Al-Hikam fasal 203
“ Hati-Hati Dengan Pemberian Makhluk”
لا تَمُدَّ نَّ يَدَ كَ اِلىَ اْلاَخْذِ من الخَلاَٰ ءِـقِ اِلاَّ تَرٰى اَنَّ الْمُعْطِىَ فِيْهِمْ مَولاٰ كَ فَإِنْ كُنْتَ كذٰ لكَ فَخُذْ ماَ وَا فقَ الْعِلمَ
“Jangan engkau hulurkan tangan untuk menerima pemberian makhluk, kecuali (sehingga) apabila kamu sudah merasa bahawa sebenarnya yang memberi itu Tuhanmu, apabila engkau sudah demikian, maka terimalah pemberian mereka yang sesuai dengan ilmumu(syari’at/ halal).”
Syarah
Sebab bila engkau masih merasa yang memberi itu makhluk (bererti ada yang dapat membantumu selain Allah), maka Tauhidmu belum benar(murni) dalam menerima pengertian keEsaan Allah dalam kalimah :Laa-ilaaha illallah dan Laa haula walaa quwwata illa billah. Sebab hakikatnya semua pemberian itu hanya dari Allah, semua hak dan kekuasaan Allah semata mata ,sehingga bila ada pemberian dari tangan siapa saja(makhluk), haruslah meyakini bahwa itu langsung dari Allah yang menyuruh seseorang hamba untuk menyampaikannya kepadamu. Kamu juga jangan menerima pemberian makhluk kecuali yang sesuai dengan ilmumu, yakni : ilmu lahir (syariat) dan ilmu batin.
Kholid Al-Juhany ra. Berkata : Rasulullah saw. Bersabda : Sesiapa yang kedatangan hadiah/sedekah dari temannya tanpa ia meminta dan berharap dalam hatinya, maka hendaknya diterima, sebab yang demikian itu sebagai rezeki yang dihantar oleh Allah kepadanya. Dalam riwayat lain ada tambahan: dan apabila ia tidak memerlukan kerana sudah cukup, maka hendaknya diberikan kepada yang lebih berhajat daripadanya. Rasulullah bersabda : Siapa yang menolak rezeki yang diberi oleh makhluk tanpa meminta , maka sesungguhnya ia telah menolak pemberian Allah.
Saidina Umar bin al Khottob berkata : Rasulullah saw selalu memberi kepada saya, maka saya berkata, : berikan kepada orang yang lebih memerlukan daripada saya. Rasulullah saw bersabda : Terimalah dan pergunakan atau sedekahkan, dan tiap harta yang datang kepadamu dengan tidak engkau harapkan atau engaku minta, maka terimalah, dan jika tidak jangan engkau harap-harapkan.
Syeih Ibrahim al-Khowwas, berkata: Seorang sufi itu tidak harus memilih jalan tidak berusaha ((tajrid), kecuali jika memang sudah cukup keadaannya. Syeih abu Abdulloh Al-qurasy berkata : selama keinginan berusaha itu kuat dalam perasaan nafsu, maka berusaha mencari itu lebih utama.
Syeih Al-A’masy (sulaiman) ra. Berkata: Ada seorang pemuda yang datang kepada Syeih Ibrahim At-taimy, untuk memberi hadiah wang sebanyak 2ooo dirham, sambil berkata: Terimalah uang ini, ini bukan dari raja, juga bukan wang syubhat dan lain-lainnya. Jawab Ibrahim, : Semoga Allah memberkati hartamu, dan membalas engkau dengan kebaikan dan terima kasih, lalu ditolaknya wang itu. Setelah pemuda itu pergi saya bertanya : Ya aba Imran, mengapa engkau tidak menerima pemberian itu, Demi Allah, istrimu tidak memiliki gamis. Jawab Ibrahim : Benar, tetapi anak itu masih muda, belum banyak pengalaman, saya khuatir kalau ia kembali kekampungnya lalu memberi tahu kepada teman-temannya :saya telah memberi Ibrahim dua ribu dirham, maka hilang pahalanya dan hilang pula wangnya.