Khazanah GNH @gusnadir Channel on Telegram

Khazanah GNH

@gusnadir


Komunitas Santri Gus Nadirsyah Hosen

Khazanah GNH (Indonesian)

Selamat datang di Khazanah GNH! Channel ini dikelola oleh gusnadir dan merupakan tempat berkumpulnya Komunitas Santri Gus Nadirsyah Hosen. Channel ini bertujuan untuk membagikan khazanah ilmu pengetahuan, kehidupan, dan spiritualitas kepada seluruh anggota komunitas. Dengan bergabung di Khazanah GNH, Anda akan dapat mengakses berbagai informasi dan wawasan yang bermanfaat untuk membantu dalam pengembangan diri dan kehidupan sehari-hari. Jika Anda tertarik untuk menjelajahi dan memperkaya pengetahuan Anda, bergabunglah sekarang di Khazanah GNH dan jadilah bagian dari komunitas yang peduli akan ilmu dan kebaikan bersama-sama dengan Gus Nadirsyah Hosen.

Khazanah GNH

16 Dec, 23:16


Baju Merah dan Blusukan

“Sejumlah orang zuhud datang ke Khalifah yang meminta saran dari mereka. Salah seorang berkata: “Wahai Amirul Mu’minin, saya pernah mengunjungi negeri Cina. Raja mereka menjadi tuli pendengarannya dan Raja sangat bersedih. Namun Raja Cina ini berkata bahwa “aku bersedih bukan karena hilangnya pendengaranku, tapi boleh jadi ada pencari keadilan yang dizalimi yang berhenti di depan pintu istanaku tapi aku tidak bisa mendengarnya. Tapi syukurlah mataku masih bisa melihat.”

“Kemudian Raja memberi perintah siapa yang hendak protes atas kezaliman yang menimpanya harus memakai baju merah (agar diketahui oleh Raja). Raja kemudian blusukan menemui rakyatnya dengan mengendarai gajah, dan menemui mereka yang berbaju merah.”

“Orang zuhud yang bercerita kisah ini kepada Khalifah kemudian berkata: “Wahai Amirul Mu’minin, ini tindakan bijak penguasa kafir kepada rakyatnya, bagaimana dengan anda yang orang beriman dan keturunan Nabi Muhammad? Sudahkan anda memperhatikan rakyat anda?”

(Kutipan dari Imam al-Ghazali dalam Al-Tibrul Masbuk fi Nashihatil Muluk halaman 20)

Tabik,

Nadirsyah Hosen

Khazanah GNH

16 Apr, 02:28


Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami 'Utsman bin 'Umar berkata, telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Az Zuhri dari 'Abdullah bin Ka'b bin Malik dari Ka'b, bahwa ia pernah menagih hutang kepada Ibn Abu Hadrad di dalam Masjid hingga suara keduanya meninggi yang akhirnya didengar oleh Rasulullah SAW yang berada di rumah. Beliau kemudian keluar menemui keduanya sambil menyingkap kain gorden kamarnya, beliau bersabda: "Wahai Ka'b!" Ka'b bin Malik menjawab: "Wahai Rasulullah, aku penuhi panggilanmu." Beliau bersabda: "Bebaskanlah hutangmu ini." Beliau lalu memberi isyarat untuk membebaskan setengahnya. Ka'b bin Malik menjawab, "Sudah aku lakukan wahai Rasulullah." Beliau lalu bersabda (kepada Ibnu Abu Hadrad): "Sekarang bayarlah."

Jadi ributnya ternyata soal hutang-piutang. Bagaimana komentar Ibn Hajar terhadap kejadian ini?

Ibn Hajar mengutip ulama besar lainnya, Qadhi ‘Iyad, yang mengatakan bahwa Hadits tentang pertengkaran kedua sahabat yang menyebabkan Nabi urung menceritakan kepastian waktu lailatul qadar merupakan dalil bahwa pertengkaran itu sesuatu yang tercela, yang menjadi sebab datangnya hukuman moral, yaitu terhalangnya keberkahan dan kebaikan serta mengundang hadirnya Syetan bersama pertengkaran itu.

Ibn Hajar juga mengomentari bahwa Masjid itu tempatnya berzikir, bukan bersenda gerau, apalagi bertengkar. Dan pertengkaran itu terjadi pula di waktu yang sangat khusus yaitu bulan suci Ramadhan.

Kita tahu bahwa rumah Nabi bersebelahan dengan Masjid, makanya Nabi mendengar suara keras kedua sahabat yang tengah cek-cok itu. Kata Ibn Hajar ini melanggar ketentuan Allah dalam al-Quran untuk merendahkan suara di depan Nabi Muhammad (QS al-Hujurat:2).

Hikmahnya tentu kita sekarang jadi ramai beribadah di sepuluh malam terakhir Ramadhan dan tidak hanya fokus di satu malam tertentu saja seandainya Rasul jadi memberi kita ‘bocoran’. Selalu ada hikmah dari setiap peristiwa yang melibatkan Nabi dan para sahabat beliau.

Pelajaran lainnya adalah bertengkar itu jelek, apalagi di dalam Masjid. Jangan urusan hutang-piutang dibicarakan di Masjid, nanti bikin ramai, apalagi membahas hal sensitif lainnya seperti soal politik dukung-mendukung kandidat atau parpol misalnya. Kita jaga kerukunan bersama agar keberkahan dan kebaikan tetap menyelimuti kita semua. Amin Ya Allah

Tabik,

Nadirsyah Hosen

Khazanah GNH

16 Apr, 02:28


Ketika Rasul Tidak Jadi Membocorkan Waktu Pasti Lailatul Qadar

Banyak hadits Nabi yang memberi indikasi mengenai kapan datangnya lailatul qadar. Ada sejumlah hadits yang meminta kita mencari di sepuluh malam terakhir; dan ada pula yang mengindikasikan di tujuh malam terakhir. Dan tentu saja hadits-hadits yang lebih spesifik menyebut malam ganjil. Namun sebenarnya Rasulullah SAW pernah hendak ‘membocorkan’ kepastian waktunya namun gak jadi. Kenapa? Simak yuk hadits Sahih Bukhari Nomor 1883.


حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ، حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ، حَدَّثَنَا أَنَسٌ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ، قَالَ خَرَجَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم لِيُخْبِرَنَا بِلَيْلَةِ الْقَدْرِ، فَتَلاَحَى رَجُلاَنِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، فَقَالَ ‏ "‏ خَرَجْتُ لأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ الْقَدْرِ، فَتَلاَحَى فُلاَنٌ وَفُلاَنٌ، فَرُفِعَتْ، وَعَسَى أَنْ يَكُونَ خَيْرًا لَكُمْ، فَالْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ ‏"‌‏.


Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Khalid bin Al Harits telah menceritakan kepada kami Humaid telah menceritakan kepada kami Anas dari 'Ubadah bin Ash-Shamit berkata; Nabi SAW keluar untuk memberitahukan kami tentang Lailatul Qadar. Tiba-tiba ada dua orang dari Kaum Muslimin yang tengah berbantah-bantahan. Akhirnya Beliau berkata: "Aku datang untuk memberitahukan kalian tentang waktu terjadinya Lailatul Qadar namun fulan dan fulan tengah berdebat sehingga kepastian waktunya diangkat (menjadi tidak diketahui). Namun semoga kejadian ini menjadi kebaikan buat kalian, maka carilah pada malam yang kesembilan, ketujuh dan kelima (pada sepuluh malam akhir dari Ramadhan)".

Jadi, Nabi Muhammad urung ‘membocorkan’ karena info kepastian waktu datangnya lailatul qadar pada malam keberapa telah diangkat kembali oleh Allah. Atau dalam redaksi di riwayat lain, Nabi menjadi lupa hal itu. Itu semua dikarenakan terjadinya pertengkaran kedua sahabat Nabi di dalam Masjid, yang dalam riwayat Sahih Muslim disebut “keduanya merasa benar dan ‘didampingi’ oleh Syetan” —untuk mendeskripsikan emosi keduanya.

Yang menarik, Imam Bukhari tidak mencantumkan kedua nama Sahabat itu. Saya menduga bahwa Imam Bukhari (atau para perawi yang meriwayatkan kisah ini) tidak mau menjatuhkan martabat agung kedua Sahabat Nabi tersebut. Tentu kalau kemudian nama keduanya menjadi diketahui umat generasi berikutnya itu semata-mata hanya untuk mengambil pelajaran saja, bukan untuk merendahkan kedua beliau radhiyallah ‘anhuma.

Ibn Hajar dalam kitab Fathul Bari saat menjelaskan riwayat ini menyebutkan nama kedua Sahabat Nabi yang bikin heboh di atas itu berdasarkan info dari Ibn Dihyah. Nah, sebelum kita ‘bocorkan’ nama kedua sahabat Nabi itu, kita bahas dulu siapa Ibn Dihyah ini?

Ibn Dihyah adalah seorang ahli Hadits dari Spanyol di masa kejayaan Islam. Lahir di Valencia tahun 1150 Masehi dan wafat di Mesir pada tahun 1235 Masehi. Beliau ini keturunan dari seorang Sahabat Nabi yang namanya sama yaitu Ibn Dihyah. Ibn Dihyah yang sahabat Nabi itu merupakan utusan Nabi ke Heraklius, dan wajahnya terkenal ganteng.

Dalam satu riwayat, Jibril alaihis salam pernah menemui Nabi dalam wujud seorang manusia yang wajahnya ganteng seperti Ibn Dihyah ini, sesuai info dari istri Nabi Muhammad yang bernama Ummu Salamah Radiyallah ‘anha. Jadi Ibn Dihyah yang dikutip Ibn Hajar ini bukan orang sembarangan.

Nah, Ibn Dihyah mengatakan bahwa nama kedua sahabat Nabi ini adalah Ka’ab bin Malik dan Abdullah bin Abi Hadrad. Sebagai akademisi, saya tidak puas hanya mengetahui dua nama ini. Saya ingin tahu apa sih yang mereka pertentangkan sampai memancing reaksi dari Nabi Muhammad dan konsekuensinya kita jadi gak dapat ‘bocoran’ tentang kepastian waktu lailatul qadar.

Saya menemukan dalam Sahih Bukhari, hadits nomor 437 (dan diulang sampai 5 kali dalam bab berbeda di Sahih Bukhari):

Khazanah GNH

18 Mar, 14:26


Channel photo updated

Khazanah GNH

18 Mar, 14:26


Channel photo removed

Khazanah GNH

15 Mar, 20:32


Pemaksiat itu kita semua

Kita adalah pendosa. Pemaksiat. Mari akui bahwa setiap kita berbuat dosa. Kita bukan orang suci. Kita manusia biasa.

Ada yang rajin ibadah malam, tapi siang hari lidahnya menyakiti sesama

Ada yang rajin sedekah, tapi tak mampu menundukkan pandangannya pada kemolekan

Ada yang sabar kala menghadapi musibah, namun saat mendapat anugerah mendadak lupa beribadah

Ada yang dititipi rahasia Allah, tapi tak mampu menjaga sehingga mudah membocorkannya

Ada yang tahan pada godaan tahta, harta dan wanita namun tak mampu keluar dari jebakan menepuk dada

Sebagai pendosa dan pemaksiat, kita ingin Allah menutupi aib kita dan tidak memviralkannya. Cukup Allah saja yang tahu.

Kita ingin Allah masih memandang kita dengan kasih sayang. Kita ingin Allah segera memaafkan kita. Kita ingin Allah masih memberi kita kesempatan bertaubat dan masih membuka peluang untuk kita menjadi pribadi yang lebih baik dari hari kemarin.

Jikalau itu yang kita inginkan. Jika itu yang kita harap saat kita kembali terjerumus dosa, maka perlakukanlah hal yang sama terhadap pendosa disekitar kita.

Tebar rahmatNya; bukan laknatNya. Maafkan, bukan menghakimi apalagi mencaci mereka, seolah kita makhluk suci tanpa dosa. Tutupi aib mereka sebagaimana kita ingin Allah menutup aib kita. Dan jangan sekali-kali menghalangi harapan mereka akan ampunan Allah.

Terima kasih Habib Ali Al Jufri yang telah mengingatkan kita semua. Ini syarh saya terhadap ujaran beliau di meme. Wa Allahu a’lam.

Tabik,

Nadirsyah Hosen

Khazanah GNH

09 Dec, 05:38


Mutual Respect

Nadirsyah Hosen

‎وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُسْلِمًا

Rasul bersabda: “senangilah untuk manusia apa yang kamu senangi untuk dirimu maka kamu akan menjadi muslim” (Musnad Ahmad, HN 7748 dan Sunan at-Tirmidzi, HN 2227)

Rasul mengajarkan kepada kita untuk memiliki rasa saling hormat. Caranya? Lakukan terhadap orang lain apa yang kamu senang orang lain memperlakukannya kepadamu.

Anda senang urusan hidup anda dimudahkan orang lain? Anda senang kalau diberi hadiah? Anda senang kalau orang lain menjaga kehormatan diri anda? Anda bahagia kalau orang berkomunikasi yang baik kepada anda? Anda hepi kalau orang lain menepati janji? Anda senang kalau orang lain mengucapkan “terima kasih”, “maaf”, “tolong”?

Maka perlakukan orang lain juga seperti itu. Yang luar biasa Rasul menjadikan ini sebagai ciri identitas keislaman kita.

Riwayat hadis ini kelihatannya kelanjutan dari makna hadis populer: untuk menjaga lisan dan tangan kita.

Itu berarti, kalau anda tidak suka orang lain mencaci, memfitnah, atau mengeluarkan kata-kata kasar kepada anda, maka jangan lakukan itu kepada orang lain.

Rasul ditanya: Islam manakah yg paling utama? Rasul menjawab: siapa yang kaum Muslim selamat dari lisan dan tangannya (HR Bukhari).

Ini artinya, Islam tidak semata menjadikan ritual sebagai ukuran keislaman, tapi juga relasi sosial kita menentukan ciri dan identitas keislaman kita.

Yang terbaik tentu mereka yang mampu menjadi saleh secara ritual dan saleh secara sosial sekaligus.

Terakhir, meski bacaan Qur'an anda bagus, akhlak anda mulia, dan anda juga ahli fiqh, tapi jikalau anda masih menonton bola, anda tetap tidak layak dijadikan sebagai Imam sholat.

Paham yah? 🙏😊

Khazanah GNH

28 Oct, 04:04


Sumpah

Mungkin gak menyatukan sebuah negeri yang terdiri dari banyak pulau, banyak etnik, suku dan ragam budaya serta bicara dalam berbagai bahasa yang berbeda?

Jauh sebelum munculnya ideologi bangsa dan dasar negara, yaitu Pancasila, sejumlah pemuda telah berikrar mengaku “bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia”; “mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia”; dan “menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.

Rumusan itu ditulis oleh Mr Mohamad Yamin (24 Agustus 1903 – 17 Oktober 1962). Pertemuan 27-28 Oktober 1928 itu dihadiri oleh berbagai utusan.

Rumusan awal Yamin menyebut bahasa Melayu dan beliau memprotes Mohamad Tabrani (10 Oktober 1904 – 12 Januari 1984) yang mengusulkan diksi bahasa Indonesia. Namun kemudian Yamin setuju dengan istilah Bahasa Indonesia.

Yang menarik, beberapa nama itu kemudian dianggap menciderai makna ikrar mereka di tahun 1928 dan dianggap berkhianat pada NKRI. Misalnya Amir Sjarifoeddin yang terlibat peristiwa PKI Madiun 1948 atau Kartosoewirjo yang mendirikan gerakan Darul Islam untuk melawan pemerintah Indonesia dari tahun 1949 hingga tahun 1962.

Hadir pula nama-nama seperti Djohan Mohammad Tjai aktivis dari Jong Islamieten Bond yang keturunan Tionghoa. Keturunan Tionghoa lainnya yang juga terlibat dalam sumpah pemuda seperti Sie Kong Lian yang menyediakan rumahnya sebagai tempat pelaksanaan. Juga ada nama seperti Kwee Thiam Hong (Jong Sumatranen Bond), Oey Kay Sing, John Liau Tjoan Hok dan Tjio Djin Kwie.

Pendek kata, latar belakang yang hadir sungguh beragam. Mereka punya alasan untuk berbeda, namun mereka memilih alasan yg lain untuk bisa bersatu.

Belakangan istilah Ikrar Pemuda berganti menjadi Sumpah Pemuda. Tabrani giliran yang protes kepada Yamin atas perubahan itu. Namun Yamin mengatakan sudah terlambat menggantinya.

Sumpah sendiri punya konotasi yang kuat dalam tradisi sejarah dan agama bangsa kita. Sumpah Palapa Gajah Mada, misalnya. Bagi kalangan santri, sumpah itu juga sesuatu yang harus dilaksanakan. Mengabaikan sumpah akan terkena kafarat sumpah. Itu sebabnya tanah air, bangsa dan bahasa Indonesia menjadi harga mati.

Tabik,

Nadirsyah Hosen

Khazanah GNH

18 Oct, 07:28


Secret Admirer: diam-diam memujiMu

(Nadirsyah Hosen)

Kamu punya idola di medsos? Gak pernah bertemu, tapi kamu mengidolakannya; selalu memantau postingannya atau bahkan selalu paling dulu kasih komen, klik like dan share.

Tapi kamu merasa Sang Idola gak pernah merespon; atau hanya sesekali klik like terhadap komentarmu. Itu pun sudah bikin kamu senang dan selalu memujinya. Kamu adalah secret admirer yang nun jauh di sana selalu memuji Sang Idola. Kamu hanya membatin suatu saat bisa bertemu dengannya, terus selfie deh 😍🙏

Kamu gak sendirian. Di dunia ini banyak orang yang menjadi secret admirer; yang hanya bisa diam-diam memuji dari kejauhan tanpa pernah bersua.

Tapi sadarkah bahwa sebagai Muslim kita adalah secret admirer terhadap Ilahi Rabbi. Kita berulang kali memuji “Alhamdulillahirabbil alamin” tanpa pernah tahu apakah Dia akan klik like dan share pujian kita itu.

Itu sebabnya dalam gerakan shalat, khususnya saat bangun dari Ruku’, kita diminta mengucapkan “Sami’allahu liman hamidah”. Berbeda dengan gerakan lainnya dalam shalat yang mengucap takbir.

Kita sendiri yang berucap saat i’tidal: “Allah Maha Mendengar siapa yang memujiNya”. Ini artinya, berbeda dengan Sang Idola yang kita kagumi di medsos, Allah tidak pernah melewatkan mendengar kata-kata pujian kita.

Dalam kitab I’anah, diceritakan riwayat bagaimana ucapan ini bermula, yaitu ketika Sayidina Abu Bakar telat hadir shalat jama’ah bersama Rasul. Ketika masuk Masjid, beliau masih mendapati Rasul dan jama’ah sedang ruku’. Beliau lantas berucap Alhamdulillah. Kemudian bergabung dalam shalat.

Jibril lantas turun dan meminta Nabi Muhammad saat bangun dari ruku’ mengucapkan “sami’allahu liman hamidah” sebagai penegasan bahwa Allah mendengar pujian dari Sayidina Abu Bakar.

Namun kini bukan hanya pujian Abu Bakar yang didengar Allah. Kita pun memuji Allah. Karena jawaban makmum saat Imam berucap “sami’allahu liman hamidah” ialah “Rabbana wa lakal hamdu” (Duhai Tuhan kami, segala puji hanya bagi-Mu). Ada yang membaca tanpa “wa”. Ada pula yang mengawali dengan “Allahumma”. Bahkan ada yang membaca lebih panjang:

‎اللهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ، مِلْءُ السَّمَاوَاتِ، وَمِلْءُ الْأَرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ

“Ya Allah Rabb kami, hanya milik-Mu semata segala pujian, yang memenuhi langit-langit, bumi, dan segala sesuatu yang Engkau kehendaki”

Variasi bacaan di atas tidak masalah. Silakan pilih kalimat pujian yang hendak kita ucapkan. Semuanya ada riwayat pendukungnya. Apapun bacaan kita, semuanya bertujuan memuji Allah, sebagai respon terhadap penegasan bahwa Allah Maha Mendengar pujian dari hambaNya.

Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa maksud “mendengar” di sini maknanya adalah “mengabulkan” doa hambaNya dalam setiap kondisi.

Dalam satu riwayat shahih juga disebutkan: “Barangsiapa bacaan (pujiannya) saat i’tidal itu bersamaan dengan bacaan pujian dari malaikat, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari).

Wahai para secret admirer,
Wahai mereka yang diam-diam selalu memuji Allah,
Yakinlah bahwa Allah mendengar pujian itu.

Tidakkah sekarang hati kita bergetar saat bangun dari ruku’ dan mengucap Rabbana wa lakal hamd? Ucapan yang pasti didengar oleh Allah.
Semoga semua doa dan pinta kita dikabulkan oleh Allah, dan semoga dosa-dosa kita dihapuskan oleh Allah.

#GusNadirsyahHosen
#KhazanahGNH
#KomunitasSantriGusNadirsyahHosen
#GusNadir
#SantriGusNadir
#Santri

Khazanah GNH

16 Aug, 11:03


Lelaki yang Gagal Romantis

Suatu malam Isa bin Musa al-Hasyimi berusaha gombalin istrinya. Sayang, dia gak paham cara gombalin istri dengan romantis. Dia berkata kepada istrinya: "Jikalau engkau tidak bisa menjadi lebih indah dari bulan, engkau terkena talak tiga."

Maksud dia mau bilang istrinya lebih indah dari bulan. Tapi karena pilihan diksi yang kebablasan, istrinya ngambek. "Ceraikan saja aku kalau gitu!"  Pusinglah sang suami. Malam terasa begitu berat untuk dijalaninya. Mungkin asam lambung dan asam uratnya langsung naik saat itu :)

Isa pun pergi mengadu ke Khalifah al-Manshur dan minta sang khalifah turun tangan menyelesaikan persoalan ini. Isa memang keponakan khalifah dan saat itu menjadi putera mahkota, calon penerus Khalifah.

Tafsir al-Qurthubi menceritakan bahwa al-Manshur lantas memanggil semua ulama besar untuk bahtsul masail. Semua ulama yang hadir mengatakan bahwa talak tiga telah jatuh, kecuali seorang ulama bermazhab hanafi, yaitu Yahya bin Aktsam. Sebut saja "Gus" Yahya, biar mirip sama panggilan Ketum PBNU,  berpendapat bahwa talak tiga tidak terjadi antara Isa bin Musa dengan istrinya. 

Ketika ditanya dalil-nya, Gus Yahya membacakan surat at-Tin: “laqad khalaqnal insana fi ahsani taqwim.”Sungguh telah kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. 

"Wahai Amirul Mu’minin,  manusia adalah ciptaan yang paling indah. Tidak satupun, termasuk bulan, yang melebihi keindahan manusia sebagai ciptaan Allah." 

Khalifah al-Manshur lantas berkata kepada Isa bin Musa, "Temui kembali istrimu. Dia masih sah terikat dalam pernikahan bersamamu."

Paling tidak, ada dua pelajaran yang bisa kita ambil. Pertama, perempuan itu lebih indah dari bulan. Sepakat yaahhh...Jadi berhentilah mengatakan: "dik, engkau seindah bulan."

Kedua, dan ini pelajaran penting. Mbok ya kalian para lelaki itu belajar untuk bersikap romantis tanpa kebablasan. Oke? Oke?

Tabik,

#GusNadirsyahHosen
#KhazanahGNH
#KomunitasSantriGusNadirsyahHosen
#GusNadir
#SantriGusNadir
#Santri

Khazanah GNH

12 Jul, 02:23


Akal dan Syariat Menuju Taat

Dalam muqadimah kitab al-Mustashfa, Imam al-Ghazali menerangkan bahwa akal itu sebagai hakim, sedangkan syariat sebagai saksi. Artinya, hakim tak bisa memutus perkara tanpa acuan (dalil) atau keterangan dari saksi. Sedangkan keterangan saksi tak bisa dijalankan tanpa adanya keputusan dari hakim.

Di sini Imam Al-Ghazali mengaitkan relasi antara akal dan syariat sebagaimana layaknya sebuah persidangan. Kita pahami bahwa saksi yang adil dan hakim yang bijak akan melahirkan keputusan yang maslahat.

تَنَاطَقَ قَاضِي الْعَقْلِ وَهُوَ الْحَاكِمُ الَّذِي لَا يُعْزَلُ وَلَا يُبَدَّلُ، وَشَاهِدُ الشَّرْعِ وَهُوَ الشَّاهِدُ الْمُزَكَّى الْمُعَدَّلُ، بِأَنَّ الدُّنْيَا دَارُ غُرُورٍ لَا دَارُ سُرُورٍ،

Nah, menurut Imam al-Ghazali, ternyata akal dan syariat; hakim dan saksi, telah sepakat bahwa dunia itu tempatnya tipu daya.

Dunia yang sementara ini bukanlah tempat untuk kita meletakkan kebahagiaan yang hakiki. Maka akan bisa lepaslah aturan syariat dan hilanglah akal sehat gara-gara kita tertipu oleh dunia.

Hanya mereka yang menempuh ketaatan yang akan selamat, yaitu melalui ilmu dan amal. Imam al-Ghazali meletakkan keduanya sebagai bagian dari ketaatan. Ada yg taat kepada Allah melalui amalannya, dan ada pula yang melalui ilmunya. Dan yang utama adalah dengan ilmu sebagai bagian dari amal. Maka sudah selayaknya ilmu yang kita pelajari dan amal yang kita jalani itu sebagai sarana menuju ketaatan kepada Allah Swt.

وَالطَّاعَةُ طَاعَتَانِ عَمَلٌ وَعِلْمٌ، وَالْعِلْمُ أَنْجَحُهَا وَأَرْبَحُهَا، فَإِنَّهُ أَيْضًا مِنْ الْعَمَلِ

Komplit sudah: akal yang sehat dipadukan dengan dalil syariat akan melahirkan ilmu dan amal sebagai bentuk ketaatan hamba kepada Sang Khaliq. Sami’na wa Atha’na.

Tabik,
Nadirsyah Hosen

#GusNadirsyahHosen
#KhazanahGNH
#KomunitasSantriGusNadirsyahHosen

Khazanah GNH

11 Jul, 12:50


Amalan Kita

Diceritakan dalam kitab Siyaru A’lamin Nubala karya Imam Dzahabi (juz 19, halaman 223) bahwa Syekhul Islam Abu Mansur Muhammad bin Ahmad al-Khayyat adalah seorang yang zuhud, dan memiliki banyak karomah.

Beliau terkenal sebagai ahli Qur’an yang telah khatam Quran ribuan kali, dan juga seorang ahli hadits. Masyhur dan harum namanya. Wafat pada tahun 499 H, dikenal sebagai orang salih, tsiqoh dan ahli ibadah.

Setelah beliau wafat, as-Sam’ani, seorang ahli sejarah Islam, bermimpi berjumpa dg beliau.

‎قال السمعاني : رئي بعد موته ، فقال : غفر الله لي بتعليمي الصبيان الفاتحة . مات في المحرم سنة تسع وتسعين وأربعمائة .

Dan Syekh Khayat bercerita bahwa Allah mengampuninya karena dulu dia sempat mengajari anak kecil akan surat al-Fatihah.

Kisah ini begitu menggetarkan. Seorang Syekhul Islam ternyata mendapat ampunan ilahi karena amalannya yang pernah mengajari surat al-Fatihah.

Jangan pernah menyepelekan amalan. Kita tidak tahu amalan mana yang akan membawa kita ke surga. Jangan pula merasa rendah diri akan amalan kita yang tak seberapa di mata manusia, tapi bisa jadi bernilai tinggi di sisi Allah.

.

(Gus Nadirsyah Hosen)

.

Khazanah GNH - Komunitas Santri Gus Nadirsyah Hosen

.

Tabik,
🙏

#KhazanahGNH
#KomunitasSantriGusNadirsyahHosen
#GusNadirsyahHosen
#GusNadir
#SantriGusNadir
#Santri

Khazanah GNH

13 Jun, 00:10


Fatwa NU dan MUI soal Hewan Kurban yang kena PMK

Fatwa NU berbeda dg fatwa MUI. Bagi NU, ringan atau berat, hewan yg kena penyakit PMK gak sah jadi hewan kurban. Fatwa MUI bilang yg kena PMK ringan, masih sah jadi hewan kurban.

Terlepas dari perbedaan tsb, kedua fatwa tsb tidak membahas:

1. Akar masalah munculnya PMK saat ini. Fatwa hanya fokus pada masalah mendesak yaitu soal qurban. Tentu kita apresiasi respon cepat NU & MUI. Tapi akar masalahnya yaitu dibukanya keran impor sapi dari negara yg belum bebas PMK menjadi biang kerok persoalan. Ini gak “disentil” dalam fatwa tsb. Pemerintah gak boleh lepas tangan. Harus tanggung jawab.

2. Bagaimana nasib para peternak dan penjual hewan qurban? Sekarang harga sapi melonjak sementara pembeli takut. Peternak sapi menangis. Ibarat mau panen, malah kena hantam PMK. Nah gimana solusi dari NU dan MUI? Mungkin harus dibahas lebih luas dari sekadar fatwa sah atau tidak sah.

Tabik,

Nadirsyah Hosen

Khazanah GNH

23 May, 14:24


Kafir dalam terminologi agama dan konstitusi

Tidak ada Kiai yang mau menghapus istilah kafir dalam al-Quran dan Hadits. Justru para Kiai berpesan agar penggunaannya harus hati-hati. Makna istilah kafir ini beragam makna, dari mulai persoalan aqidah (tidak percaya kepada keesaan Allah dan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah) sampai kafir dalam makna mengingkari nikmat yang Allah berikan (kufur nikmat).

Para Kiai juga berpesan agar hati-hati memberi label kafir kepada sesama Muslim hanya karena berbeda penafsiran ayat, beda mazhab atau beda ormas. Begitupun terhadap orang yang memiliki keyakinan berbeda, tidak perlu kita menyakiti hatinya dengan menuding sambil koar2 mengatakan mereka kafir. Panggillah mereka dengan sapaan yang santun dalam relasi kita sehari-hari tanpa harus mencampuradukkan keimanan kita dengan mereka. Pandanglah dan sapalah mereka sebagai manusia terhormat. Inilah akhlak yang diajarkan para Kiai. Kita jadi paham antara perkara aqidah, akhlak dan muamalah.

Di luar masalah aqidah tidak kita temui istilah kafir dalam Konstitusi kita. Semua berjuang bersama-sama meraih kemerdekaan. Semua mengisi kemerdekaan dengan hidup rukun dan damai. Semua punya hak dipilih dan memilih dalam pemilu. Semua punya hak dan kewajiban yang sama. Konstitusi menyebut kita semua sebagai warga negara (al-muwathinun).

Itu sebabnya kosa kata kafir tidak dipakai dalam konteks kita bernegara dan berbangsa. Ini masuk kategori siyasah.

Jadi, bukan mau dihapus istilah kafir, tetapi hendak diletakkan dan digunakan secara proporsional. Kita jadi paham bagaimana penggunaan istilah kafir dalam tradisi keislaman, dan bagaimana pula menaruhnya dalam kehidupan ketatanegaraan bangsa kita.

Terima kasih para Kiai yang sudah menjelaskan hal ini dengan jernih.

.

(Gus Nadirsyah Hosen)

.

Khazanah GNH - Komunitas Santri Gus Nadirsyah Hosen

.

Tabik,
🙏

#KhazanahGNH
#KomunitasSantriGusNadirsyahHosen
#GusNadirsyahHosen
#GusNadir
#SantriGusNadir
#Santri

Khazanah GNH

30 Apr, 23:05


Kita diajarkan untuk menjadi pemaaf.

Mengapa selepas berpuasa Ramadan, para ulama dan orang tua kita mengajarkan untuk saling bermaaf-maafan? Mohon maaf lahir dan batin. Padahal teks keagamaan tidak menyebutkan hal ini.

Ini satu dari sekian tradisi Ramadan yang berbeda antara Indonesia dengan Arab Saudi. Tradisi mudik, halalbihalal, hiasan/makanan ketupat, opor ayam dan sungkeman mewarnai kekhasan praktek kebersamaan masyarakat di tanah air.

Dalam bahasa Ushul al-Fiqh ini disebut dengan: al-‘Adah Muhakkamah (adat kebiasaan dijadikan panduan menetapkan hukum). Dan juga kaidah lainnya yang beradal dari riwayat Ibn Mas’ud: “Ma raahu al-muslimuna hasanan fa huwa ‘indallah hasan” (apa yang dianggap baik oleh umat Islam maka di sisi Allah pun dianggap baik).

Saling memaafkan itu menunjukkan hablum minan nas (relasi dengan sesama) yang kokoh, setelah ibadah puasa yang merupakan bagian dari hablum minallah (relasi kepada Allah) yang solid. Keduanya digabungkan secara utuh.

Ada yang begitu berat mengakui kesalahannya, ada pula yang enggan memaafkan. Ada yang gengsi karena kedudukan dan status sosialnya untuk minta maaf terlebih dulu. Ada yang tak tahu lagi pada siapa harus meminta maaf karena setiap saat membuat jengkel banyak pihak. Momen idul fitri menjadi pelebur itu semua.

Kapan lagi kita melihat boss di kantor yang biasanya galak dan menjengkelkan, gak pernah ngaku salah, tapi pada momen Idul Fitri memohon maaf kepada anak buahnya. Basa-basi? Formalitas? Mungkin saja. Tapi paling tidak suasana menjadi cair.

Dengan tradisi saling memaafkan, ulama dan orang tua mengajarkan kita bahwa kita bukan makhluk suci tanpa dosa. Kita tidak perlu merasa paling benar dan paling suci. Kita diajarkan rendah hati mengakui kekhilafan kita, baik dengan keluarga, jamaah, masyarakat atau bahkan negara.

Mau kita punya salah atau tidak, semua pihak dihubungi, yang akrab maupun yang jauh, atau bahkan tak dikenal. Idul fitri menjadi momen kebersamaan untuk saling memaafkan. Platform medsos pun menjadi sarana saling meminta maaf.

Indah nian bukan cara ulama dan orang tua kita mengajarkan tradisi ini? Gak usah dicari mana dalil teks ayat dan haditsnya, cukup diresapi tradisi yang baik ini.

Bahkan bukan cuma saling memohon maaf tapi juga diselipkan doa yang sangat populer di nusantara: minal aidin wal faizin. Ini bukan terjemahan bahasa Arabnya maaf lahir dan batin, tapi potongan doa: ja’alanallahu minal aidin wal faizin atau Allahumaj’alna monal aidin wal faizin. Semoga Allah menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang kembali fitrah dan meraih kemenangan.

Doa tersebut diperpendek karena berat di lidah kita. Jadi cukup ujungnya saja, dan cara ini sukses mempopulerkan doa itu sehingga mudah diucapkan siapa saja.

Saling meminta maaf dan saling mendoakan, serta saling kunjung-mengunjungi. Luar biasa bukan tradisi lebaran di Nusantara? Bahkan tradisi ini masih terus dijalankan orang Indonesia yang tinggal di mancanegara.

‘Ied mubarak. Selamat idul fitri. Kullu ‘am wa antum bi khair. Taqabalallah minna wa minkum. Minal aidin wal faizin. Mohon maaf lahir dan batin.

Tabik,

Nadirsyah Hosen

Khazanah GNH

17 Apr, 03:21


Link Zoom Sang Belas Kasih https://bit.ly/zoomsangbelaskasih (Meeting ID: 820 8114 0575).
https://us02web.zoom.us/j/82081140575

Yuk gabung 🙏😍