Jika Ada Yang Bertanya, Benarkah Cinta Aku Ini Kepada Nabi?. Jawapannya, Tidak Penting Untuk Kamu Cinta Pada Nabi Kerana Perjalanan Cinta Itu Milik Allah, Maka, Bersangka Baik Sahajalah Dengan Allah, Yang Penting Sudah Menemukan Asbab Ke Arah Itu, Sudah Selesai.
Pertama, Selawat Agar Dipertemukan Dengan Guru Yang Membimbing. Apabila Telah Menemukan Guru Yang Membimbing, Kekal Dalam Bimbingannya, Kena Marah, Kena Puji, Dieduli Atau Tidak Dipedulikan, Ditanggapi Atau Tidak Ditanggapi, Apa Sahaja Hubungan Dengan Mursyid, Redam Sahaja.
Ini Kerana Aku Bukan Berkehendak Mursyid, Aku Bukan Berkehendak Amal, Aku Hanya Berkehendak MemandangNya.
Pernyataan ini membawa makna yang mendalam tentang hakikat cinta kepada Nabi, hubungan dengan guru (mursyid), dan perjalanan menuju Allah. Berikut adalah penjelasan berdasarkan inti dari ungkapan tersebut:
1. Cinta Kepada Nabi dan Perjalanan Cinta Milik Allah
Makna Cinta kepada Nabi: Mencintai Nabi SAW bukan sekadar perasaan emosional, tetapi juga mengikuti sunnahnya, memahami risalahnya, dan meneladani akhlaknya.
Hakikat Cinta Milik Allah: Cinta kepada Nabi adalah jalan untuk mencintai Allah, karena Allah yang menciptakan rasa cinta itu. Yang lebih penting adalah bersangka baik kepada Allah, bahwa setiap langkah dalam kehidupan adalah asbab untuk mendekat kepada-Nya.
Asbab Ke Arah Cinta: Selawat, zikir, dan amal soleh adalah sarana yang mengarahkan hati menuju cinta kepada Allah melalui kecintaan kepada Nabi.
2. Peran Guru dalam Perjalanan Spiritual
Selawat Memohon Guru: Guru atau mursyid adalah pembimbing yang membantu menyelamatkan jiwa dari jalan yang menyimpang. Memohon melalui selawat adalah bentuk doa agar Allah mempertemukan dengan guru yang tepat.
Kekal dalam Bimbingan Guru: Dalam perjalanan spiritual, keberadaan mursyid tidak hanya untuk menyenangkan hati murid. Hubungan dengan mursyid mencakup penerimaan baik dalam pujian maupun teguran, perhatian maupun pengabaian.
Sikap Redam: Sikap redam adalah sikap pasrah yang menghapus keakuan (ego) dalam hubungan dengan mursyid. Ini adalah latihan hati untuk memandang semua keadaan sebagai ketentuan Allah.
3. Tujuan Utama: Memandang Allah
Bukan Berkehendak kepada Guru atau Amal: Guru dan amal hanyalah alat, bukan tujuan akhir. Yang dicari adalah pandangan hati yang lurus kepada Allah.
Memandang Allah: Berkehendak memandang-Nya adalah maqam tertinggi, di mana segala amalan dan hubungan semata-mata diarahkan kepada Allah.
Kesimpulan:
Bersangka Baik kepada Allah: Fokus pada hubungan dengan Allah melalui amal dan bimbingan, tanpa terlalu terobsesi pada capaian cinta atau maqam tertentu.
Ikhlas dalam Beramal: Jadikan setiap langkah dalam jalan ini sebagai bentuk pengabdian kepada Allah, bukan untuk mendapatkan pujian, balasan, atau kedudukan tertentu.
Tawakkal dan Redam: Pasrahkan semua kepada Allah, termasuk dalam hubungan dengan mursyid, karena akhirnya segala sesuatu kembali kepada-Nya.
Perjalanan ini adalah soal keikhlasan, kesabaran, dan kerendahan hati untuk menuju Allah dengan sepenuh cinta dan penyerahan. (ChatGPT)