SAYYIDINA ABU THALIB (sa)
Oleh: A.R.M
Bag 1
Salah satu sosok yang menonjol dan sentral dalam sejarah, khususnya sejarah Islam, adalah Sayyidina Abu Thalib (sa).
Beliau Abu Thalib bin Abdul Muthalib (sa) adalah paman sekaligus pengasuh Nabi Muhammad saww, semenjak kedua orang tua beliau, Sayyidina Abdullah bin Abdul Muthalib (sa) dan Sayyidah Aminah binti Wahab (sa) wafat... Sayyidina Abu Thalib merupakan saudara kandung dari Sayyidina Abdullah (sa) ayahanda Nabi.
Sejarah Islam sepertinya "kurang memperhatikan" sosok agung ini. Seandainya pun sejarah beliau diangkat, pasti terdapat distorsi di sana sini. Hal yang paling terlihat jelas adalah terjadinya pembunuhan karakter terhadap beliau. Dan puncaknya adalah ketika menyatakan bahwa beliau seorang yang kafir hingga wafatnya. Sungguh tuduhan yang sangat keji dan kejam.
Dalam memandang sosok Sayyidina Abu Thalib, setidaknya ada dua kelompok dalam Islam;
1- yang menyatakan bahwa beliau semasa hidup hingga wafatnya (atau setidaknya wafatnya) sebagai seorang yang kafir alias tidak beriman kepada Nabi Muhammad saww,
2- yang menyatakan bahwa beliau adalah seorang yang Mukmin hingga wafatnya.
Para "pengkafir" beliau berpendapat bahwa ayat ke 56 dalam Surah Al-Qashas sebagai bukti kekafiran beliau:
اِنَّكَ لَا تَهۡدِىۡ مَنۡ اَحۡبَبۡتَ وَلٰـكِنَّ اللّٰهَ يَهۡدِىۡ مَنۡ يَّشَآءُؕ وَهُوَ اَعۡلَمُ بِالۡمُهۡتَدِيۡنَ
(Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk).
Mereka meyakini bahwa sebab turunnya (sababun nuzül) ayat tersebut terkait hari meninggalnya beliau yang dalam keadaan kafir, walaupun para mufassir (ahli tafsir) tidak sepakat akan hal itu.
Lucunya, kelompok ini walaupun terang-terangan mengkafirkan beliau, tapi ternyata juga mempercayai sejarah tentang sepak terjang pembelaan beliau kepada Nabi saww dengan segala detailnya, dan bahwa Nabi saww juga memproklamirkan tahun wafat pamannya tersebut sebagai tahun kesedihan ('ämul huzn). Kelucuan lainnya, mereka juga meyakini bahwa paman Nabi yang bernama Abu Lahab yang sangat jelas dipanggang di neraka jahanam, konon setiap hari Senin akan mendapat keringanan siksaan hanya karena sempat bergembira atas kelahiran Nabi, tapi itu sama sekali tidak pernah diberlakukan kepada Sayyidina Abu Thalib yang bukan hanya bergembira saat kelahiran Nabi, tapi bahkan menjadi pengasuhnya, pembelanya dan telah mengorbankan segalanya untuk beliau.
Adapun kelompok kedua, di samping berbagai bukti fakta sejarah tentang pengasuhan, pembelaan dan pengorbanan beliau serta bagaimana sikap Nabi kepada beliau dan keluarganya, di sana juga dikuatkan dengan firman Allah swt dalam surah Al-Mujadilah ayat 22:
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ...
(Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka...)
Logika sederhananya saja; Nabi yang merupakan panutan pasti tidak akan mencontohkan kecuali yang baik dan benar. Sangat mustahil bila beliau menyalahi apa yang telah disyariatkan oleh Allah swt. Sekali lagi fakta sejarah menyebutkan bagaimana kecintaan beliau kepada pamannya tersebut serta keluarganya. Kesedihan beliau atas wafatnya pamannya tersebut dan penetapan tahun kesedihan ('ämul huzn) pada tahun tersebut, seharusnya sudah lebih dari cukup sebagai bukti akan kedekatan dan keterikatan hubungan antara keduanya. Jika Nabi yang pasti adalah seorang Mukmin (bahkan tingkat tertinggi dari keimanan) sesuai ayat di atas, maka sangat tidak mungkin beliau berbelas-kasih kepada orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, walaupun dia adalah sanak kerabatnya.
Https://t.me/islamtsaqolain