Latest Posts from Rabbit's Hole 🐰 (@rabbits_hole) on Telegram

Rabbit's Hole 🐰 Telegram Posts

Rabbit's Hole 🐰
1,719 Subscribers
506 Photos
37 Videos
Last Updated 09.03.2025 03:00

Similar Channels

qowaidul_lughoh
2,299 Subscribers
Uncensored truth
1,461 Subscribers

The latest content shared by Rabbit's Hole 🐰 on Telegram

Rabbit's Hole 🐰

28 Jan, 01:52

1,530

EFEK DUNNING-KRUGER SEBAGAI SENJATA KONSPIRATOR

Efek Dunning-Kruger, fenomena psikologis yang menggambarkan kecenderungan individu dengan pengetahuan atau kompetensi rendah untuk melebih-lebihkan kemampuan mereka, menjadi alat yang sangat efektif bagi konspirator dalam menyebarkan informasi palsu.

Efek ini ditemukan oleh David Dunning dan Justin Kruger pada tahun 1999, berdasarkan penelitian yang menunjukkan bahwa orang yang kurang kompeten seringkali tidak menyadari ketidakmampuan mereka. Hal ini menciptakan celah bagi manipulasi, khususnya dalam konteks teori konspirasi.

Dalam buku "Thinking, Fast and Slow" karya Daniel Kahneman, fenomena ini terkait dengan bias kognitif yang menghalangi seseorang untuk menilai secara objektif kemampuannya sendiri. "Orang yang kurang tahu cenderung tidak tahu bahwa mereka kurang tahu," tulis Kahneman (2011).

Dengan kata lain, individu yang berada dalam "zona ketidaktahuan" cenderung merasa percaya diri karena mereka tidak menyadari sejauh mana ketidaktahuan mereka.

Dunning dan Kruger sendiri dalam penelitian mereka (Journal of Personality and Social Psychology, 1999) menegaskan bahwa individu yang kurang berpengetahuan seringkali tidak hanya membuat kesalahan, tetapi juga tidak mampu mengenali kesalahan tersebut. Hal ini menjadikan mereka target empuk bagi konspirator yang memanfaatkan keterbatasan pemahaman untuk menyebarkan narasi manipulatif.

Konspirator memanfaatkan efek ini dengan mengedepankan narasi yang terdengar "intelektual," namun sebenarnya dangkal dan tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat.

Strategi mereka melibatkan beberapa langkah utama:

1. Menciptakan Ilusi Pengetahuan
Konspirator sering menggunakan istilah teknis atau pseudo-ilmiah untuk memberikan kesan otoritas. Seperti yang dikemukakan oleh Carl Sagan dalam "The Demon-Haunted World", "Ilmu palsu seringkali terlihat seperti ilmu sejati, namun tanpa metodologi dan akurasi." Dengan cara ini, mereka membuat orang percaya bahwa mereka memahami hal yang rumit, padahal hanya mengandalkan setengah kebenaran.

2. Menargetkan Orang dengan Pengetahuan Dasar
Efek Dunning-Kruger membuat individu dengan pengetahuan dasar dalam suatu topik merasa bahwa mereka telah memahami semuanya. Konspirator menyebarkan informasi yang menyederhanakan masalah kompleks, sehingga terlihat lebih mudah dipahami.

3. Membangkitkan Kepercayaan Diri Palsu
Dalam buku "The Art of Thinking Clearly" karya Rolf Dobelli, dijelaskan bahwa orang cenderung lebih percaya pada sesuatu yang memberi mereka rasa kepastian. Konspirator memanfaatkan hal ini dengan menawarkan "kebenaran tersembunyi" yang membuat individu merasa istimewa karena mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh orang lain.

Melawan Manipulasi: Pentingnya Kesadaran Diri

Mengatasi dampak manipulasi yang memanfaatkan efek Dunning-Kruger memerlukan kesadaran diri dan pendidikan kritis. Dalam "Why People Believe Weird Things" karya Michael Shermer, ia menekankan bahwa skeptisisme yang sehat adalah kunci untuk melawan klaim yang tidak berdasar. "Kritisisme terhadap ide adalah tanda kecerdasan, bukan ketidaktahuan," tulis Shermer.

Selain itu, David Dunning dalam wawancara tahun 2014 menekankan pentingnya mendidik masyarakat untuk mengenali keterbatasan pengetahuan mereka sendiri. "Kita tidak hanya perlu tahu apa yang kita tahu, tetapi juga apa yang tidak kita tahu," katanya.

Maka penting untuk para truth seeker untuk menjadi lebih kritis agar tidak mudah terjebak dalam jebakan yang dibuat oleh konspirator dalam teori konspirasi itu sendiri.

@Rabbits_Hole
Rabbit's Hole 🐰

14 Jan, 05:49

1,430

Mengungkap Infiltrasi Iran di Dunia Arab: Politik dan Sejarah sebagai Alasan

BAGIAN III

3. Kebijakan Penggerusan Terkoordinasi:

Kondisi internal yang dihadapi oleh Irak, Bahrain, dan Yaman telah memainkan peran signifikan dalam mempengaruhi stabilitas dan keberlanjutan mereka sebagai negara-bangsa. Namun, intervensi Iran serta penurunan struktur ekonomi dan sosial di beberapa negara tersebut telah menciptakan kondisi yang memungkinkan campur tangan Iran.

Dalam konteks ini, Iran mengembangkan kebijakan yang dapat disebut sebagai kebijakan penggerusan terkoordinasi, yaitu ekspansi ideologis yang diikuti dengan ekspansi militer melalui agen-agen lokal.

Fenomena ini terlihat jelas pertama kali di Lebanon, yang menjadi titik lompatan strategis bagi Iran. Perang saudara pada 1980-an berfungsi sebagai faktor pendorong, dengan hadirnya kekuatan yang siap bertindak, seperti partai-partai yang memiliki kecenderungan pro-Iran, seperti Amal, yang memfasilitasi pembentukan Hizbullah.

Hizbullah kemudian berkembang menjadi agen utama Iran di Lebanon, yang berhasil menguasai dan melemahkan struktur politik serta negara Lebanon.

Di Yaman, kelompok Zaidiyah mulai mendekatkan diri dengan Iran. Iran berhasil mengubah mereka menjadi agen-agen yang membentuk sayap militer Houthi, yang awalnya berawal dari lembaga pendidikan dan kegiatan keagamaan, namun dengan cepat berkembang menjadi organisasi bersenjata.

Irak, yang sebelumnya terhindar dari pengaruh Iran hingga jatuhnya Baghdad pada tahun 2003, menjadi tempat bagi Iran untuk mendukung banyak partai dan organisasi yang dilatih selama dua dekade.

Setelah kejatuhan Baghdad, Iran memanfaatkan posisi tersebut untuk mendorong kelompok tersebut ke dalam panggung politik Irak. Dalam beberapa bulan, milisi ini hampir menghancurkan wajah Arab Irak, atau setidaknya sangat mendekati hal itu.

Namun, ini bukanlah satu-satunya infiltrasi Iran ke dunia Arab. Di Bahrain, Iran juga turut campur tangan dan berusaha menggulingkan negara tersebut dengan bantuan milisi ekstremis.

Iran terus menekankan pentingnya campur tangan di Bahrain, dengan tujuan mengubahnya menjadi wilayah yang rentan terhadap keruntuhan di masa depan.

Dalam penelitian yang dipublikasikan dengan judul "Ekspansi Iran di Dunia Arab: Antara Infiltrasi Politik dan Impian Ekspansi Syiah", penulis Safwat Jibr menyatakan:

"Khomeini berkata saat tiba di Teheran pada Februari 1979: 'Kami akan mengekspor "revolusi" ke seluruh dunia, agar semua orang tahu mengapa kami melakukan revolusi ini. Tujuan kami adalah kemerdekaan, yaitu pembebasan dari belenggu dan ketergantungan pada Timur dan Barat, serta kebebasan. Revolusi kami harus diekspor ke seluruh dunia. Mengekspor revolusi berarti membangunkan setiap bangsa dan pemerintahan."

Inilah yang menjadi dasar ideologi baru Iran menurut Ayatollah Khomeini.

Perubahan dan revolusi Arab telah membantu Iran untuk turut campur dalam urusan beberapa negara Arab, yang tercermin jelas dalam ekspansi Iran di banyak negara Arab.

Semakin meningkatnya sektarianisme dan perang saudara, semakin aktif peran Iran dan Pasukan Pengawal Revolusi (IRGC) di dunia Arab. Pada saat yang sama, lemahnya lembaga dan organisasi Arab memberikan peluang emas bagi Iran untuk menggantikan peran Arab di kawasan tersebut dengan peran Iran.

Iran sangat mahir dalam memainkan permainan "serang dan mundur" dalam politik dengan pihak Arab. Di satu sisi, Iran memperluas pengaruhnya di Yaman, Suriah, dan Irak, serta menghabisi lawan-lawan politiknya.

Di sisi lain, Iran berusaha mendekati dunia Arab dengan pernyataan-pernyataan tentang upaya rekonsiliasi atau perjanjian strategis. Namun, di waktu yang sama, Iran terus mendukung oposisi bersenjata di negara-negara Arab melalui milisi dan proxy yang berada di bawah pengaruhnya.

@Rabbits_Hole
Rabbit's Hole 🐰

08 Jan, 10:45

1,631

Mengungkap Infiltrasi Iran di Dunia Arab: Politik dan Sejarah sebagai Alasan

BAGIAN II

2. Infiltrasi Lunak atau Infiltrasi Kasar:

Sejak merebut kekuasaan di Teheran, Iran di bawah kepemimpinan Khomeini telah berupaya membentuk arah kebijakan kekuatan politik yang berkuasa di negara tersebut untuk berpartisipasi secara aktif dalam politik kawasan. Hal ini terbukti dengan dokumen masa depan yang disusun oleh Dewan Penentu Kepentingan Sistem pada tahun 2005, yang bertujuan untuk mengubah Iran menjadi kekuatan regional sentral.

Secara hukum, konstitusi Iran mencakup pasal-pasal yang memuji Revolusi Islam sebagai gerakan perubahan baru di kawasan, yang berkontribusi pada kebangkitan ideologis Islam yang otentik. Dalam pembukaannya, konstitusi ini juga menekankan pentingnya penguatan Wilayah al-Faqih (Kepemimpinan Faqih) di dunia Syiah, serta melawan reaksi konservatif dan kediktatoran, menyebarkan nilai-nilai Islam, dan membantu orang-orang tertindas di dunia sebagaimana klaimnya.

Setelah institusi kepemimpinan Wilayah al-Faqih menguat dalam sistem politik Iran pasca wafatnya Khomeini, muncul dua aliran politik utama di Iran yang mendesak agar Iran memperoleh posisi terkemuka di tingkat regional.

🐰Aliran pertama:

Aliran konservatif garis keras, yang secara utama diwakili oleh ulama yang mengendalikan institusi Wilayah al-Faqih, Dewan Penentu Kepentingan Sistem, dan kepemimpinan Pasukan Pengawal Revolusi (IRGC).

Mereka mengelola negara dengan pendekatan sistem perguruan agama. Pandangan mereka yang tegas tercermin dalam isu-isu seperti pemilihan presiden dan parlemen, program nuklir Iran, krisis Suriah, serta dukungan terhadap Hizbullah Lebanon.

Prinsip dasar mereka adalah pemanfaatan dimensi ideologis yang berlandaskan pada Islam Revolusioner sebagai kekuatan utama dalam kebijakan luar negeri Iran, menjadikan Iran sebagai pusat dunia Islam Syiah, dan menentang kehadiran asing di kawasan.

🐰Aliran kedua:

Aliran yang mengklaim sebagai diplomatik dan menyebut dirinya sebagai aliran reformis, yang bergantian peran dengan aliran pertama dan menyajikan citra politik yang lebih moderat dan reformis kepada publik Iran.

@Rabbits_Hole
Rabbit's Hole 🐰

06 Jan, 07:23

1,791

Mengungkap Infiltrasi Iran di Dunia Arab: Politik dan Sejarah sebagai Alasan

BAGIAN I

Yang menarik dalam politik dan strategi Iran adalah cara pandangnya terhadap dunia, yang sering kali terfokus pada batas baratnya, yaitu dunia Arab, yang mereka pandang dengan kebencian dan harapan akan kehancurannya. Padahal, kedalaman sejarah, ras, warisan, dan bahasa, Iran lebih terkait dengan wilayah timur, seperti Khurasan, Baluchistan, dan Uzbekistan, ketimbang dengan dunia Arab di barat, yang mencakup Irak, Syam, dan Jazirah Arab.

Fenomena ini mungkin sulit dipahami dari perspektif politik saat ini, namun dapat dijelaskan dalam konteks sejarah, di mana kebencian yang diwariskan telah menghancurkan Iran bahkan sebelum mereka dapat memengaruhi negara-negara lain.

Sementara bangsa-bangsa lain berfokus pada kemajuan dan pembangunan, melupakan kekaisaran-kekaisaran masa lalu yang telah terkubur oleh waktu, Iran masih terjebak dalam impian untuk mengembalikan kejayaan takhta Kisra. Sayangnya, mereka tidak hanya gagal mewujudkannya, tetapi juga belum berhasil memajukan negaranya.

Ambisi-ambisi Iran bukanlah hasil dari momen politik penting yang terjadi setelah Revolusi Iran pada tahun 1979, yang telah mengubah kawasan Timur Tengah secara drastis, mengubahnya dari konflik Arab-Israel menjadi konflik Arab-Iran-Israel. Meskipun orang Arab tidak pernah berpikir untuk terlibat dalam konfrontasi dengan Iran atau berseteru dengannya sejak masuknya Islam ke wilayah tersebut pada masa khalifah Umar bin Khattab radiyallahu anhu, justru orang-orang Iran yang membawa ambisi dan permusuhan tersebut.

Iran merencanakan ekspansi di luar batas-batas historis mereka, sementara Arab, sebaliknya, bahkan tidak berusaha untuk merebut kembali tanah mereka yang dirampas oleh negara-negara di perbatasan seperti Ahwaz dan Anatolia. Namun, hal itu tidak memberikan perlindungan bagi mereka, justru ambisi terhadap wilayah mereka dan upaya untuk memecah struktur politik serta sosial mereka menjadi tujuan utama bagi Iran dan pihak-pihak lainnya.

1. Penindasan Politik dan Sejarah:

Iran merupakan negara ekspansionis yang terbangun atas narasi penindasan politik dan sejarah, yang berawal dari kemenangan Arab dalam Pertempuran Qadisiyyah dan runtuhnya Kekaisaran Sasanid, yang menandai berakhirnya dinasti Khosrau secara permanen. Narasi penindasan politik ini kemudian berkembang menjadi penindasan agama.

Pada abad ke-16, setelah dinasti Safawi memaksakan ajaran Syiah Dua Belas Imam dalam versi Persia, mereka memperkuat narasi penindasan agama yang digunakan untuk memperluas pengaruhnya dan mempengaruhi kesadaran Arab. Pada kenyataannya, gerakan ini lebih merupakan upaya politik untuk menjaga konfrontasi berkelanjutan dengan musuh-musuh Arab.

Perang Iran terhadap dunia Arab telah menempuh dua jalur utama: pertama, jalur politik revolusioner, dan kedua, jalur sektarian dan mazhab. Kedua jalur ini pada dasarnya bertujuan untuk merevitalisasi ambisi kekaisaran Persia.

Dalam upaya ekspansinya, Iran pertama-tama berhasil merebut pesisir Ahwaz Arab dengan dukungan dari Inggris, yang memberi mereka kendali atas satu sisi Teluk Persia. Hingga saat ini, Iran terus merencanakan untuk memperluas pengaruhnya ke sisi lain, dari Basra hingga Muscat.

Rencana ini diwujudkan melalui tindakan nyata di lapangan, baik melalui proksi yang bertindak atas nama Iran maupun dengan memicu ketegangan regional yang sengaja diciptakan oleh Iran setiap kali mereda.

Kemudian muncul pertanyaan penting:

Apakah kebijakan para raja Iran yang pemerintahannya jatuh bersama dengan kepergian Shah berbeda dengan kebijakan para mullah?

Jawabannya jelas tidak. Sebagai contoh, Bahrain, sebelum Revolusi Iran, merupakan wilayah yang menjadi incaran ambisi Iran di bawah pemerintahan Shah, bahkan hampir saja dianeksasi dan dijadikan provinsi yang berada di bawah kendali Iran dengan alasan "mengembalikan tanah milik Persia." Begitu juga dengan pulau-pulau Emirat yang diduduki pada masa pemerintahan Shah.

Bersambung..

@Rabbits_Hole
Rabbit's Hole 🐰

03 Jan, 05:09

1,619

Strategi rezim mullah di Iran adalah memanfaatkan isu-isu Arab dengan tujuan menggulingkan rezim-rezim yang berkuasa dan mendukung para sekutu mereka untuk mencapai kekuasaan

LANJUTAN

Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan infiltrasi Iran di wilayah Arab tidak semata-mata bergantung pada kekuatan militer atau politik Iran, melainkan juga pada keberadaan pihak ketiga, yakni sekutu Barat atau kelompok-kelompok yang berfungsi sebagai "kelompok kelima" di dalam negara-negara Arab.

Dalam konteks ini, penting untuk dicatat bahwa sejumlah organisasi Islam politik serta kelompok teroris telah berperan sebagai elemen subversif yang merusak banyak negara Arab dan Islam.

Fenomena peniruan terhadap model Iran juga telah berhasil memengaruhi beberapa kelompok agama-politik yang "mengungkapkan kekagumannya terhadap model revolusi Iran dan menganggapnya sebagai paradigma yang dapat ditiru."

Iran, dalam hal ini, mengadopsi prinsip "Islam global" dan kadang-kadang secara eksplisit mendukung beberapa gerakan Islam. Oleh karena itu, keberlanjutan rezim revolusi Islam di Iran sendiri menjadi sumber dukungan bagi sejumlah kelompok Islam ekstremis, khususnya yang mengedepankan pendekatan kekerasan.

Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa negara-negara Arab kini dihadapkan pada konspirasi yang terdiri dari tiga dimensi yang saling terkait, yang membentuk "segitiga kejahatan" dengan tiga pihak utama: musuh yang mengancam (Iran), pihak yang terlibat dalam kolusi dan konspirasi (Barat), serta pihak yang berkhianat dan menjadi alat (organisasi politik-agama "Arab" yang mendukung Iran).

Oleh karena itu, perlu dirumuskan sebuah strategi yang komprehensif, yang mempertimbangkan secara mendalam ketiga elemen jahat dan konspiratif ini.

Dirangkum dari :

1. Khalid Al-Mutlaq, "The Iranian Invasion of Arab Countries: Plans, Outcomes, and Solutions", Harmoon Center for Contemporary Studies, 2021.


2. Mahmoud Al-Jazi, "Iranian Influence in the Arab Region in Light of Shifts in U.S. Sovereignty Toward the Region (2003–2011)", (Amman: Academicians for Publishing and Distribution, 2014).


3. Wasfi Aqeel and Khalid Al-Dabbas, "Iranian Political Infiltration in Neighboring Arab Countries: Case Study of Iraq, Bahrain, Yemen", Journal of Humanities and Social Sciences Studies, Yarmouk University, Jordan, Vol. 45, No. 4, 2018.

@Rabbits_Hole
Rabbit's Hole 🐰

03 Jan, 05:08

1,508

Strategi rezim mullah di Iran adalah memanfaatkan isu-isu Arab dengan tujuan menggulingkan rezim-rezim yang berkuasa dan mendukung para sekutu mereka untuk mencapai kekuasaan

BAGIAN I

Bangsa Persia secara konsisten berupaya di berbagai level politik, militer, hingga ideologis, untuk terus membangun sentimen anti-Arab.

Tujuan utama mereka adalah menguasai dunia Arab dan menundukkan negara-negara di kawasan tersebut, yang mereka yakini akan runtuh satu per satu seperti efek domino. Strategi ini dijalankan melalui agenda penanaman milisi di sejumlah wilayah.

Dalam konteks ini, pendekatan terminologis mengindikasikan bahwa fenomena infiltrasi melibatkan "keterlibatan aktor eksternal secara bersamaan dengan aktor internal dalam proses pengambilan keputusan politik di negara yang menjadi target infiltrasi, selaras dengan tujuan negara penginfiltrasi."

Hal ini dapat dilihat secara nyata, terutama sejak rezim mullah berkuasa pada tahun 1979 melalui dukungan logistik dari Prancis dan restu dari Barat. Meskipun terdapat klaim kekhawatiran terhadap rezim ini, rezim mullah telah menunjukkan fleksibilitas yang signifikan dalam memenuhi kepentingan Barat, bahkan melampaui aliansi strategis yang sebelumnya menempatkan Shah sebagai "penjaga kepentingan Barat" di kawasan tersebut.

Meskipun terdapat permusuhan yang mendalam dari bangsa Persia terhadap segala hal yang berbau Arab, periode kekuasaan Shah Iran tidak menunjukkan strategi yang konsisten untuk memusuhi bangsa Arab atau upaya nyata menundukkan negara-negara Arab sesuai agenda Iran. Bahkan, meskipun terdapat intervensi Iran di beberapa wilayah, seperti di Kesultanan Oman, hal itu dilakukan dengan restu Barat.

Namun, ketika rezim mullah berkuasa, mereka mulai memanfaatkan isu Palestina dan proyek "ekspor revolusi" sebagai alat untuk menggulingkan rezim-rezim Arab, khususnya yang berbentuk monarki, dengan tujuan menundukkan kawasan Arab di bawah kendali langsung mullah Iran.

Infiltrasi Iran ke wilayah Arab selalu membutuhkan elemen kolaborator internal, yang ditemukan dalam sebagian kecil komunitas minoritas Syiah di kawasan tersebut. Kelompok ini, yang secara keliru menganggap memiliki kesamaan ideologis dengan Iran, justru merusak stabilitas negara mereka sendiri.

Mereka mengibarkan slogan kesetiaan kepada Persia dan mengadopsi doktrin Wilayat al-Faqih, yang memandang pemimpin spiritual Iran sebagai "khalifah Imam Mahdi dan wakilnya yang sah." Pemahaman ini diperkuat oleh tokoh seperti Hassan Nasrallah, pemimpin Hizbullah Lebanon, yang secara terbuka mendukung narasi tersebut.

Iran telah berupaya keras untuk memvariasikan metode infiltrasi dan penetrasinya, baik melalui pendekatan soft power di satu sisi maupun melalui upaya menciptakan "zona kekacauan" di sisi lain. Zona ini dikelola sedemikian rupa untuk memungkinkan Iran memperluas pengaruhnya di kawasan dan mengintegrasikan wilayah tersebut ke dalam orbit kekuasaannya. Strategi ini serupa dengan taktik yang digunakan oleh organisasi teroris, sebagaimana dijelaskan oleh Abu Bakar Naji dalam bukunya "Manajemen Kekacauan" (Idarat al-Tawahhush).

Namun, strategi kekacauan yang diterapkan oleh organisasi teroris tidak akan efektif di negara yang memiliki legitimasi historis, serta landasan hukum dan konstitusi yang kuat. Iran memanfaatkan krisis kelembagaan di negara-negara Arab sebagai peluang strategis untuk menyusup ke institusi resmi maupun non-resmi.

Upaya ini didukung oleh berbagai instrumen eksternal, termasuk Badan Intelijen Nasional, kedutaan besar, serta lembaga sosial dan keagamaan yang berfungsi sebagai alat pembangunan.

Melalui infiltrasi langsung maupun tidak langsung, Iran berhasil mengendalikan aspek-aspek krusial dari negara-negara target, termasuk pengambilan keputusan politik. Dalam beberapa kasus, Iran bahkan memengaruhi pengakuan atau delegitimasi terhadap institusi pemerintahan yang sah.

Kondisi ini diperparah oleh fragmentasi politik yang akut serta absennya figur atau institusi Arab yang mampu menjadi pemersatu dan menghadapi ambisi geopolitik Iran secara efektif.

@Rabbits_Hole
Rabbit's Hole 🐰

12 Jan, 12:40

4,303

KOMBO EFEKTIF TEKNIK CTB DALAM PROPAGANDA

Teknik CTB merupakan gabungan dari teknik Card stacking, Testimonial dan Band Wagon yang jika digabungkan akan menghasilkan propaganda yang sangat efektif.

👉🏻 Bukti dari keefektifan Card Stacking adalah adanya satu sisi versus dua sisi pesan. Hanya argumen satu sisi yang ditampilkan, sedangkan argumen dua sisi yang lebih objektif tidak ditampilkan untuk umum.

👉🏻 Bukti dari keefektifan testimonial adalah efek dari kredibilitas narasumber. Testimonial menujukkan bahwa narasumber berkredibilitas tinggi lebih bisa mengubah perilaku audience daripada yang berkredibilitas rendah.

👉🏻 Bukti dari keefektifan band wagon adalah efek dari tekanan dan kesatuan grup. Kebanyakan orang akan terpengaruh ketika grup memberikan penilaian dalam pandangan lain, dan hal itu membuat orang condong mengikuti grup. Mayoritas dianggap benar (padahal belum tentu demikian).

Penting untuk setiap orang yang mengaku sebagai truth seeker atau pencari kebenaran untuk mendeteksi pesan-pesan propaganda yang di sisipkan dalam setiap informasi yang ada, agar tidak menjadi proxy dalam peperangan informasi.

@Rabbits_hole
Rabbit's Hole 🐰

28 Oct, 15:47

6,726

Sumpah Pemuda & Campur Tangan Freemason Yang Terlupakan

Loji de Ster in het Oosten di Batavia, menjadi tempat diadakannya pertemuan-pertemuan besar Freemason di Hindia Belanda. Tercatat pada, 16 Januari 1909, Dirk van Hinloopen Labberton, tokoh jaringan Freemason-Teosofi, mengadakan ceramah umum di hadapan tiga ratus orang, termasuk diantaranya adalah para priyai Jawa.

Dalam ceramah berjudul ”Theosofie in verband met Boedi Oetomo”, Labberton berusaha mengajak anggota-anggota Boedi Oetomo masuk dalam jaringan organisasi Teosofi tersebut.

Karena kedekatan antara Teosofi-Freemason dengan para aktivis pemuda pada masa itu, terutama mereka yang tergabung dalam Boedi Oetomo, Jong Java, dan Jong Sumatranen Bond, maka Kongres Pemuda Pertama tahun 1926 diselenggarakan di Loge de Ster in het Oosten ini.

Penggagas kongres ini adalah Mohammad Tabrani, aktivis Dienaren van Indie (lembaga beasiswa milik Freemason). Kongres pemuda pertama inilah yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.

Kongres Jong Sumatranen Bond (JSB) pada tahun 1919, yang dibuka oleh aktivis Freemason dari Sumatera, Tengku Mansyur, juga diadakan di lojk ini, sebagaimana keterangan Mohammad Hatta dalam memoirnya, ”Kongres JSB yang kedua, sebagaimana biasa di gedung loge di pojok Waterlooplein. Lapangan Banteng sekarang. Sekarang gedung itu namanya Kimia Farma. Tengku Mansyur membuka kongres itu dengan pidato yang menarik..” kenang Hatta dalam memoirnya.

The truth speaks for itself, for sure.

Lihatlah betapa organisasi perjuangan bangsa ini di dukung dan di fasilitasi oleh Freemason. Begitu pula mereka yang dijuluki the founding father banyak yang menjadi mason dan penganut teosofi.

[Dikutip dari buku Artawijaya, “Freemason & Teosofi, Persentuhannya dengan Elit Modern di Indonesia” hal 30-31]

@Rabbits_Hole
Rabbit's Hole 🐰

27 Oct, 13:38

5,302

Pameran Jejak Memori Hikayat “Tarekan Mason Bebas” di Indonesia

Sekali lagi, Freemason bukanlah ORGANISASI RAHASIA tapi ORGANISASI DENGAN BANYAK RAHASIA.

Organisasi rahasia apa yang namanya diketahui oleh hampir semua orang? Maka dari itu, kita harus mengganti istilah yang kita gunakan untuk menyebut Freemason.

Apa yang sampai ke kita kebanyakan adalah pengetahuan yang memang mereka ingin kita ketahui.

Museum Taman Prasasti Jakarta menggelar Pameran Jejak Memori Hikayat Tarekat Mason Bebas di Indonesia mulai dari 25 Oktober hingga 7 November 2023.

Kasatpel Museum Prasasti, Suharto mengatakan, pameran bertajuk 'Tinggalan dan Simbol Mason Bebas di Jakarta' ini salah satu program publik yang dirancang untuk memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat terkait sejarah sekaligus untuk memperingati hari jadi Museum.

@Rabbits_Hole
Rabbit's Hole 🐰

07 Oct, 05:55

5,986

Si Kembar Identik KAPITALISME & KOMUNISME

Komunisme digebyarkan sebagai musuh abadi kapitalisme. Komunisme dianggap sebagai antitesis kapitalisme. Apakah benar demikian?

Komunis bukanlah antitesis kapitalis, namun malah sintesis. Percampuran yang selaras. Bahwa antara kapitalis dan komunis itu serupa tapi tak sama. Berbeda-beda rupa tetaplah sama. Mereka itu kembar identik.

Modus keduanya serupa, contohnya, mencari bahan baku semurah-murahnya, dan/atau mengurai pasar seluas-luasnya. Hanya pola keduanya yang tak sama. Jika tujuan penguasaan atau pengendalian kapitalis adalah modal alias kapital oleh segelintir elit swasta/partikelir, sedang komunisme dikendalikan oleh segelintir elit negara. Sekali lagi, serupa namun tak sama. Bahkan ada anekdot yang menyatakan, bahwa komunisme itu ‘kapitalis plat merah’.

Monopoli kapitalis itu modal atau kapital, sedangkan monopoli komunisme ialah massa atau rakyat. Sama. Hanya berbeda pola.

Tatkala China menerapkan one country and two system, yaitu sistem negara yang mengelaborasi antara komunis dan kapitalis dalam ‘satu tarikan napas’, maka hasilnya sungguh dahsyat. Massa atau rakyat dikendalikan, modal dalam genggaman. Ke dalam menerapkan tata cara komunisme, ke luar menggunakan pola dan modus kapitalisme, yakni mencari bahan baku semurah-murahnya, mengurai pasar seluas-luasnya.

Begitulah para elit berkuasa. Baik komunis ataupun kapitalis, semua dibawah kendali mereka.

@Rabbits_Hole