Berbeda dengan Amerika, menurut rilis FRA – European Union Agency for Fundamental Rights yang berkedudukan di Austria (2014) menunjukkan, tingkat prevalensi kejahatan seksual yang dialami oleh remaja perempuan di Eropa usia 15 tahun adalah sebesar 22% pada saat mereka terlibat hubungan intim dengan pacar. Sementara sebesar 22% pula, perempuan usia 15 tahun sudah mengalami kejahatan seksual dari orang lain. Ini merupakan perbuatan yang dikategorikan sebagai kejahatan. Belum lagi yang lebih bersifat pelanggaran “lebih ringan”.
Catatan ini hanyalah sekedar gambaran. Saya tidak menyibukkan diri dengan data statistik mengenai tingginya tingkat perkosaan di berbagai negara. Saya sengaja menampilkan data kekerasan seksual yang bersifat cukup ekstrem, yakni perkosaan, dan bukan sekedar pelecehan seksual untuk menunjukkan bahwa berbagai tindakan yang buruk tersebut banyak terjadi. Tetapi tidak fair jika hanya menunjukkan kasus-kasus yang memilukan. Kita perlu menengok data yang ditunjukkan oleh UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime), sebuah lembaga PBB yang menangani masalah penyalahgunaan obat terlarang dan kejahatan. Berdasarkan rilis tahun 2013 tentang kejahatan seksual di berbagai negara di seluruh dunia dari tahun 2003 hingga 2010, ada beberapa negara yang paling aman dari kasus kejahatan seksual, di antaranya yang paling aman adalah Oman dan Qatar. Paling menarik adalah Qatar dimana kasus kejahatan seksual dalam rentang waktu tersebut hanya terjadi pada tahun 2003 dan 2004 masing-masing sebanyak 11 dan 13 kasus di seluruh penjuru negeri. Jadi 11 kejadian itu dihitung dari kasus yang ada secara nasional.
Lalu, mengapa Qatar bisa sedemikian aman? Inilah yang jauh lebih penting daripada data statistik. Bukan berarti data tidak penting, tetapi mengetahui apa yang menjadi sebab jauh lebih penting agar kita dapat mengambil pelajaran.