irtimasi, berarti dia harus mengulangnya dari awal, baik dia mengetahui tempat tersebut maupun tidak.
Bila mandi tertib:
a. Apabila dia tidak mengetahui tampatnya, maka dia harus mengulang mandinya dari awal.
b. Apabila dia mengetahui tempatnya dan terletak pada tubuh bagian kiri, maka dia hanya harus membasuh bagian yang belum dibasuh dan hal ini dianggap telah mencukupi.
c. Apabila dia mengetahui tempatnya dan terletak pada tubuh bagian kanan, dalam keadaan ini dia harus membasuh tempat tersebut, lalu mengulang basuhan pada tubuh bagian kiri.
d. Apabila dia mengetahui tempatnya dan terletak pada bagian kepala dan leher, maka dia harus membasuh tempat tersebut, kemudian mengulang basuhan pada tubuh bagian kanan dilanjutkan dengan basuhan pada tubuh bagian kiri.

4⃣ Mandi Jabirah
Mandi jabirah dilakukan sebagaimana wudu jabirah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

01 Dec, 22:56


SOAL:
Apa hukum memotong-motong nama-nama mulia dan ayat-ayat al-Quran dalam jumlah yang banyak sehingga tidak ada dua huruf yang bersambungan dan tidak bisa lagi dibaca? Cukupkah menghapus dan menggugurkan hukum-hukumnya dengan mengubah bentuk tulisannya dengan cara merangkainya dengan huruf-huruf lain atau dengan membuang sebagian hurufnya?

JAWAB:
Memotong-motongnya apabila tidak sampai menghapus tulisan lafal Allah dan ayat-ayat al-Quran tidaklah cukup (membebaskan mukallaf dari beban syar'i). Mengubah bentuk tulisan untuk menghilangkan hukum yang berlaku atas huruf-huruf yang ditorehkan dengan tujuan menulis lafal Allah juga tidaklah cukup (membebaskan mukallaf dari beban syar'i). Meski demikian, mengubah bentuk huruf bisa menggugurkan hukum dengan menganggapnya sebagai penghapusan, meskipun, ahwath (demi lebih berhati-hati) tetap dianjurkan (dimustahabkan) untuk menghindari tindakan tersebut.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

01 Dec, 22:53


SOAL:
Adakah cara-cara yang syar'i untuk menghapus nama-nama mulia dan ayat-ayat al-Quran saat diperlukan? Apa hukum membakar kertas-kertas yang bertuliskan ism al-jalalah dan ayat-ayat al-Quran bila terdapat alasan mendesak untuk menghapusnya demi menjaga rahasia?

JAWAB:
Menanamnya dalam tanah atau mengubahnya menjadi adonan dengan air tidaklah bermasalah sedangkan membakarnya bermasalah (musykil). Bila tindakan itu dikategorikan sebagai pelecehan, maka tidak diperbolehkan kecuali apabila terdesak oleh keadaan darurat dan tidak leluasa melepaskan ayat-ayat al-Quran dan nama-nama dari tanah tersebut.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

01 Dec, 22:50


SOAL:
Nama-nama mulia manakah yang wajib dihormati dan haram disentuh tanpa wudhu?

JAWAB:
Tidak diperbolehkan menyentuh nama-nama Allah dan nama sifat-sifat khusus Allah Swt tanpa wudhu. Ahwath (demi lebih berhati-hati), hendaklah memasukkan nama nabi-nabi yang agung dan para imam maksum dalam nama-nama Allah Swt dan dalam hukum tersebut.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

29 Nov, 22:05


SOAL:
Apakah ketika membuang kertas-kertas ujian ke tempat sampah atau membakarnya disyaratkan (diharuskan) untuk memastikan lebih dahulu bahwa nama-nama Tuhan dan para wali suci tidak ada di dalamnya? Apakah membuang kertas yang kosong termasuk pemborosan (israf)?

JAWAB:
Tidak wajib memeriksa. Bila tidak menemukan nama Allah dalam kertas tersebut, maka membuangnya ke tempat sampah tidak bermasalah. Adapun membuang dan membakar kertas-kertas yang pada bagiannya belum digunakan untuk menulis dan masih dapat digunakan untuk menulis atau bisa digunakan untuk membuat kotak karton termasuk dalam kemungkinan pemborosan (tabdzir) dan tidak bebas dari masalah syar'i.*

*sebaiknya tidak dilakukan karena bermasalah (la yakhlu min isykal)

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

29 Nov, 22:03


SOAL:
Apa hukum melemparkan dan membuang suatu benda yang memuat nama-nama Allah Swt ke sungai dan parit? Apakah tindakan itu tergolong penghinaan?

JAWAB:
Tidak dilarang membuangnya ke sungai atau ke parit selama menurut pandangan umum tidak termasuk penghinaan.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

29 Nov, 22:01


SOAL:
Dalam sebagian surat kabar tertulis lafzh al-jalalah atau ayat al-Quran. Apakah hukum menjadikannya sebagai bungkus makanan, alas makanan, tempat duduk, atau membuangnya ke tempat sampah, padahal sulit bagi kami untuk mendapatkan cara yang lain?

JAWAB:
Tidak diperbolehkan menggunakan koran-koran seperti dalam soal di atas untuk keperluan yang dianggap oleh pandangan masyarakat ('urf) sebagai pelecehan dan penghinaan sedangkan penggunaan yang tidak dianggap sebagai pelecehan dan penghinaan diperbolehkan (tidak bermasalah).

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

28 Nov, 22:30


SOAL:
Bolehkah menyentuh tulisan yang terukir pada cincin?

JAWAB:
Bila ia tergolong dalam tulisan-tulisan yang hanya boleh disentuh dengan thaharah, maka menyentuhnya tanpa wudhu tidaklah diperbolehkan.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

28 Nov, 22:30


SOAL:
Apa hukum menggunakan perangko yang memuat tulisan ayat-ayar suci al-Qur'an dan mencetak lafal Allah, nama-nama Allah, ayat-ayat al-Quran dan lambang lembaga-lembaga yang memuat ayat-ayat al-Quran dalam surat kabar, majalah, dan buletin harian lainnya?

JAWAB:
Diperbolehkan mencetak dan menyebarkan ayat-ayat al-Quran, ism al-jalalah, dan sebagainya tetapi wajib atas yang menerimanya memperhatikan hukum-hukum syariat berkenaan dengan masalah ini, seperti tidak meremehkan dan menajiskannya dan tidak menyentuhnya tanpa thaharah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

28 Nov, 22:25


SOAL:
Wajibkah berwudhu atas orang-orang yang menulis ism al-jalalah, ayat-ayat al-Quran, dan nama-nama para wali suci dengan alat tulis?

JAWAB:
Tidak disyaratkan thaharah tetapi mereka tidak diperbolehkan menyentuh tulisan itu bila tidak dalam keadaan suci (berwudhu).

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

28 Nov, 22:24


SOAL:
Ada keluarga yang menggunakan tempat makan nasi yang ditulisi dengan ayat-ayat al-Quran, seperti ayat Kursi, dengan tujuan memperoleh kebaikan dan berkah. Apakah tindakan ini bermasalah ataukah tidak?

JAWAB:
Tidak terhalang secara syar'i (tidak dilarang) tetapi bagi yang tidak berwudhu diwajibkan tidak menyentuh ayat-ayat al-Quran tersebut.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

27 Nov, 22:15


SOAL:
Apakah hukum haram menyentuh tulisan al-Quran tanpa wudhu (thaharah) hanya berlaku ketika (tulisan) tertera dalam mushaf mulia ataukah (hukum haram ini) mencakup (semua tulisan ayat) di buku selain al-Quran, papan tulis, atau di tembok dan lainnya?

JAWAB:
Tidak hanya berlaku atas tulisan al-Quran yang ada dalam mushaf mulia tetapi mencakup semua kata dan ayat al-Quran meskipun dalam kitab lain, surat kabar, majalah, papan tulis, atau yang terukir pada dinding dan lain sebagainya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

27 Nov, 22:13


SOAL:
Bolehkah wanita ha'idh (sedang mengalami haid) memakai kalung dengan ukiran nama Nabi saw?

JAWAB:
Mengalungkannya tidaklah bermasalah (diperbolehkan). Namun ahwath (demi lebih berhati-hati), wajib (hendaknya) nama tersebut tidak tersentuh (mengenai) tubuh.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

27 Nov, 22:11


SOAL:
Apa hukum menyentuh nama-nama orang, seperti Abdullah* dan Habibullah, oleh orang yang tidak berwudhu?

JAWAB:
Orang yang tidak suci (tidak sedang berwudhu) tidak diperbolehkan menyentuh lafal Allah meskipun merupakan bagian sebuah kata majemuk.

*Nama-nama yang dimaksud dalam pokok bahasan ini adalah yang ditulis dalam aksara Arab.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

26 Nov, 22:09


SOAL:
Kaum tuna netra menyentuh dengan jari-jari huruf timbul (braille) untuk tujuan membaca dan menulis. Apakah orang-orang buta diharuskan dalam keadaan berwudhu (suci) ketika sedang belajar membaca al-Quran al-Karim dan ketika menyentuh nama-nama suci yang tertulis dengan huruf timbul tersebut?

JAWAB:
Huruf-huruf timbul yang merupakan simbol dari huruf-huruf asli, secara hukum, tidak seperti huruf-huruf yang asli. Menyentuh huruf-huruf timbul yang digunakan sebagai simbol-simbol bagi huruf-huruf al-Quran al-Karim dan nama-nama suci tidak memerlukan thaharah (kesucian) dari hadas.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

26 Nov, 22:07


SOAL:
Bolehkah menghindari penulisan lafal Allah (Allah) atau menulisnya "A..." (Hamzah dan tiga titik) hanya karena diduga tersentuh oleh tangan orang yang tidak berwudhu?

JAWAB:
Tidak dilarang.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

26 Nov, 22:06


SOAL:
Saya bekerja di sebuah tempat yang kata "Allah" ditulis dengan "A..." (Hamzah dan tiga titik) dalam korespondensi mereka, apakah benar secara syar'i menulis dengan cara demikian sebagai ganti dari lafal Allah yang telah kami sebutkan?

JAWAB:
Secara syar'i, hal itu tidak dilarang (la mani').

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

25 Nov, 22:17


SOAL:
Biasanya nama "Allah" ditulis dengan "A .." (Alif dan tiga titik), seperti tulisan "ayat A..." atau dengan "Ilah" (Alif, Lam, dan Ha'). Apa hukum menyentuh kedua tulisan tersebut (Alif dan Ilah yang menggantikan kata Allah) bagi orang yang tidak berwudhu?

JAWAB:
Hukum (larangan menyentuh tanpa wudhu) kata "Allah" (lafal Allah) tidak berlaku atas huruf hamzah dan titik-titik (A...). Karena itu, diperbolehkan menyentuh kata tersebut (A) tanpa wudhu.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

25 Nov, 22:15


SOAL:
Apa hukum menyentuh kata ganti yang merujuk (mengikuti) Allah, Maha Pencipta, seperti dalam kalimat "Dengan nama-Nya" (bismihi ta'ala)?

JAWAB:
Hukum kata "Allah" (lafal Allah) tidak berlaku atas kata gantinya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

25 Nov, 22:14


SOAL:
Kami memohon penjelasan tentang perbedaan wudhu pria dan wudhu wanita?

JAWAB:
Tidak ada perbedaan antara wanita dan pria dalam perbuatan-perbuatan dan tata cara wudhu. Hanya saja disunahkan bagi pria membasuh kedua lengan dari bagian luar sedangkan wanita disunahkan membasuh dari bagian dalam.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

25 Nov, 22:12


SOAL:
Bila cairan, yang tidak dapat dipastikan sebagai air seni atau sebagai mani, keluar setelah melakukan kencing, istibra', dan wudhu, apa hukumnya?

JAWAB:
Dalam contoh kasus yang ditanyakan, wajib melakukan wudhu dan mandi agar memperoleh kepastian thaharah (kesucian).

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

24 Nov, 22:09


SOAL:
Pada salah satu bagian tubuh saya terdapat tato. Orang-orang mengatakan bahwa mandi, wudhu, dan shalat saya batal dan seakan bukan shalat. Saya memohon bimbingan YM tentang masalah ini!

JAWAB:
Bila tato itu hanyalah berupa warna atau la telah masuk di bawah kulit dan di atas permukaan kulit tidak terdapat suatu benda yang menghalangi sampainya air, maka wudhu, mandi, dan shalatnya sah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

24 Nov, 22:07


SOAL:
Apa yang mesti dilakukan oleh orang yang wudhunya memakan waktu melebihi tempo wudhu yang lazim digunakan oleh orang pada umumnya agar dapat memastikan bahwa angota-anggota yang wajib dalam wudhu telah terbasuh?

JAWAB:
la wajib menghindari rasa waswas. Agar setan putus asa darinya, ia harus mengabaikan waswas dan berusaha membatasi dirinya dengan melakukan sekedar yang wajib secara syar'i sebagaimana orang-orang lain.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

24 Nov, 22:05


SOAL:
Apakah sisa air basuhan kepala yang menyentuh sisa air basuhan wajah membatalkan wudhu?

JAWAB:
Karena diharuskan mengusap kedua kaki dengan menggunakan air wudhu yang tersisa di kedua telapak tangan, maka tidak diperbolehkan melebihkan usapan pada kepala sampai mengenai bagian atas dahi sehingga menyentuh basah di wajah agar sisa air di tangan yang diperlukan untuk mengusap kaki tidak bercampur dengan air yang telah dibasuhkan pada wajah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

22 Nov, 22:02


SOAL:
Apakah tinta yang terdapat di tangan merupakan salah satu penghalang yang membatalkan wudhu?

JAWAB:
Bila ia berupa benda yang menghalangi sampainya air ke kulit, maka wudhunya batal sedangkan penentuan terhadap subjek berada di tangan mukallaf.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

22 Nov, 22:00


SOAL:
Apakah pewarna buatan (semir, warna buatan) yang biasa digunakan oleh para wanita mewarnai rambut dan alis mereka menghalangi air wudhu dan mandi?

JAWAB:
Bila tidak berupa benda yang menghalangi sampainya air ke rambut dan (pewarna tersebut) hanya warna semata, maka wudhu dan mandinya sah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

22 Nov, 21:58


SOAL:
Apakah dimakruhkan mengeringkan air setelah wudhu sedangkan membiarkannya basah dimustahabkan?

JAWAB:
Bila ia menjadikan sebuah sapu tangan atau sepotong kain hanya untuk perbuatan itu, maka diperbolehkan (tidak bermasalah).

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

21 Nov, 22:23


SOAL:
Bolehkah memasukkan tangan dan wajah beberapa kali dalam air dalam wudhu irtimasi ataukah hanya diperbolehkan dua kali saja?

JAWAB:
la diperbolehkan membenamkan wajah dan kedua tangannya ke dalam air dua kali. Yang pertama meniatkan basuhan yang wajib dan yang kedua meniatkan basuhan mustahab. Lebih dari itu, tidaklah disyariatkan. Tentu ia wajib berniat membasuh kedua tangan saat mengeluarkannya dari air, agar ia dapat melakukan pengusapan dengan air wudhu*.

*Yang tersisa di tangan.–penerjemah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

21 Nov, 22:20


SOAL:
Bila di salah satu anggota wudhu seseorang terdapat luka yang selalu mengalirkan darah meskipun dibalut dengan pembalut, bagaimana ia melaksanakan wudhunya?

JAWAB:
la wajib memilih menggunakan pembalut yang tidak tertembus oleh darah, seperti nilon.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

21 Nov, 22:19


SOAL:
Apa hukum orang yang tidak mengetahui bahwa wudhunya batal lalu menyadari hal itu setelah selesai?

JAWAB:
la wajib mengulang wudhunya dan mengulang semua amal ibadahnya, yang disyaratkan dengan kesucian, seperti shalat.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

20 Nov, 22:12


SOAL:
Bila pada anggota wudhu yang wajib diusap terdapat luka, maka kewajiban apa yang harus dilakukan?

JAWAB:
Bila bagian atas luka tidak dapat diusap dengan tangan yang basah, maka ia harus bertayamum sebagai ganti dari wudhu. Namun bila memungkinkan untuk meletakkan sehelai kain di atas yang luka dan diusap di atasnya, maka berdasarkan ihtiyath (demi lebih berhati-hati) hendaknya selain tayamum ia melakukan wudhu dengan cara demikian.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

20 Nov, 22:10


SOAL:
Bila di salah satu anggota wudhu seseorang terdapat luka atau cedera patah tulang, maka bagaimanakah ia melakukan wudhunya?

JAWAB:
Bila pada anggota wudhu terdapat luka atau cedera patah tulang yang terbuka tetapi air tidak membahayakan, maka bagian tersebut wajib dibasuh dengan air. Apabila penggunaan air akan membahayakannya, maka ia hanya wajib membasuh sekitarnya* dan bila mengusapkan tangan di atasnya tidak membahayakan, maka berdasarkan ihtiyath (demi lebih berhati-hati) hendaknya mengusapkan tangan di atasnya.

*Anggota yang sehat saja.—penerjemah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

20 Nov, 22:07


SOAL:
Gugurkah kewajiban mengusap kaki kanan bila tangan kanannya putus, misalnya?

JAWAB:
Tidak gugur, melainkan diwajibkan mengusap dengan tangan kiri.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

19 Nov, 22:18


SOAL:
Apakah beberapa tetes air di kaki akibat pengusapan mengganggu (menggugurkan) sahnya wudhu?

JAWAB:
Seseorang diwajibkan mengeringkan bagian yang akan diusap dalam wudhu dari tetesan-tetesan agar anggota yang mengusap (tangan pelaku wudhu) berpengaruh pada anggota yang diusap*, bukan sebaliknya.

*Kaki.–penerjemah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

19 Nov, 22:17


SOAL:
Bila salah satu anggota dalam wudhu setelah dibasuh dan sebelum selesai wudhu terkena najis, maka apa hukumnya?

JAWAB:
Hal itu tidak mengganggu keabsahan wudhu meskipun mukallaf wajib menyucikan anggota (yang terkena najis) tersebut demi memperoleh kesucian dari najis (khabats) sebelum melakukan shalat.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

19 Nov, 22:16


SOAL:
Apakah anak kecil yang belum balig dianggap muhdits (tidak suci) karena hadas kecil? Bolehkah kami membiarkannya menyentuh tulisan kitab suci al-Quran?

JAWAB:
Ya, ia menjadi muhdits karena melakukan hal-hal yang menggugurkan wudhu tetapi para mukallaf tidak diwajibkan melarang anak kecil menyentuh tulisan al-Quran.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

18 Nov, 22:06


SOAL:
Seseorang mandi janabah 3 sampai 4 jam yang lalu. Ketika kemudian hendak melakukan shalat, ia tidak mengetahui (ragu) apakah mandinya telah batal ataukah tidak. Apakah bermasalah bila ia berhati-hati (ihtiyath) dengan berwudhu?

JAWAB:
Dengan asumsi tersebut di atas, wudhu tidaklah wajib tetapi tidak ada halangan (tidak ada larangan) syar'i untuk berhati-hati (ihtiyath) (dengan berwudhu).

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

18 Nov, 22:03


SOAL:
Beberapa orang menempati sebuah komplek hunian, namun mereka enggan membayar biaya keamanan dan jasa-jasa lain yang mereka gunakan, seperti air dingin dan panas, AC dan sebagainya. Apakah shalat, puasa, dan amal ibadah mereka, yang membebankan tanggungan keuangan jasa-jasa tersebut pada tetangganya yang merasa keberatan dan tidak rela, dianggap batal berdasarkan syariat Islam?

JAWAB:
Secara syar'i, tiap-tiap mereka berutang sesuatu yang wajib dibayar sebagai biaya penggunaan sarana umum. Bila mereka memang bermaksud untuk tidak membayar biaya air dan tetap menggunakannya untuk wudhu dan mandi, maka keabsahan kedua terutang tersebut diragukan, bahkan batal.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

18 Nov, 22:01


SOAL:
Apa hukum wudhu dan shalat orang yang tidak dapat menahan angin (kentut) tetapi dalam ukuran sedikit?

JAWAB:
Bila ia tidak mempunyai cukup waktu untuk mempertahankan wudhunya sampai akhir shalat dan bila memperbarui wudhu di tengah shalat menyulitkannya, maka diperbolehkan melakukan satu shalat dengan satu kali wudhu. Artinya, ia cukup melakukan shalat sekali dengan satu kali wudhu meski batal (kentut) di pertengahan shalat.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

17 Nov, 22:16


SOAL:
Apa hukum memisahkan masing-masing anggota wudhu atau mandi dengan jeda waktu?

JAWAB:
Jeda waktu (tidak berkesinambungan) dalam mandi tidaklah bermasalah (diperbolehkan secara syar'i). Namun, apabila menunda penyempurnaan wudhu menyebabkan anggota yang sudah terlewati (yang sudah dibasuh atau diusap) kering, maka batallah wudhunya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

17 Nov, 22:12


SOAL:
Bagaimanakah (hukum) mengusap kepala dalam wudhu bagi orang yang memakai rambut pasangan (wig)? Bagaimana kewajibannya dalam mandi (yang wajib)?

JAWAB:
Apabila rambut pasangan tersebut ditanam dan tidak dapat dilepas atau apabila menghilangkannya menyulitkan dan membahayakan, meski air tidak dapat sampai ke dalam kulit, maka ia cukup mengusapnya. Hukum mandinya pun demikian.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

17 Nov, 22:09


SOAL:
Apakah sekedar membasahi rambut saja cukup (dianggap sebagai sah) dalam mengusap kepala (yang diwajibkan dalam wudhu), ataukah basahnya tangan wajib mengenai kulit kepala?

JAWAB:
Mengusap kulit kepala (dalam wudhu) tidaklah wajib. Mengusap rambut pada bagian depan kepala sudah dianggap cukup.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

15 Nov, 22:20


SOAL:
Apakah mengalirnya air ke setiap bagian tangan merupakan syarat keabsahan wudhu, ataukah, mengusapnya dengan tangan yang basah adalah cukup (untuk melepaskan beban syar'i)?

JAWAB:
Tolok ukur dalam membasuh (dalam wudhu) adalah menyampaikan air ke seluruh bagian anggota meskipun dengan cara mengusap bagian tersebut dengan tangan. Namun, hanya mengusap anggota wudhu dengan tangan basah tidaklah cukup.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

15 Nov, 22:19


SOAL:
Apakah hukum orang yang selalu pergi ke mesjid, shalat, membaca al-Quran dan berziarah ke (pusara) para wali suci as, sedangkan ia selalu ragu terhadap wudhunya?

JAWAB:
Ragu tentang kesucian setelah melakukan wudhu tidaklah diperhitungkan (mesti diabaikan). Selama tidak yakin bahwa wudhunya batal, maka ia diperbolehkan shalat dan membaca al-Quran serta berziarah*.

*Berziarah adalah ibadah mengunjungi makam Nabi dan para wali suci.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

15 Nov, 22:14


SOAL:
Apakah wudhu itu sendiri dianjurkan (mustahab), dan sahkah berwudhu didasari dengan niat mendekatkan diri kepada Allah (qurbah) sebelum tiba waktu shalat lalu memakainya untuk shalat?

JAWAB:
Berwudhu dengan tujuan memelihara diri dalam kesucian adalah sesuatu yang diutamakan (rajih) secara syar'i, dan diperbolehkan melakukan shalat dengan wudhu yang mustahab tersebut.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

14 Nov, 22:10


SOAL:
Bila kami sampai di suatu tempat lalu mencari air di kejauhan beberapa farsakh dan kami temukan air yang kotor, wajib bertayamum ataukah berwudhu dengan air itu?

JAWAB:
Bila air itu suci dan penggunaannya tidak membahayakan dan tidak ada bahaya yang dikhawatirkan, maka wajib berwudhu dengannya. Dengan adanya air tersebut, tidak diperbolehkan beralih kepada tayamum.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

14 Nov, 22:09


SOAL:
Kedua kaki saya lumpuh, karena itu saya berjalan dengan bantuan sepatu medis dan dua tongkat kayu. Karena tidak mungkin bagi saya dengan cara apa pun melepas sepatu ketika akan berwudhu, maka mohon YM menerangkan untuk saya taklif berkenaan dengan mengusap kedua kaki (dalam berwudhu)?

JAWAB:
Bila melepas sepatu untuk mengusap kaki sangat menyulitkan Anda, maka mengusapnya cukup (untuk melepaskan beban syar'i) dan sah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

14 Nov, 22:07


SOAL:
Bolehkah melakukan wudhu untuk melakukan shalat fardhu sebelum masuk waktunya?

JAWAB:
Tidak ada halangan (tidak dilarang) berwudhu untuk melakukan shalat fardhu bila sudah hampir memasuki waktunya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

14 Nov, 22:06


SOAL:
Apakah wudhu yang dilakukan sebelum shalat zuhur dan asar cukup untuk shalat magrib dan isya, karena ia belum melakukan apa pun yang membatalkan selama itu, ataukah wajib niat dan wudhu sendiri-sendiri untuk setiap shalat?

JAWAB:
Tidak wajib melakukan wudhu untuk setiap shalat, melainkan boleh melakukan beberapa shalat dengan satu kali wudhu selama belum batal.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

13 Nov, 22:22


SOAL:
Orang yang tidak mampu berwudhu bisa meminta seseorang mewakilinya untuk berwudhu, dan ia niat dan mengusap dengan tangannya sendiri, bila ia tidak mampu mengusap, maka yang mewakilinya mengambil dan mengusapkan tangannya. Bila tidak mampu melakukannya, maka wakil yang menggantikannya mengambil sisa air dari tangannya dan mengusapkannya. Bila yang diwakili tidak mempunyai tangan, apa hukumnya?

JAWAB:
Bila tidak mempunyai telapak tangan hendaknya ia mengambil sisa air dari lengan dan mengusapkannya, bila tidak mempunyai lengan, ia mengambil sisa air dari wajah dan mengusapkannya ke kepala dan kedua kakinya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

13 Nov, 22:18


SOAL:
Sebagian wanita menyatakan (mengaku) bahwa cat kuku tidak menghalangi wudhu dan bahwa mengusap kaus kaki yang transparan (dalam wudhu) diperbolehkan. Apa pendapat (fatwa) YM?

JAWAB:
Bila cat kuku itu memiliki benda, maka akan menghalangi sampainya air ke kuku dan wudhunya batal. Adapun mengusap kaus kaki meskipun transparan tidak sah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

13 Nov, 22:17


SOAL:
Bolehkah mengusap dengan menggunakan selain air wudhu? Apakah mengusap kepala diharuskan dengan tangan kanan dan dari atas ke bawah?

JAWAB:
Diharuskan mengusap kepala dan kaki dengan sisa basuhan yang ada di tangan. Bila tidak ada air yang tersisa, maka harus mengambil dari jenggot atau alis. Berdasarkan ihtiyath (demi lebih berhati-hati), diharuskan mengusap dengan tangan kanan namun tidak harus dari atas ke bawah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

12 Nov, 22:34


SOAL:
Bila pelaku wudhu saat membasuh kedua tangan dan wajah dengan tujuan berwudhu membuka dan menutup keran air, maka apakah hukum (menyentuh) pipa yang basah tersebut?

JAWAB:
Tidak masalah dan tidak mengganggu sahnya wudhu. Namun, apabila setelah selesai membasuh tangan kiri dan sebelum mengusap dengannya ia meletakkan tangannya di atas keran yang basah maka keabsahan wudhunya diragukan, bila air wudhu di telapak tangannya bercampur dengan air luar.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

12 Nov, 22:32


SOAL:
Apakah dianjurkan bagi orang yang mengusap kaki dalam berwudhu
untuk mengusap bagian bawah jari, yaitu bagian yang menyentuh bumi saat berjalan?

JAWAB:
Tempat mengusap adalah bagian atas telapak kaki dari ujung jari sampai ke pergelangan kaki, dan tidak ditetapkan anjuran (istihbab) untuk mengusap bagian bawah jari-jari kaki.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

12 Nov, 22:30


SOAL:
Apa pendapat (fatwa) YM tentang berwudhu sebelum masuk waktu (shalat)? Dalam salah satu fatwa, Anda mengatakan bahwa bila jarak waktu antara wudhu dan permulaan waktu shalat dekat, maka boleh shalat dengan wudhu tersebut. Apakah yang Anda maksud dengan jarak waktu dekat dengan awal waktu shalat itu?

JAWAB:
Tolok ukurnya adalah sesuai dengan anggapan umum ('urf) tentang jarak waktu yang dekat dengan tibanya waktu shalat. Maka tidak masalah bila ia berwudhu ketika itu untuk shalat (yang belum masuk waktunya tapi dekat).

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

11 Nov, 22:39


SOAL:
Tekanan air di daerah kami sangat rendah sehingga di lantai atas bangunan alirannya sangat lemah bahkan terkadang tidak sampai. Di lantai bawah juga alirannya sangat lemah. Sebagian tetangga memasang pompa listrik, yang ketika dinyalakan, aliran air di lantai atas terputus sementara di lantai bawah bila tidak berhenti maka tekanannya sangat lemah hingga terkadang tidak dapat dipergunakan. Kesulitan makin bertambah pada saat-saat wudhu dan mandi, yang terkadang sama sekali kami tidak dapat menggunakan air. Apabila pompa tidak dihidupkan, semua orang dapat mempergunakan air tersebut untuk berwudhu, mandi, dan melakukan shalat. Di sisi lain, perusahaan air menentang pemasangan pompa dan bila menemukannya di sebuah rumah, maka mereka akan memperingatkan pemiliknya lalu mengenakan denda bila tidak mencabutnya. Atas dasar itulah, kami mengajukan dua pertanyaan berikut.

Apakah memasang pipa tersebut diperbolehkan menurut syariat? Bila tidak diperbolehkan, apakah hukum berwudhu dan mandi dalam keadaan pompa menyala?

JAWAB:
Memasang pompa dan memanfaatkannya dalam kasus yang ditanyakan tidak diperbolehkan sedangkan (keabsahan) mandi dan berwudhu dengannya diragukan.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

11 Nov, 22:30


SOAL:
Sebuah mata air terletak di sebuah tanah milik seseorang. Bila kami hendak menarik dan menyalurkan airnya dengan pipa ke daerah yang berjarak beberapa kilometer dari situ, maka pipa tersebut harus melewati tanah orang itu dan tanah orang-orang lain. Bila mereka tidak merelakan, bolehkah kami menggunakan sumber air itu untuk berwudhu, mandi, dan penyucian-penyucian lainnya?

JAWAB:
Apabila mata air di pinggiran tanah dan di luar tanah milik orang lain menjadi sumber secara alami dan sebelum mengaliri tanah disalurkan ke pipa dan pinggir tanah yang di dalamnya terdapat sumber dan pinggir tanah-tanah lain digunakan sebagai tempat lewat pipa, maka tidak masalah dalam menggunakan air tersebut, selama hal itu menurut pandangan umum ('urf) tidak termasuk pelanggaran terhadap tanah yang terdapat mata air di dalamnya dan tanah orang-orang lain juga.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

11 Nov, 22:27


SOAL:
Apa hukum berwudhu di masjid-masjid, pos-pos perbatasan, dan instansi-instansi yang dibangun oleh pemerintah di negara-negara Muslim?

JAWAB:
Hal itu diperbolehkan (la ba'sa) dan tidak dilarang secara syar'i.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

10 Nov, 22:23


SOAL:
Apakah yang dimaksud dengan ka'b (mata kaki) yang merupakan batas akhir mengusap kaki?

JAWAB:
Yang masyhur ka'b (mata kaki) adalah bagian yang menonjol dari bagian atas telapak kaki sampai pergelangan kaki yang biasa disebut (dalam bahasa Arab) dengan qubbah bagian atas kaki. Namun, ihtiyath (demi lebih berhati-hati), yang tidak diperbolehkan ditinggalkan adalah meneruskan pengusapan hingga pergelangan kaki.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

10 Nov, 22:22


SOAL:
Sejak beberapa waktu lalu, saya tidak mengusap kedua kaki dari ujung jari tetapi dulu mengusap permukaan luar kaki dan sebagian dari pangkal jari-jari. Apakah mengusap dengan cara demikian sah hukumnya? Bila hal itu dianggap bermasalah, maka wajibkah saya mengqadha shalat yang telah saya lakukan?

JAWAB:
Bila usapan tidak mencakup ujung jari-jari, maka wudhu Anda batal dan Anda wajib mengqadha shalat-shalat Anda.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

10 Nov, 22:19


SOAL:
Apakah minyak yang keluar secara alami dari tubuh di rambut atau kulit dianggap sebagai penghalang (air dalam bersuci)?

JAWAB:
la tidak dianggap sebagai penghalang kecuali bila kadarnya mencapai batas yang dipandang oleh mukallaf menghalangi sampainya air ke kulit atau rambut.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

09 Nov, 00:47


SOAL:
Seseorang berkata bahwa ketika berwudhu ia diharuskan menuangkan air ke wajah sebanyak 2 gayung saja sedangkan gayung yang ketiga (akan) membatalkan wudhu. Apakah ini benar (sah)?

JAWAB:
Kewajiban membasuh anggota wudhu pertama kali hukumnya wajib sementara yang kedua kali diperbolehkan dan lebih daripada itu tidak diperbolehkan (tidak masyru'). Namun, ukuran banyaknya basuhan tergantung pada niat si pelaku wudhu itu sendiri. Maka dari itu, bila ia berniat melakukan pembasuhan pertama, tidaklah terhalang secara syar'i (tidak dilarang) menuangkan air beberapa gayung.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

09 Nov, 00:46


SOAL:
Seorang lelaki memasang rambut palsu di kepalanya. Bila dilepas, hal itu akan menyulitkannya. Apakah saat berwudhu, ia diperbolehkan mengusap rambut palsunya itu?

JAWAB:
la tidak diperbolehkan mengusap rambut palsu melainkan wajib melepasnya agar dapat mengusap kulit kepala, kecuali apabila hal tersebut menyulitkan dan memberatkannya sehingga tidak dapat ditanggungnya, seperti apabila rambut palsu ditanam di atas kulit kepala. Jika demikian, maka ia cukup mengusapnya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

09 Nov, 00:45


SOAL:
Saya berwudhu didasari dengan niat bersuci untuk shalat magrib. Bolehkah saya menyentuh al-Quran dan melakukan shalat isya?

JAWAB:
Setelah melaksanakan wudhu yang sah dan selama belum batal, Anda diperbolehkan melakukan sesuatu yang memerlukan kesucian (thaharah).

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

08 Nov, 00:49


▶️ Tentang menyentuh ayat-ayat al-Quran, nama-nama Allah Swt, nabi dan imam

1. Memakai kalung dengan ukiran ayat-ayat al-Quran atau nama-nama mulia (nama-nama Allah Swt, para nabi dan para imam Ahlulbait), adalah tidak bermasalah, tetapi dilarang menyentuhkannya pada tubuh yang tanpa taharah.

2. Diperbolehkan menggunakan mangkok yang diukir dengan ayat-ayat al-Quran seperti Ayat Kursi atau nama-nama mulia, dengan syarat ketika menyentuhnya harus dengan wudu atau mengambil makanan darinya dengan menggunakan sendok.

3. Seseorang yang menulis ayat-ayat al-Quran, nama-nama mulia, atau nama para imam as dengan alat tulis, tidak wajib untuk berada dalam keadaan wudu ketika menulisnya (pekerjaan ini tidak disyaratkan adanya taharah). Tetapi tidak boleh menyentuhnya tanpa wudu.

4. Tulisan yang terukir pada cincin, bila merupakan kata-kata yang di syaratkan kesucian untuk menyentuhnya seperti ayat al-Quran dan sejenisnya, maka tidak diperbolehkan menyentuhnya tanpa taharah.

5. Mencetak dan menyebarkan ayat-ayat al-Quran, nama-nama Allah Swt dan sejenisnya adalah diperbolehkan. Tetapi bagi yang menerimanya wajib untuk memerhatikan hukum-hukum fikih yang berkenaan dengan masalah ini serta berusaha untuk tidak meremehkan, menajiskan dan menyentuhnya tanpa wudu.

6. Tidak diperbolehkan menggunakan surat kabar-surat kabar yang di dalamnya termuat tulisan ayat-ayat al-Quran, nama-nama mulia dan sejenisnya untuk membungkus makanan, alas duduk, alas berdiri, menghamparkannya untuk alas makan dan sejenisnya, bila dalam pandangan umum dianggap sebagai pelecehan dan penghinaan. Namun bila tidak demikian, maka diperbolehkan.

7. Membuang sesuatu yang di dalamnya terdapat ayat-ayat al-Quran atau nama-nama Allah Swt ke sungai-sungai atau parit, bila menurut pandangan umum tidak dianggap sebagai suatu penghinaan, maka hal ini dibolehkan.

8. Bila tidak diketahui dengan jelas keberadaan ayat-ayat al-Quran dan nama-nama Allah Swt serta nama-nama para maksum as dalam sebuah lembaran kertas, maka diperbolehkan membakar atau membuangnya. Dalam masalah ini, tidak ada kewajiban untuk memeriksanya. Namun demikian, membakar dan membuang lembaran-lembaran kertas yang masih ada kemungkinan bisa dimanfaatkan dalam pembuatan karton dan sejenisnya, atau salah satu sisinya masih bisa digunakan untuk menulis, tidak dibenarkan secara syar'i dikarenakan adanya kemungkinan masuk dalam kategori pemborosan (israf).

9. Diperbolehkan mengubur kertas yang bertuliskan ayat-ayat al-Quran dan nama-nama mulia di dalam tanah atau mencampurnya dengan air untuk mengubahnya menjadi adonan. Tetapi membakarnya bermasalah, dan bila hal ini dianggap sebagai suatu penghinaan, maka tidak diperbolehkan, kecuali bila terdesak oleh keadaan darurat dan tidak ada kemungkinan untuk memisahkan tulisan ayat-ayat al-Quran dan nama-nama mulia tersebut.

10. Memotong-motong atau menggunting ayat-ayat al-Quran dan nama-nama mulia dalam jumlah banyak sehingga tidak bisa dibaca lagi dan tidak ada dua huruf yang saling bersambungan, bila hal ini dianggap sebagai suatu penghinaan, maka tidak diperbolehkan. Adapun apabila tidak sampai menghapus tulisan kata "Allah" dan ayat-ayat al-Quran, maka dianggap tidak cukup (untuk membebaskan mukalaf dari beban syar'i), karena mengubah bentuk tulisan, menambah atau mengurangi sebagian huruf-huruf tidak bisa menghilangkan hukum-hukum syar'i yang berlaku atas huruf-huruf yang ditorehkan dengan tujuan untuk menulis ayat-ayat al-Quran atau nama-nama mulia. Meskipun demikian, tidak jauh dari kemungkinan, bahwa mengubah huruf-huruf dengan cara yang dianggap sebagai penghapusan huruf akan bisa menggugurkan hukum, namun secara ihtiyath (mustahab) tetap dianjurkan untuk menghindari sentuhan dengannya tanpa memiliki wudu.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

06 Nov, 22:24


2⃣ Wudu merupakan syarat diperbolehkannya amal

1. Menyentuh al-Quran:

Menyentuh tulisan al-Quran tanpa wudu, hukumnya haram. Aturan ini tidak hanya berlaku untuk yang ada di dalam al-Quran saja, melainkan mencakup seluruh kata dan ayat suci al-Quran, meskipun berada di dalam buku, surat kabar, poster dan lain-lain.

Catatan:
Berkenaan dengan masalah ini, seluruh bagian tubuh seperti bibir, wajah dan selainnya, memiliki hukum yang sama dengan tangan.

2. Menyentuh nama-nama Allah Swt, para nabi as, dan para imam as.

a. Menyentuh nama-nama dan sifat-sifat khusus Allah Swt tanpa wudu adalah haram. Demikian juga berdasarkan ihtiyath (wajib) menyentuh nama-nama mulia para nabi as. Menyentuh nama-nama para imam as pun memiliki hukum sebagaimana menyentuh nama-nama Allah Swt.

b. Menyentuh lafaz agung (al-jalalah) tanpa wudu, meskipun merupakan bagian dari sebuah kata yang majemuk seperti Abdullah dan Habibullah adalah tidak diperbolehkan.

c. Menyentuh kata ganti yang merujuk kepada Zat Allah Swt seperti kata ganti dalam kalimat "Dengan nama-Nya" (bismihi ta'ala) mempunyai hukum lafzh al-jalalah "Allah".

d. Tulisan hamzah dan tiga titik (A...) sebagai pengganti lafzh al-jalalah (Allah), tidak dilarang secara syar'i. Hamzah dengan tiga titik, tidak memiliki hukum lafzh al-jalalah, sehingga diperbolehkan menyentuh kata tersebut tanpa wudu.

e. Menghindari penulisa kata "Allah" untuk menghindari kemungkinan tersentuhnya tulisan tersebut oleh tangan orang-orang yang tidak memiliki wudu, adalah diperbolehkan.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

06 Nov, 00:47


➡️ Tujuan Berwudu

Tujuan berwudu terbagi dalam lima bagian, yaitu:

1. Syarat keabsahan amal

Yaitu bila amalan ini dilakukan tanpa wudu, maka amalan tersebut menjadi tidak benar atau tidak sah, yaitu pada:

a. Seluruh salat wajib dan mustahab (kecuali salat jenazah)

b. Mengganti bagian yang terlupakan dalam salat (sujud dan tasyahud)

c. Tawaf wajib

2. Syarat diperbolehkannya amal (agar tidak haram)

Yaitu bila amalan ini dilakukan tanpa wudu, amalan tersebut menjadi haram:

a. Menyentuh tulisan al-Quran

b. Menyentuh nama-nama dan sifat-sifat khusus Allah Swt

c. Menyentuh nama para Nabi as dan para Imam as (berdasarkan ihtiyath wajib)

3. Syarat sempurnanya amal

Seperti berwudu untuk membaca al-Quran

4. Syarat terlaksananya amal

Seperti berwudu untuk senantiasa dalam keadaan taharah (kesucian)

5. Menghilangkan makruhnya amal

Seperti makan dalam keadaan janabah. Bila dilakukan setelah berwudu maka sifat makruhnya akan terangkat.

Penjelasan:
1⃣ Wudu merupakan syarat keabsahan amal

1. Wudu merupakan syarat keabsahan bagi seluruh salat wajib dan mustahab. Begitu juga merupakan syarat keabsahan untuk melaksanakan bagian-bagian yang terlupakan dalam salat. Karena itu, tidak ada satupun salat yang sah tanpa berwudu, kecuali salat jenazah yang (memang) tidak disyaratkan adanya wudu.

2. Wudu juga merupakan syarat keabsahan bagi tawaf wajib. Tanpa wudu tawaf wajib menjadi batal. Yang dimaksud dengan tawaf wajib adalah tawaf yang merupakan bagian dari haji atau umrah, meskipun haji dan umrah yang mustahab. Tetapi pada tawaf mustahab yang dilakukan pada selain haji dan umrah, tidak mensyaratkan wudu.

3. Diperbolehkan berwudu untuk melakukan salat wajib (yang belum masuk waktunya) bila menurut pandangan umum berada pada jarak yang dekat dengan masuknya waktu salat.

4. Wudu dengan niat untuk menjaga kesucian, menurut syar'i, merupakan perbuatan yang terpuji dan mustahab, dan tidak ada larangan untuk melakukan salat dengan wudu mustahab ini.

5. Mustahab bagi setiap muslim untuk senantiasa berada dalam keadaan wudu, khususnya ketika memasuki masjid. Demikian juga ketika memasuki tempat-tempat yang mulia, membaca al-Quran dan ketika hendak tidur, juga pada beberapa waktu lainnya.

6. Apabila wudu telah dilakukan secara benar, maka selama belum batal, dengan wudu tersebut seseorang bisa melakukan setiap amalan yang mensyaratkan taharah. Karena itu, tidak ada kewajiban untuk melakukan wudu secara terpisah pada tiap-tiap salat, melainkan satu wudu bisa digunakan untuk berapun salat selama wudu tersebut belum batal.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

05 Nov, 00:36


▶️ Hal-hal yang Membatalkan Wudu

1. Keluarnya air kencing
2. Keluarnya kotoran besar
3. Keluaranya angin dari perut
4. Tidur
5. Hal-hal yang menghilangkan akal seperti gila, mabuk dan pingsan
6. Istihadah wanita
7. Segala sesuatu yang menyebabkan mandi seperti janabah, darah haid dan menyentuh jenazah.

Catatan:
Hal-hal yang membatalkan wudu dinamakan dengan "mubthilat wudhu".

Dengan terjadinya hal-hal yang membatalkan wudu, anak-anak yang belum balig pun (sebagaimana yang telah balig) akan menjadi muhdits (yaitu wudunya batal).

▶️ Hukum-hukum Wudu

1. Seseorang yang jahil (tidak mengetahui) hal-hal yang membatalkan wudu dan setelah wudu baru menyadari hal tersebut, wajib baginya untuk mengulang wudunya untuk amalan-amalan yang mensyaratkan taharah. Bila dia telah melakukan salatnya dengan wudunya yang batal, maka dia pun wajib mengulang salatnya.

2. Seseorang yang dalam aktivitas-aktivitas wudu dan syarat-syaratnya seperti kesucian, kemubahan (tidak gasab) memiliki banyak keraguan, maka dia tidak perlu mengindahkan keraguannya.

3. Keraguan-keraguan dalam wudu:
a. Keraguan berkenaan dengan wudu itu sendiri (ragu telah berwudu ataukah belum):

🔹 Jika terjadi sebelum solat, maka harus berwudu

🔹 Jika terjadi pada pertengahan salat, maka salatnya batal dan dia harus berwudu kembali dan mengulangi salatnya.

🔹 Jika terjadi setelah salat (ragu apakah salatnya dia lakukan dengan wudu ataukah tidak), maka salat yang telah dia lakukan dianggap sah. Tetapi dia harus berwudu untuk melakukan salat-salat selanjutnya.

b. Keraguan berkenaan dengan kebenaran wudu (ragu, wudu yang telah dia lakukan telah batal ataukah belum): ia harus menetapkan bahwa wudunya belum batal.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

04 Nov, 00:50


▶️ Wudu Irtimasi

A. Makna wudu irtimasi

Dalam berwudu, seseorang diperbolehkan membenamkan wajah dan kedua tangannya ke dalam air dengan niat berwudu, lalu mengeluarkannya. Hal ini dilakukan sebagai pengganti membasuhkan air pada permukaan wajah dan kedua tangan. Wudu yang dilakukan dengan cara seperti ini dinamakan wudu irtimasi.

B. Hukum-hukum wudu irtimasi

1. Dalam wudu irtimasi diwajibkan juga membasuh anggota wudu dari atas ke bawah.

2. Dalam wudu ini, wajah dan kedua tangan hanya bisa dimasukkan ke dalam air sebanyak dua kali. Yang pertama adalah wajib, yang kedua diperbolehkan. Lebih dari itu, tidak masyru' (tidak dibenarkan oleh syariat). Berkenaan dengan masuknya kedua tangan ke dalam air, niat basuhan untuk wudu harus dilakukan pada saat mengeluarkannya dari air supaya dengan cara ini bisa melakukan pengusapan dengan air wudu.

▶️ Wudu Jabirah

A. Makna wudu jabirah

Bila pada anggota wudu terdapat luka yang permukaannya tertutup, maka tempat-tempat yang bisa dibasuh harus dibasuh. Sedangkan basuhan pada permukaan luka yang tertutup (jabirah) digantikan dengan usapan tangan yang basah. Wudu yang demikian ini dinamakan "wudu jabirah".

B. Hukum-hukum wudu jabirah

1. Bila pada anggota wudu (wajah dan kedua tangan) terdapat luka atau cedera patah tulang yang permukaannya terbuka dan air tidak membahayakan baginya, maka anggota tersebut wajib dibasuh dengan air. Namun jika penggunaan air akan membahayakannya, ia hanya diwajibkan membasuh sekitar luka. Bila pengusapan tangan basah pada tempat tersebut tidak membahayakan, maka berdasarkan ihtiyath (wajib) hendaknya dia mengusapkan tangan basah di atasnya.

2. Bila pada tempat yang wajib diusap terdapat luka dan permukaannya tidak bisa diusap dengan tangan basah, maka diwajibkan melakukan tayamum sebagai pengganti wudu. Namun jika memungkinkan untuk meletakkan kain pada permukaan luka lalu mengusapkan tangan basah pada permukaannya, berdasarkan ihtiyath (wajib) hendaknya selain melakukan tayamum dia juga melakukan wudu dengan cara demikian.

3. Bila pada salah satu anggota wudu terdapat luka yang senantiasa mengeluarkan darah, maka wajib untuk meletakkan balutan pada permukaan luka supaya darah tidak keluar (tidak tertembus darah) seperti nilon.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

31 Oct, 22:31


8⃣ Tertib

Wudu wajib dilakukan dengan ketertiban sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan "ketertiban wudu". Bila dilakukan dengan ketertiban yang lain, maka wudu menjadi batal.

9⃣ Berkesinambungan

Pekerjaan-pekerjaan wudu harus dilakukan secara berkesinambungan sebagaimana wajarnya, dengan artian jika terdapat jeda waktu di antara mereka, sehingga ketika membasuh atau mengusap anggota wudu, bagian-bagian yang telah dibasuh sebelumnya menjadi kering, maka wudu tersebut batal.

🔟 Langsung (mubasyarah)

Seseorang yang berwudu, wajib melakukan aktivitas wudunya secara sendiri. Bila orang lain mewudukannya atau membantu dalam menyampaikan air ke wajah, kedua tangan dan dalam mengusap kepala serta kedua kaki, maka wudunya batal.

Catatan:
Seseorang yang tidak mampu melakukan wudu sendiri karena sakit atau semisalnya, dia harus meminta kepada orang lain untuk membantunya dalam melakukan aktivitas wudunya. Tentu saja yang bersangkutanlah yang harus berniat, dan bila mampu, dia sendiri pula yang harus mengusap kepala. Tetapi bila tidak mampu, maka wakilnya mengambil tangannya lalu mengusapkannya. Bila untuk aktivitas ini pun dia tidak mampu melakukannya, maka wakilnya mengambil basahan tangan darinya dan mengusapkannya. Bila dia tidak memiliki telapak tangan, basahan dapat diambil dari lengannya. Bila dia pun tidak memiliki lengan pula, maka basahan diambil dari wajahnya kemudian wakilnya mengusapkan basahan ini ke kepala serta kedua kakinya.

1⃣1⃣ Terdapat waktu yang cukup untuk wudu dan salat

Bila waktu solat sedemikian sempit sehingga jika berwudu tidak akan bisa melakukan keseluruhan salat dalam waktunya, melainkan sebagiannya akan keluar dari waktunya, maka dalam keadaan ini, ia tidak diperbolehkan berwudu, melainkan harus bertayamum lalu melakukan salatnya. Tentunya bila waktu yang digunakan untuk melakukan tayamum seukuran dengan waktu untuk berwudu maka dia harus berwudu.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

30 Oct, 22:30


6⃣ Anggota wudu harus dalam keadaan suci

Anggota wudu harus dalam keadaan suci ketika hendak dibasuh dan diusap. Tetapi bila tempat yang telah dibasuh atau diusap menjadi najis sebelum selesai wudu, maka wudu tetap dianggap benar. Tentunya menyucikannya dari najis demi memperoleh kesucian untuk melakukan salat adalah wajib.

Catatan:
Bila seusai wudu, seseorang ragu apakah sebelum wudu dia telah membersihkan tempat yang najis ataukah belum, dalam keadaan ini, bila pada saat berwudu dia tidak memerhatikan kesucian dan kenajisan tempat itu, maka wudunya batal. Namun bila dia mengetahui atau terdapat asumsi telah memerhatikan kesucian dan kenajisannya, maka wudu yang dia lakukan benar. Tetapi pada kedua keadaan diatas, dia tetap harus menyucikan tempat tersebut dengan air.

7⃣ Pada anggota wudu tidak terdapat penghalang untuk sampainya air

Pada anggota wudu harus tidak terdapat penghalang bagi sampainya air, dan jika tidak demikian, wudu dihukumi batal.

Catatan:
Minyak yang secara alami muncul pada rambut dan wajah, tidak dianggap sebagai penghalang wudu, kecuali jika hal tersebut telah sampai pada tingkat menjadi penghalang bagi sampainya air ke rambut dan kulit.

Warna yang terdapat pada permukaan kuku, bila berbenda, dianggap menjadi penghalang bagi sampainya air ke kuku, dengan demikian akan membatalkan wudu.

Pewarna buatan (semir) yang digunakan oleh wanita untuk mewarnai rambut dan alis, bila hanya memiliki warna semata tanpa adanya benda yang menjadi penghalang bagi sampainya air ke rambut, maka melakukan wudu dengan keberadaannya adalah sah.

Tinta, jika memiliki benda yang bisa menjadi penghalang bagi sampainya air ke kulit, bisa menjadi penyebab batalnya wudu. Penetapan masalah ini berada pada penilaian si mukalaf.

Berkenaan dengan masalah tato, bila tato hanya memiliki warna saja, atau ia berada di bawah kulit, sementara tidak terdapat sesuatu pada permukaan kulit yang bisa menjadi penghalang bagi sampainya air, maka wudu dengan keberadaannya adalah sah.

Sekadar bekas kapur atau sabun yang dapat terlihat setelah anggota tubuh mengering, tidak dianggap mempengaruhi keabsahan wudu, kecuali jika terdapat benda yang menjadi penghalang bagi sampainya air ke permukaan kulit.

Bila seseorang mengetahui terdapat sesuatu yang menempel pada anggota wudu, tetapi dia ragu apakah menjadi penghalang bagi sampainya air ataukah tidak, maka sesuatu tersebut harus dihilangkan.

Bila sebelum wudu seseorang mengetahui terdapat penghalang bagi sampainya air pada sebagian anggota wudunya, dan seusai wudu dia ragu apakah dia telah menyampaikan air ke tempat tersebut ataukah belum, jika dia berasumsi bahwa pada saat berwudu dia memiliki catatan terhadap adanya penghalang wudu, maka wudunya sah.

Apabila seseorang ragu apakah pada anggota wudunya terdapat penghalang bagi sampainya air yang menempel ataukah tidak, bila asumsinya diterima oleh pandangan masyarakat umum–seperti setelah seseorang bekerja dengan lumpur akan terdapat asumsi adanya lumpur yang menempel di tangannya–maka dia harus menelitinya atau mengusap-usapkan tangannya hingga yakin jika ada yang menempel maka sudah hilang atau air telah sampai dibawahnya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

30 Oct, 00:40


Penjelasan:
1⃣ Niat

Wudu harus dilakukan dengan tujuan qurbah yaitu dengan niat bahwa amalan ini dilakukan hanya karena melaksanakan perintah Allah Swt. Dengan demikian, bila seluruh amalan wudu dilakukan secara simbolik saja atau dilakukan untuk mencari kesejukan, maka wudu menjadi batal.

2⃣ Tidak ada larangan baginya untuk menggunakan air

Seseorang yang takut akan menjadi sakit ketika berwudu, atau bila menggunakan air untuk berwudu akan menjadi kehausan, maka dia tidak boleh berwudu.

3⃣ Air wudu harus mutlak

Air wudu harus mutlak. Karena itu, melakukan wudu dengan air mudhaf adalah batal.

4⃣ Air wudu harus suci

Air wudu juga harus suci. Karena itu berwudu dengan air najis dihukumi batal.

Catatan:
Seseorang yang telah pergi mencari air dan hanya menemukan air yang kotor dan tercemar, bila air tersebut suci dan mutlak, tidak terdapat bahaya dalam pemakaiannya dan juga tidak ada kekhawatiran akan menimbulkan bahaya, maka dia wajib berwudu dan dengan keberadaan air tersebut tidak ada kebolehan untuk beralih ke tayamum.

5⃣ Air wudu harus mubah

Air yang digunakan untuk berwudu harus air mubah. Karena itu tidak boleh berwudu dengan menggunakan air gasab.

Catatan:
Menggunakan air di tempat yang secara mutlak digunakan untuk berwudu para jamaah salat, tidaklah bermasalah.

Berwudu di masjid-masjid, instansi-instansi dan kantor-kantor pemerintahan yang biasanya dibangun oleh pemerintahan Islam, adalah diperbolehkan dan tidak ada halangan syar'i.

Bila perusahaan air melarang pemasangan dan penggunaan pompa listrik, maka pemasangan dan penggunaannya tidak diperbolehkan, dan melakukan wudu dengan menggunakan air yang diperoleh dari pompa tersebut, hukumnya tidak boleh (mahallul isykal), sekalipun oleh para penghuni lantai atas yang menggunakannya karena alasan lemahnya tekanan air.

Masing-masing penghuni yang tinggal bersama dalam komplek-komplek perumahan maupun nonperumahan, dalam pandangan syar'i berutang terhadap biaya servis dan pelayanan (termasuk biaya air dingin, air panas, AC, penjagaan dan sepertinya) seukuran dengan penggunaanya, dan bila mereka bermaksud menghindar dari pembayaran biaya-biaya tersebut, maka wudunya bermasalah, bahkan batal.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

26 Oct, 00:52


A. Membasuh wajah dan kedua tangan

1. Dalam membasuh wajah, wajib membasuhnya seukuran jari tengah dan ibu jari ketika dibentangkan.

2. Berkenaan dengan basuhan pada wajah yang tertutupi oleh rambut, maka hanya dengan membasuh permukaan rambut saja sudah dianggap mencukupi dan tidak ada kewajiban untuk menyampaikan air wudu hingga ke kulit wajah, kecuali pada tempat dimana rambut hanya tumbuh sedikit dan kulit wajah terlihat dari luar.

3. Keabsahan basuhan wudu bergantung pada sampainya air ke seluruh anggota wudu, meskipun dengan cara mengalirkan air ke bagian tersebut dengan tangan. Namun, tidak cukup hanya dengan mengusap anggota wudu dengan tangan yang basah.

4. Dalam melakukan wudu, wajah dan kedua tangan wajib dibasuh dari atas ke bawah. Dengan demikian, bila dibasuh dari bawah ke atas, wudu menjadi batal.

5. Hukum membasuh wajah dan kedua tangan:
a. Basuhan pertama, wajib
b. Basuhan kedua, mustahab
c. Basuhan ketiga, ghairi masyru' (tidak dibenarkan).

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

24 Oct, 22:14


➡️ WUDU

1⃣  Pengertian Wudu

Yang dimaksud dengan wudu adalah membasuh wajah dan kedua tangan, mengusap bagian depan kepala dan permukaan kedua kaki dengan syarat dan tata cara yang telah ditentukan. Amalan ini dalam agama Islam merupakan sebuah perantara untuk mendapatkan kesucian spiritual, juga merupakan pendahuluan dari sebagian amalan wajib dan mustahab seperti salat, tawaf, membaca al-Quran, memasuki masjid dan lain sebagainya.

2⃣ Tata Cara Wudu

Terdiri dari dua tahap:
1. Membasuh:

A. Membasuh wajah dari atas dahi hingga ujung dagu.
B. Membasuh kedua tangan dari siku hingga ujung-ujung jemari.

2. Mengusap:

A. Mengusap bagian depan kepala
B. Mengusap permukaan kedua kaki dari ujung-ujung jemari kaki hingga pergelangan kaki

Catatan:
Tata urutan yang harus dilakukan dalam wudu adalah sebagai berikut: pertama, membasuh wajah dari atas dahi, yaitu dari tempat tumbuhnya rambut hingga ujung dagu. Kemudian membasuh tangan kanan yang dimulai dari siku hingga ujung-ujung jemari, dilanjutkan dengan membasuh tangan kiri yang dimulai pula dari siku hingga ujung-ujung jemari. Setelah itu mengusapkan tangan yang masih basah ke permukaan bagian depan kepala. Terakhir, mengusapkan tangan yang masih basah di atas permukaan masing-masing kaki dari ujung jemari hingga pergelangan kaki.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

23 Oct, 22:19


SOAL:
Bagaimana cara penyucian lubang anus setelah buang air besar?

JAWAB:
Lubang anus dapat disucikan dengan dua cara:

a. Disiram dengan air sehingga benda najisnya hilang dan setelah itu tidak ada kewajiban membasuhnya lagi.

b. Benda najis dihilangkan dengan tiga batu yang suci, kain, atau sejenisnya. Bila dengan tiga batu belum hilang, maka benda najisnya harus dihilangkan dengan batu yang lain sehingga benar-benar bersih (benda najisnya hilang). Boleh juga tiga batu/kain diganti dengan satu batu/kain tetapi dilakukan pengusapan pada tiga sisi yang berbeda.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

23 Oct, 22:16


SOAL:
Bagaimanakah melakukan penyucian terhadap saluran kemih saat ber-takhalli (buang air kecil)?

JAWAB:
Agar tempat keluarnya kencing dianggap suci, berdasarkan ihtiyath (demi lebih berhati-hati) wajib, hendaklah dibasuh dua kali dengan air sedikit.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

23 Oct, 00:47


SOAL:
Untuk bekerja di sebagian perusahaan dan yayasan, seseorang diharuskan menjalani tes kesehatan, di antaranya membuka aurat. Apakah hal itu diperbolehkan ketika seseorang membutuhkan pekerjaan?

JAWAB:
Tidak diperbolehkan bagi seorang mukallaf menyingkap auratnya di hadapan seseorang yang terhormat meskipun kekaryawanannya bergantung pada hal itu, kecuali bila meninggalkan pekerjaan adalah sulit baginya dan ia terpaksa harus mendapatkannya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

23 Oct, 00:46


SOAL:
Bagaimana cara melakukan istibra' sebelum bersuci dari buang air (istinja')?

JAWAB:
Tidak ada perbedaan antara istibra' yang dilakukan sebelum dan sesudah istinja' dan menyucikan tempat keluarnya kotoran.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

23 Oct, 00:45


SOAL:
Saya terkena penyakit pada saluran air seni. Setelah buang air kecil dan melakukan istibra', air seni tidak berhenti dan terus mengeluarkan cairan. Saya telah berkonsultasi dengan dokter dan telah melaksanakan perintahnya tetapi hal itu tidak membuahkan hasil. Apakah tugas (taklif) saya?

JAWAB:
Keraguan akan keluarnya air seni setelah melakukan istibra' tidaklah perlu diperhatikan. Seandainya Anda meyakini yang keluar itu adalah air seni yang menetes secara terus menerus, maka Anda wajib menjalankan tugas orang yang beser (maslus: orang yang tidak dapat menahan kencing) sebagaimana yang disebutkan dalam risalah amaliyah Imam Khomeini ra. Selanjutnya, tidak ada sesuatu yang wajib atas diri Anda.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

22 Oct, 00:48


SOAL:
Bila berkenan, kami memohon YM menjelaskan cairan yang keluar dari manusia?

JAWAB:
Cairan yang terkadang keluar sesudah air mani disebut madziy, dan yang kadang kala keluar setelah air seni disebut wadziy, dan yang terkadang keluar setelah bercumbu antara suami istri disebut madziy, dan semuanya adalah suci serta tidak membatalkan kesucian.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

22 Oct, 00:47


SOAL:
Setelah buang air kecil dan istibra', tanpa sengaja terkadang keluar cairan yang mirip dengan air seni. Suci ataukah najis cairan itu? Bila seseorang secara kebetulan menyadari peristiwa ini setelah beberapa waktu, maka apakah hukum shalatnya yang telah lalu? Apakah di masa mendatang ia diwajibkan untuk memeriksa (adanya) cairan yang keluar tanpa sengaja ini?

JAWAB:
Jika cairan yang keluar setelah melakukan istibra' diragukan apakah air seni atau bukan, maka ia tidak dihukumi seperti air seni, melainkan dianggap suci dan seseorang tidak diwajibkan memeriksa dan mencari dalam kasus demikian.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

22 Oct, 00:46


SOAL:
Biasanya, orang yang akan melakukan shalat wajib melakukan istibra'* setelah kencing. Karena aurat saya terluka, maka ketika sedang melakukan istibra' dan karena ditekan, darah keluar dan bercampur dengan air yang saya gunakan untuk bersuci. Akibatnya, menjadi najislah pakaian dan badan saya. Bila saya tidak melakukan istibra', maka mungkin luka saya akan sembuh. Dapat dipastikan bahwa akibat istibra' dan pengurutan aurat, luka tersebut tidak akan sembuh. Bila keadaan demikian dibiarkan terus, maka luka tidak akan sembuh kecuali setelah tiga bulan. Kami ingin mendapatkan penjelasan YM, apakah saya mesti melakukan istibra'?

JAWAB:
Istibra' tidaklah wajib. Bahkan, bila menyebabkan mudharat, ia tidak diperbolehkan. Namun demikian, bila setelah buang air kecil, Anda tidak melakukan istibra' kemudian mengeluarkan cairan yang meragukan (yang mencurigakan), maka cairan tersebut dihukumi seperti air seni.

*Istibra' adalah perbuatan membersihkan saluran kencing demi menghilangkan kemungkinan adanya kencing yang tersisa sebelum bersuci.-penerjemah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

21 Oct, 00:46


SOAL:
Apakah hukum menyucikan tempat keluarnya air seni dan kotoran dengan air sedikit (qalil)?

JAWAB:
Untuk membersihkan tempat keluarnya air seni cukup dengan membasuhnya dengan air satu kali dan untuk menyucikan tempat keluarnya kotoran wajib membasuhnya sampai benda najis dan bekas-bekasnya hilang.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

21 Oct, 00:44


SOAL:
Kabilah-kabilah pengembara, terutama pada hari-hari perjalanan, tidak memiliki air yang cukup untuk menyucikan tempat keluarnya air seni. Cukupkah mereka menyucikannya dengan kayu dan kerikil?

JAWAB:
Selain air, tidak ada benda yang dapat menyucikan tempat keluarnya air seni. Bila mereka tidak dapat menyucikannya dengan air, shalat mereka (tetap) sah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

21 Oct, 00:42


SOAL:
Seseorang mengisi air ke dalam sebuah bejana untuk digunakan mandi janabah. Ketika sedang mandi, air menetes dari tubuhnya ke dalam bejana tersebut. Apakah air itu tetap suci dalam situasi demikian? Apakah menyelesaikan (menyempurnakan) mandi dengan air tersebut terhalang secara syar'i (dianggap tidak sah)?

JAWAB:
Bila air yang menetes ke dalam bejana berasal dari bagian tubuh yang suci, maka ia suci dan tidak terhalang secara syar'i (tidak dilarang) untuk menyempurnakan mandi dengan air itu.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

19 Oct, 00:47


SOAL:
Bagaimana menyucikan pakaian-pakaian yang terkena najis yang warnanya luntur dalam air ketika sedang disucikan?

JAWAB:
Bila lunturnya warna pakaian-pakaian itu tidak menyebabkan air menjadi mudhaf (tidak murni), maka pakaian tersebut menjadi suci dengan menuangkan air ke atasnya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

19 Oct, 00:45


SOAL:
Apakah matahari tergolong hal yang dapat menyucikan (muthahhirah)? Bila ia tergolong muthahhirah, apa persyaratannya dalam menyucikan?

JAWAB:
Bumi dan segala sesuatu yang tidak berpindah seperti bangunan, segala sesuatu yang berhubungan dengan bangunan, dan benda yang terpasang di dalamnya, seperti kayu, pintu, dan benda serupa lainnya menjadi suci bila terkena sinar matahari setelah benda najisnya (najasah) lenyap dan dengan syarat ketika terkena sinar matahari dalam keadaan basah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

19 Oct, 00:43


SOAL:
Apakah jalan-jalan berlantai aspal dan bahan-bahan lainnya, yang tergolong dari bumi yang dapat menyucikan, serta berjalan kaki di atasnya dapat menyucikan bagian bawah telapak kaki?

JAWAB:
Bumi yang berlantai dengan aspal tidak dapat menyucikan bagian bawah telapak kaki atau alas pelindung kaki seperti sandal.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

18 Oct, 00:48


SOAL:
Untuk menyucikan telapak kaki atau sepatu, seseorang harus (disyaratkan) berjalan lima belas langkah.* Apakah ini berlaku setelah benda najis (najasah) hilang? Apakah telapak kaki atau sepatu menjadi suci bila benda najisnya hilang dengan berjalan lima belas langkah?

JAWAB:
Telapak kaki atau alas kaki (sepatu/sandal) yang najis karena (digunakan untuk) berjalan di atas tanah akan menjadi suci bila (digunakan untuk berjalan) di atas tanah dengan kira-kira 10 langkah di atas jalan yang kering dan suci dan bila benda najisnya sudah hilang.

*Berjalan tanpa alas kaki bila yang terkena najis adalah telapak kaki, dan berjalan dengan sepatu atau sandal bila yang terkena najis adalah sepatu atau sandal.-penerjemah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

18 Oct, 00:44


SOAL:
Ketika kami hendak mencuci permadani atau karpet yang terkena najis (mutanajjis) dengan air keran yang bersambung ke keran, apakah ia menjadi suci begitu air pipa sampai ke tempat yang terkena najis ataukah kami wajib memisahkan air bekas cucian (ghusalah) dari tempat yang terkena najis tersebut?

JAWAB:
Dalam menyucikan dengan air keran tidak disyaratkan memisahkan air bekas cucian (ghusalah) melainkan ia menjadi suci begitu air telah mencapai tempat yang terkena najis setelah benda najisnya hilang dan air cucian itu berpindah dari tempatnya dengan cara digosok pada saat masih bersambung dengan air keran.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

18 Oct, 00:39


SOAL:
Ketika mencuci pakaian yang terkena najasah (mutanajjis) dengan air banyak (katsir*), wajibkah kami memerasnya ataukah cukup (untuk dianggap suci) bila tempat najasah direndam di dalam air tersebut setelah terlebih dahulu najasah-nya dihilangkan?

JAWAB:
Cukup bila pakaian itu terendam di dalam air dan kemudian air tersebut keluar darinya meskipun dengan digerakkan dalam air banyak (katsir) dan pemerasan tidaklah disyaratkan.

*Kadar air yang mencapai ukuran kurr. -penerjemah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

17 Oct, 00:56


SOAL:
Apakah perbedaan antara air kurr* dan air yang mengalir (al-ma' al-jari) berkaitan dengan penyucian?

JAWAB:
Tidak ada perbedaan antara keduanya dalam hal tersebut.

*Sesuai fatwa Imam Ali Khamene'i, Kurr adalah kadar air seukuran kurang lebih 384 liter.-penerjemah

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

17 Oct, 00:55


SOAL:
Kadang kala orang-orang menambahkan bahan-bahan tertentu ke dalam air yang membuatnya berubah warna seperti susu. Apakah air ini tergolong tidak murni (mudhaf)? Apa hukum berwudhu dan menyucikan sesuatu dengan air tersebut?

JAWAB:
Hukum air mudhaf tidak berlaku atasnya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

17 Oct, 00:52


SOAL:
Apakah untuk memberlakukan hukum-hukum air kurr wajib mengetahui dengan pasti bahwa air itu kurr atau cukup menganggapnya tetap kur, karena sebelumnya telah diketahui demikian, seperti air di toilet kereta api dan lainnya?

JAWAB:
Bila ia telah dapat memastikan bahwa keadaan air tersebut sebelumnya telah mencapai kurr, maka ia diperbolehkan menganggapnya seperti keadaan semula.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

14 Oct, 22:28


SOAL:
Apa hukum berwudhu dan mandi dengan air yang kental secara alami, seperti air laut yang kental karena kandungan garamnya yang banyak, atau danau Urumiyeh (di Iran), misalnya, atau danau lain yang lebih kental?

JAWAB:
Hanya karena kentalnya air yang disebabkan oleh kandungan garam tidak membuatnya keluar dari kategori air murni (al-ma' al- muthlaq). Tolok ukur dalam memberlakukan konsekuensi-konsekuensi syar'i bagi air murni adalah opini masyarakat sekitar ('urf) yang menganggapnya sebagai air murni (muthlaq).

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

14 Oct, 22:27


SOAL:
Setelah mencuci kain yang terkena najasah (mutanajjis) dengan air yang mengalir (al-ma' al-jari) atau air kurr, wajibkah kami memerasnya di luar air tersebut agar menjadi suci ataukah ia bisa suci dengan diperas di dalamnya?

JAWAB:
Anda tidak disyaratkan memeras dalam menyucikan pakaian dan sebagainya dengan air yang mengalir atau air kurr, melainkan cukup melakukan perbuatan yang menyebabkan keluarnya air di dalamnya, sekalipun hanya menggerak-gerakkannya dengan keras, misalnya.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

14 Oct, 22:24


SOAL:
Bila bagian bawah dari air sedikit (qalil)* yang mengalir dari atas ke bawah tanpa tekanan terkena najasah, apakah bagian yang atas tetap suci?

JAWAB:
Bila dapat dikatakan bahwa air tersebut mengalir dari atas ke bawah, maka bagian atas dari air tersebut adalah suci.

*Kadar air yang tidak mencapai kurr-penerjemah.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

13 Oct, 22:22


▶️ Asal Sesuatu itu Suci

A. Maksud asal sesuatu itu suci

Secara global, dalam masalah taharah dan najasah, bahwa asal segala sesuatu itu dihukumi suci. Artinya, segala sesuatu yang tidak diyakini kenajisannya –dalam pandangan syar'i– dihukumi suci dan tidak ada kewajiban untuk meneliti atau bertanya.

B. Contoh kasus asal sesuatu itu suci

1. Seorang anak yang selalu menajisi dirinya, maka tangannya yang basah, air liur dan sisa makanannya, selama tidak diyakini kenajisannya dihukumi suci.

2. Debu-debu yang tidak diketahui apakah telah terpisah dari pakaian yang najis ataukah suci, dihukumi suci. Demikian juga bila kita mengetahui bahwa debu-debu tersebut berasal dari pakaian yang najis, tetapi kita tidak mengetahui dari bagian yang suci ataukah dari bagian yang basah karena najis.

3. Pakaian-pakaian yang diserahkan ke jasa pencucian, bila sebelumnya tidak najis, maka dihukumi suci, meskipun kita mengetahui bahwa pemilik jasa pencucian ini menggunakan bahan-bahan kimia untuk mencuci pakaian.

4. Rembesan air yang menetes di suatu tempat yang kita tidak mengetahui apakah tempat itu suci ataukah najis, dihukumi suci.

5. Air yang disemprotkan ke jalanan oleh mobil-mobil pengangkut sampah kota dan kita tidak mengetahuinya apakah air itu suci ataukah najis, dihukumi suci. Demikian juga dengan air yang berada di dalam selokan-selokan jalan dan tidak jelas kesucian atau kenajisannya.

6. Perlengkapan kecantikan, seperti lipgloss, yang tidak diketahui apakah dibuat dari bangkai atau bukan, selama kenajisan benda-benda tersebut tidak diketahui melalui jalan syar'i, maka dihukumi suci dan tidak ada masalah untuk menggunakannya.

7. Ketika kita yakin bahwa sepatu yang kita pakai itu terbuat dari kulit hewan yang tidak disembelih secara syar'i dan juga kita yakin bahwa pada saat memakainya kaki kita berkeringat, maka sepatu tersebut dihukumi telah menajiskan kaki kita, karenanya wajib disucikan ketika hendak melakukan salat. Akan tetapi, apabila kita merasa ragu apakah kaki kita itu berkeringat atau tidak, atau kita merasa ragu mengenai syar'i atau tidaknya penyembelihan hewan yang kulitnya digunakan untuk bahan membuat sepatu tersebut, maka pada kondisi seperti itu kaki kita dihukumi suci.

8. Kuas yang digunakan untuk melukis, membuat peta dan semacamnya, dan tidak diketahui terbuat dari rambut babi ataukah bukan, dihukumi suci dan tidak ada masalah untuk menggunakannya, bahkan pada persoalan-persoalan yang mensyaratkan taharah.

9. Seseorang yang tidak kita ketahui statusnya sebagai seorang muslim ataukah nonmuslim, dihukumi suci dan tidak ada kewajiban untuk menanyakan tentang agama yang dianutnya.

10. Dinding-dinding, pintu dan hotel-hotel milik orang-orang nonmuslim yang bukan Ahli Kitab (seperti Budha dan Hindu) dan segala sesuatu yang berada di dalamnya, bila kita tidak mengetahuinya sebagai sesuatu yang suci ataukah najis, maka dihukumi suci (tentunya kalaupun kita yakin dengan kenajisannya, tidak ada pula kewajiban bagi kita untuk menyiram keseluruhannya. Kewajiban kita hanyalah menyucikan benda-benda najis yang akan kita gunakan untuk makan, minum, dan salat).

11. Benda-benda yang digunakan secara bersama oleh orang-orang nonmuslim dan muslim seperti jok mobil dan kursi-kursi yang ada di dalam kereta api dan sejenisnya, bila kita tidak mengetahui suci ataukah najis, maka dihukumi suci.

12. Alkohol yang tidak diketahui berasal dari jenis cairan yang memabukkan ataukah bukan, dihukumi suci.

▶️ Hukum-hukum Wadah

Makan dan minum sesuatu dari dalam wadah yang terbuat dari emas dan perak, hukumnya haram. Akan tetapi menyimpan atau menggunakannya untuk selain makan dan minum, tidak dihukumi haram.

Catatan:
Wadah-wadah yang disepuh dengan air emas atau perak, atau terbuat dari logam yang bercampur dengan kadar emas dan perak dan tidak dinilai sebagai wadah emas atau perak, tidak memiliki hukum wadah-wadah emas dan perak.

https://telegram.me/FikihJafari

Fikih Ja'fari

11 Oct, 00:47


▶️ Cara-cara Membuktikan Kesucian Sesuatu

Kesucian sesuatu dapat dibuktikan dengan tiga cara:

1. Orang itu sendiri yakin bahwa sesuatu yang tadinya najis telah suci.

2. Dzulyad yaitu seseorang yang sesuatu itu berada dalam kewenangannya (seperti tuan rumah, penjual, dan pembantu) mengatakan: telah suci.

3. Dua orang adil mengabarkan tentang kesucian sesuatu.

Catatan:
Apabila seorang anak yang menjelang balig menginformasikan tentang kesucian sesuatu yang berada dalam kewenangannya, maka ucapannya itu dapat diterima. Dengan kata lain bahwa apa yang diucapkannya itu–dalam masalah ini–dapat dipercaya.

https://telegram.me/FikihJafari