لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِىَ والْمُرْتَشِىَ
Rasulullah saw. melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap [HR Abū Dāwūd no. 3580 dan al-Ḥākim no. 7066].
Kata “laknat” yang berarti “jauh dari kebenaran atau sesuatu yang tercela dan dikutuk” ini menunjukkan pengharaman. Dalam Himpunan Putusan Tarjih jilid ke-3 disebutkan: “Penyuapan merupakan perbuatan yang dilarang. Pelakunya tidak hanya yang menyuap, tetapi juga meliputi penerima suap dan perantara antara penyuap dan penerima suap.” Jadi, masyarakat yang menerima suap berarti sudah melakukan dosa besar meskipun nantinya tidak memilih sesuai yang dikehendaki pemberi suap. Begitu pula perantara dan semua pihak yang membantu terjadinya suap ini, termasuk pejabat yang diamanahi menyelenggarakan dan mengawasi pemilu bila terlibat atau membiarkan itu terjadi. Keharaman ini juga berlaku pula bagi pihak lain yang ingin menyuap masyarakat untuk memilih calon yang ia dukung, meskipun calon yang ia dukung tidak mengetahui praktik suap tersebut.
Selengkapnya:
https://fatwatarjih.or.id/hukum-politik-uang-money-politics-pemilu-serentak/