Sunnah Journey @sunnahjourneyy Channel on Telegram

Sunnah Journey

@sunnahjourneyy


• Halal dishare tanpa menambahkan backsound musik
• Dilarang dipergunakan untuk caption dari foto/video wanita

@sistersinsunnah_
@sunnah.journey

Sunnah Journey (Indonesian)

Sunnah Journey adalah sebuah channel Telegram yang didedikasikan untuk berbagi informasi mengenai perjalanan sunnah atau tuntunan Rasulullah SAW. Dalam channel ini, Anda akan menemukan berbagai konten seputar halal dishare tanpa menambahkan backsound musik, serta larangan untuk dipergunakan sebagai caption dari foto/video wanita. Dengan mengikuti channel Sunnah Journey, Anda akan dapat memperoleh wawasan baru mengenai sunnah dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Channel ini dirancang untuk memperkuat pemahaman terhadap ajaran Islam dan memberikan inspirasi bagi para pengikutnya. Untuk bergabung dan mendapatkan konten-konten menarik seputar perjalanan sunnah, langsung saja kunjungi @sunnahjourneyy dan jelajahi dunia sunnah yang penuh berkah. Jangan lupa juga untuk mengikuti akun terkait lainnya, @sistersinsunnah_ dan @sunnah.journey, agar Anda tidak ketinggalan informasi terbaru seputar kebaikan yang dapat diambil dari sunnah Rasulullah. Bergabunglah sekarang dan nikmati manfaatnya!

Sunnah Journey

15 Nov, 23:46


BEGINI, CARA AGAR OPTIMAL BERDAKWAH DALAM KELUARGA

Hidayah Allah sangatlah berharga, dan hidayah Allah semua di tangan Allah ta’ala, tidak ada yang bisa mencegah dan memberikan hidayah kecuali atas kehendak Allah. Sebagaimana firman Allah ta’ala:

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”[QS. Al Qashash/28:56]

إِنَّمَا أَنتَ مُنذِرٌ ۖ وَلِكُلِّ قَوْمٍ هَادٍ

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi hidayah”. [QS. Ar Ra‘d/13:7].

Karenanya, kewajiban kita adalah berusaha mengingatkan dan mencari cara untuk selalu mendekatkan orang orang yang kita cinta supaya Allah memberikan hidayah kepada mereka.

Terus mendakwahkan apa yang kita tahu, terutama hal wajib yang harus di lakukan walaupun mereka membenci atau tidak menyukai kita, bersabarlah terus untuk melakukannya.

Namun, ada yang harus diperhatikan dalam kita berdakwah, sehingga bisa meminimalkan dan mengoptimalkan usaha supaya nantinya hidayah Allah bisa mendekat, pergunakan cara sebaik baiknya selain terus berdoa, dengan cara yang bijak dan tidak perlu memaksa kecuali kita mempunya power dalam masalah ini.

Mencari waktu dan kesempatan terbaik sehingga mereka mau menerima atau segan menolaknya. Berharap dengan cara yang baik, Allah berikan kemudahan sesuai dengan apa yang kita inginkan, dan bisa dihindarkan dari masalah yang akan terjadi, karena setiap perbuatan memang mempunyai resiko.

Juga sebagai tanda kecintaan kita adalah dengan mengajak kebaikan kepada orang orang yang kita cinta dan tidak mendiamkan dalam kesalahan dan kerusakan. Sehingga kita akan menjadi sebaik baik umat dengan cara berdakwah dan mencegah kemungkaran dari orang orang yang ada disekitar kita, sebagaimana firman Allah taala,”

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّـهِ … ﴿١١٠﴾

“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron 110)

Optimis, insyaallah dengan cara yang cepat atau lambat nantinya bisa bersama menuju surga Allah, dengan segala ampunan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua.

Wallahu a
lam.

— Ustadz Mu’tashim, hafizhahullah

Sunnah Journey

23 Oct, 21:22


Ciri Orang yang Zalim

Islam melarang perbuatan zalim baik terhadap diri sendiri, orang lain, bahkan terhadap Rabb pencipta alam semesta Allah ‘azza wa jalla, disebutkan dalam hadits qudsi yang diriwayatkan imam Muslim

قَالَ الله تبارك وتعالى : يا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلى نَفْسِي وَجَعَلْتُه بَينَكُمْ مُحَرَّماً فَلَا تَظَالمُوا

Artinya : Allah tabaaraka wa ta’ala berfirman : “wahai hamba-hambaKu sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diriKu, dan Aku jadikan kezaliman diharamkan diantara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi.”

Hadits ini menjelaskan bahwa Allah ‘azza wajalla mengharamkan perbuatan zalim antara seorang hamba dengan hamba yang lainnya, bahkan terhadap Allah ‘azza wajalla kita lebih diharamkan untuk berbuat zalim kepadaNya yaitu dengan berbuat syirik kepadaNya dan ini adalah kezaliman yang sangat besar, sebagaimana Allah subhanahu wata’ala berfirman :

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Artinya : “sesungguhnya syirik adalah kezaliman yang sangat besar.” (Q.S.Luqman : 13)

Ketika Allah ‘azza wajalla mengharamkan perbuatan zalim antara seorang hamba dengan yang lainnya, dengan tujuan agar tercipta saling menghormati dan saling menghargai diantara sesama tanpa mengenal status dan kedudukan seseorang, akan tetapi jika kezaliman itu muncul dari seorang hamba, maka hilanglah semua sikap tersebut dan akibatnya bagi orang yang berbuat zalim akan mendapatkan balasan di dunia maupun di akhirat.

💭 Ustadz Faisal Abu Fatih hafizhahullah

Sunnah Journey

27 Sep, 22:25


BAGAIMANA CARA MEMILIH GURU ATAU USTADZ?

Cara memilih guru dalam belajar agama atau memilih seorang ustadz untuk mengambil ilmunya adalah dengan memperhatikan tiga hal:

1. Aqidah dan manhajnya lurus, sesuai al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman salafus shalih.
2. Ilmunya mendalam, layak, dan kompeten untuk mengajarkan ilmu. Bukan orang jahil atau ruwaibidhah, yang bicara masalah agama tanpa ilmu.
3. Akhlaknya baik.

Ibrahim an-Nakha'i rahimahullah mengatakan:

كَانُوا إِذَا أَتَوْا الرَّجُلَ لِيَأْخُذُوا عَنْهُ، نَظَرُوا إِلَى هديه، وَإِلَى سَمْتِهِ، وَ صلاته, ثم أخذوا عنه

“Para salaf dahulu jika mendatangi seseorang untuk diambil ilmunya, mereka memperhatikan dulu bagaimana aqidahnya, bagaimana akhlaknya, bagaimana shalatnya, baru setelah itu mereka mengambil ilmu darinya” (HR. ad-Darimi dalam Sunan -nya, no.434)

Imam Malik rahimahullah berkata:

“Ilmu tidak boleh diambil dari empat orang: (1) Orang bodoh yang nyata menabungnya, (2) Shahibu hawa' (ahlul bid'ah) yang mengajak agar mengikuti hawa (kebid'ahan), (3) Orang yang dikenal dustanya dalam pembicaraan-pembicaraannya dengan manusia, meskipun dia tidak pernah berdusta atas (nama) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, (4) Seorang yang mulia dan shalih yang tidak mengetahui hadis yang dia sampaikan.” ( At-Tamhid, karya Ibnu Abdil Barr, 1/66 ).

Maka hendaknya memperhatikan 3 kriteria di atas dan mewaspadai 4 jenis orang yang disebutkan Imam Malik ini.

Dan hendaknya tidak tertipu oleh kepiawaian seseorang dalam berbicara, padahal kosong dari 3 kriteria di atas. Orang yang piawai bicara, bahasanya fasih dan menyihir, katanya indah, belum tentu orang yang layak diambil ilmunya. Bahkan dalam hadis dari Umar bin al-Khattab radhiyallahu 'anhu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إن أخوف ما أخاف على أمتي كل منافق عليم اللسان

“Yang paling aku takutkan terhadap umatku adalah setiap orang munafik yang pintar berbicara.” (HR. Ahmad [1/22], dishahihkan al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah no.1013)

Maka kepandaian berbicara bukanlah ukuran. Syaikh Shalih al-Fauzan menjelaskan: “Wajib bagi Anda wahai kaum Muslimin dan para penyerapan ilmu agama, untuk bersungguh-sungguh dalam tatsabbut (cek dan ricek) dan jangan tergesa-gesa dalam menanggapi setiap kata yang Anda dengar (dalam masalah agama). Dan inginnya mencari tahu:

1. Siapa dia?
2. Dari mana datangnya pemikiran tersebut?
3. Apa landasannya?
4. Adakah dalilnya dari al-Qur'an dan as-Sunnah?
5. Orang yang mengutarakan belajar di mana?
6. Dari siapa dia mengambil ilmu (siapa gurunya)?

Inilah perkara-perkara yang perlu dicek dan ricek. Terutama di zaman sekarang ini.

Maka tidak semua orang yang berkata-kata dalam masalah agama itu langsung diterima meskipun bahasanya fasih, sangat bagus ungkapannya, dan sangat menggugah. Jangan tertipu di dalamnya hingga anda mengetahui kadar keilmuan dan fiqihnya” (Ithaful Qari bit Ta'liqat 'ala Syarhis Sunnah , hal.85).

💭 Ustadz Yulian Purnama hafizhahullah

Sunnah Journey

12 Sep, 09:12


Ulama Ahlus Sunnah Menyikapi Maulid Nabi

[Pertama]. Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni Ad Dimasqi mengatakan, “Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari'atkan (yaitu Idul Fithri dan Idul Adha) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi'ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab, hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum'at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang disebut orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan 'Idul Abror-; ini semua adalah bid'ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya.” (Majmu' Fatawa , 25/298)

[Kedua] Muhammad bin 'Abdus Salam Khodr Asy Syuqairiy membawakan pasal “Di bulan Rabi'ul Awwal dan Bid'ah Maulid”. Dalam pasal tersebut, beliau rahimahullah mengatakan, “Bulan Rabi'ul Awwal ini tidaklah dikhusukan dengan shalat, dzikir, 'ibadah, nafkah atau sedekah tertentu. Bulan ini bukanlah bulan yang di dalamnya hari besar Islam seperti berkumpul-kumpul dan adanya 'ied sebagaimana digariskan oleh syari'at. Bulan ini memang adalah hari kelahiran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan sekaligus pula bulan ini adalah waktu wafatnya beliau. Bagaimana seseorang bersenang-senang dengan hari kelahirannya sekaligus juga kematiannya? Jika hari kelahirannya dijadikan perayaan, maka itu termasuk perayaan yang bid'ah yang mungkar. Tidak ada dalam syari'at maupun dalam akal yang membenarkan hal ini.

Jika dalam maulid terdapat kebaikan, lalu mengapa perayaan ini dilalaikan oleh Abu Bakar, 'Umar, Utsman, 'Ali, dan sahabat lainnya, juga tabi'in dan yang mengikuti mereka? Tidak disangsikan lagi, perayaan yang diada-adakan ini adalah kelakuan orang-orang sufi, orang yang serakah pada makanan, orang yang gemar menyia-nyiakan waktu dengan permainan sia-sia dan pengagung bid'ah.”

Lalu beliau melanjutkan dengan kata yang menghujam, “Lantas faedah apa yang bisa diperoleh, pahala apa yang bisa diraih dari penghamburan harta yang memberatkan?” (As Sunan wal Mubtada'at Al Muta'alliqoh Bil Adzkari wash Sholawat, 138-139)

[Ketiga] Seorang ulama Malikiyah, Syaikh Tajuddin 'Umar bin 'Ali –yang lebih terkenal dengan Al Fakihaniy- mengatakan bahwa maulid adalah bid'ah madzmumah (bid'ah yang tercela). Beliau memiliki kitab tersendiri yang beliau namakan.“ Al Mawrid fil Kalam 'ala 'Amalil Mawlid (Pernyataan mengenai amalan Maulid)."

Beliau rahimahullah berkata, “Aku tidak mengetahui bahwa maulid memiliki dasar dari Al Kitab dan As Sunnah sama sekali. Tidak ada juga dari satu pun ulama yang dijadikan qudwah (teladan) dalam agama menunjukkan bahwa maulid berasal dari pendapat para ulama terdahulu. Bahkan maulid adalah suatu bid'ah yang diada-adakan, yang sangat digemari oleh orang yang senang menghabiskan waktu dengan sia-sia, sangat pula disenangi oleh orang serakah pada makanan. Kalau mau dikatakan maulid masuk di mana dari lima hukum taklifi (yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram), maka yang tepat perayaan maulid bukanlah suatu yang wajib secara ijma' (kesepakatan para ulama) atau pula bukan sesuatu yang dianjurkan (sunnah). Karena yang namanya sesuatu yang dianjurkan (sunnah) tidak mencela orang yang meninggalkannya. Sedangkan maulid tidaklah dirayakan oleh sahabat, tabi'in dan ulama sepanjang pengetahuan kami. Inilah jawabanku terhadap hal ini. Dan tidak bisa dikatakan merayakan maulid itu mubah karena yang namanya bid'ah dalam agama –berdasarkan kesepakatan para ulama kaum muslimin- tidak bisa disebut mubah. Jadi, maulid hanya bisa kita katakan terlarang atau haram.” (Al Hawiy Lilfatawa Lis Suyuthi, 1/183)

Semoga bermanfaat.

💭 Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal hafizhahullah

Sunnah Journey

09 Sep, 11:17


SEMUA AGAMA TIDAKLAH SAMA, ISLAM ITU YANG PALING BENAR

Allah Ta'ala berfirman,

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

“Agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam .” (QS. Ali Imran : 19).

Dalam ayat lainnya disebutkan,

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi .” (QS. Ali Imran : 85).

Kenapa hanya Islam yang diterima? Karena Islamlah yang paling sempurna dan telah diridai oleh Allah. Allah Ta'ala berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي و َرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu .” (QS. Al-Maidah : 3).

Ada riwayat yang sahih yang menceritakan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah marah ketika Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu 'anhu melihat-lihat lembaran Taurat. Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

“Apakah dalam hatimu ada keraguan, wahai Ibnul Khatthab? Apakah dalam taurat (kitab Nabi Musa) terkandung ajaran yang masih putih bersih?! (Ketahuilah), seandainya saudaraku Musa hidup, beliau tetap harus mengikuti (ajaran)ku .” (HR. Ahmad, Ad-Darimi, dan selainnya).

💭 Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal hafizhahullah

Sunnah Journey

01 Sep, 00:50


💭 Ustadz Yazid bin 'Abdul Qadir Jawas rahimahullah

Sunnah Journey

01 Sep, 00:50


FATWA PARA ULAMA TENTANG BID’AHNYA PERAYAAN MAULID NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALAM

Berikut ini adalah beberapa fatwa para ulama yang menyatakan bahwa peringatan Maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam adalah bid’ah dhalâlah.

1. Al-‘Allâmah asy-Syaikh Tâjuddin al-Fakihani rahimahullah (wafat th. 734 H) berkata :
“Saya tidak mengetahui dasar dari peringatan Maulid ini, baik dari al-Qur-an, Sunnah, dan tidak pernah dinukil pengamalan salah seorang ulama umat yang diikuti dalam agama dan berpegang teguh dengan atsar-atsar generasi yang telah lalu. Bahkan perayaan (maulid) tersebut adalah bid’ah yang diada-adakan oleh para pengekor hawa nafsu…” [Al-Maurid fii ‘Amalil Maulid. Dinukil dari Rasâ-il fî Hukmil Ihtifâl bi Maulidin Nabiy (I/7-14) dengan ringkas]

2. Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
“Menjadikan suatu hari raya selain dari hari raya yang disyari’atkan, seperti sebagian malam di bulan Rabi’ul Awwal yang disebut dengan malam Maulid, atau sebagian malam di bulan Rajab, atau hari ke-18 di bulan Dzul Hijjah, atau hari Jum’at pertama di bulan Rajab, atau hari ke-8 bulan Syawwal yang dinamakan ‘îdul abrâr oleh orang-orang bodoh, maka semua itu termasuk bid’ah yang tidak pernah dianjurkan dan tidak pernah dilakukan oleh para ulama Salaf. Wallâhu a’lam.” [Majmû’ Fatâwâ, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (XXV/298)]

3. Al-‘Allâmah Ibnul Hajj rahimahullah (wafat th. 737) menjelaskan tentang peringatan Maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam :
“…Hal itu adalah tambahan dalam agama, bukan perbuatan generasi Salaf. Mengikuti Salaf, lebih utama bahkan lebih wajib daripada menambahkan berbagai niat (tujuan) yang menyelisihi apa yang pernah dilakukan Salafush Shalih. Sebab, Salafush Shalih adalah manusia yang paling mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam dan (paling) mengagungkan beliau dan Sunnahnya Shallallahu ‘alaihi wa salam. Mereka lebih dahulu bersegera kepada hal itu, namun tidak pernah dinukil dari salah seorang dari mereka bahwa mereka melakukan maulid. Dan kita adalah pengikut mereka, maka telah mencukupi kita apa saja yang telah mencukupi mereka.” [Al-Madkhal (II/234-235)]

4. Syaikh ‘Abdullâh bin ‘Abdul ‘Azîz bin Bâz rahimahullâh berkata:
“Tidak diperbolehkan melaksanakan peringatan Maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam dan peringatan hari kelahiran selain beliau karena hal itu merupakan bid’ah dalam agama. Sebab, Rasul Shallallahu ‘alaihi wa salam tidak pernah melakukannya, tidak juga para Khulâfâ-ur Râsyidîn, dan tidak pula para Shahabat lainnya, dan tidak juga dilakukan oleh orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pada generasi-generasi yang diutamakan. Padahal mereka adalah manusia  yang paling mengetahui Sunnah, paling mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam , dan paling mengikuti syari’at dibandingkan orang-orang setelah mereka…” [Hukmul Ihtifâl bil Maulid an-Nabawi. Dinukil dari Rasâ-il fii Hukmil Ihtifâl bi Maulidin Nabiy (I/57) dengan ringkas]

5. Syaikh Hamûd bin ‘Abdillah at-Tuwaijiri rahimahullah berkata:
“…Dan hendaklah juga diketahui bahwa memperingati malam Maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam dan menjadikannya sebagai peringatan tidak termasuk petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam . Tetapi ia adalah perbuatan yang diada-adakan yang dibuat setelah zaman beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam setelah berlalu sekitar enam ratus tahun. Oleh karena itu, memperingati perayaan yang diada-adakan ini masuk dalam larangan keras yang Allah Azza wa Jalla sebutkan dalam firman-Nya,

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“…Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” [an-Nûr/24:63]

Jika dalam acara maulid yang diada-adakan ini ada sedikit saja kebaikan maka para Shahabat telah bergegas melakukannya…” [Ar-Raddul Qawiy ‘ala ar-Rifâ’i wal Majhûl wa Ibni ‘Alawi wa Bayân Ahkhtâ-ihim fil Maulidin Nabawi. Dinukil dari Rasâ-il fii Hukmil Ihtifâl bi Maulidin Nabiy (I/70) dengan ringkas]

Sunnah Journey

30 Aug, 21:44


BENARKAH ANAK INDIGO TAHU HAL GHAIB DAN MISTIS?

Anak indigo sering didefinisikan sebagai anak yang bisa melihat hal-hal ghaib atau sesuatu yang berkaitan dengan masa depan. Dalam sudut pandang Islam sendiri, fenomena seperti itu tidak lebih dari sekedar klaim semata. Siapapun dia, manusia tidak akan melampaui batas kemampuannya. Hal ghaib dan masa depan hanya diketahui oleh Allah semata. Allah berfirman,

قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ

“Katakanlah (Muhammad): “tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah.” (QS An-Naml: 65)

Di dunia ini, semua realita dikembalikan kepada dua jenis yaitu realita syar’i dan realita kauni. Realita syar’i adalah segala berita yang disampaikan dalam Al-Quran dan Sunnah. Meskipun kita tidak melihatnya, tetapi wajib kita yakini. Sedangkan realita kauni adalah semua kejadian yang yang Allah ciptakan di alam ini.

Realita anak indigo tidak dipungkiri oleh Islam, tetapi hakikat anak indigo yang katanya bisa mengetahui hal ghaib itulah yang diingkari. Lebih dari itu, perilaku anak indigo yang kita saksikan bisa jadi merupakan sesuatu yang direspon dan disuasanakan secara berlebihan. Inilah yang disebut pseudo sains.

Pseudo sains adalah ilmu semu yang dibuat seolah-olah ilmiah dengan menghadirkan data-data yang seolah empiris dan ilmiah. Jika kita perhatikan apa yang dilakukan oleh anak indigo, dia hanya berbicara dengan pohon atau benda lainnya, kadang dia berbicara sendiri lalu menyampaikan sesuatu yang seolah-olah adalah kejadian di masa depan, atau dia hanya terdiam lalu tiba-tiba melakukan reaksi tertentu. Anehnya, masyarakat menanggapinya terlalu serius.

Sebagian ahli medis menyebutkan, anak indigo mengidap semacam gangguan perkembangan dan keseimbangan aktivitas motorik anak sehingga menyebabkan aktivitasnya tidak lazim dan cenderung berlebihan, kurang lebih sama halnya dengan kelainan yang menimpa anak autis.

💭 Ustadz Raehanul Bahraen hafizhahullah

Sunnah Journey

23 Aug, 00:37


MENINGGALKAN SUATU AMAL KARENA MANUSIA TERMASUK RIYA'

Maksudnya gimana nih? Bukannya riya’ itu 'mengerjakan' bukannya 'tidak mengerjakan/meninggalkan'?

Maksudnya mungkin adalah perkataan dari seorang tabi’in Fudhail bin Iyadh rahimahullah,

ﺗَﺮْﻙُ ﺍﻟْﻌَﻤَﻞِ ﻟِﺄَﺟْﻞِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺭِﻳَﺎﺀٌ ﻭَﺍﻟْﻌَﻤَﻞُ ﻟِﺄَﺟْﻞِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺷِﺮْﻙٌ

“Meninggalkan suatu Amal karena manusia termasuk riya’ dan beramal karena manusia termasuk syirik .” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah, 23:174)

Penjelasan ulama begini, ada RINCIANNYA: Perbuatan 'meninggalkan amal' adalah termasuk perbuatan juga.
Amal tersebut adalah sunnah.
Kalau wajib tidak boleh ditinggalkan karena manusia, justru amalan wajib HARUS ditampakkan misalnya shalat berjamaah di masjid, sedangkan amalan sunnah lebih baik disembunyikan, karenanya shalat rawatib (sunnah setelah shalat wajib), lebih besar pahalanya jika dilakukan di rumah.

Ini berlaku bagi mereka yang sudah RUTIN melakukan amal shalih. Misalnya rutin shalat dhuha, kemudian ia tinggalkan karena takut dipuji manusia, karena kebetulan sedang bersama-sama manusia.
Jika awalnyanya sudah ikhlas (misalnya sedang shalat) kemudian ada bisikan 'kamu tidak ikhlas' karena tiba-tiba ada yang melihat, maka ia jangan tinggalkan shalatnya, tetap shalat dengan berusaha dan berdoa agar tetap ikhlas dan 'melawan rasa tidak ikhlas tersebut'.

Ini adalah 'celah setan' berusaha menggagalkan amalan manusia.
Memang perkara hati dan ikhlas adalah yang paling berat, kita berusaha melawannya dan berusaha ikhlas dengan berusaha menjauhi pujian dan berharap balasan dari manusia.
“Berharap pada manusia, engkau bisa kecewa padahal engkau telah melakukan segalanya, tetapi jika berharap kepada Allah, ridha manusia akan datang dengan sendirinya.”

Teringat perkataan Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah

ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي ؛ لأنها تتقلب علي

“Tidaklah aku berusaha untuk mengobati sesuatu yang lebih berat daripada meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak-balik.” (Jami’ Al-‘ulum wal hikam hal. 18, Darul Aqidah, Koiro, cet.I, 1422 H)

Mari kita senantiasa mengoreksi niat kita, karena riya’ bisa lewat:
Penampilan (wajah sayu dan memelas tanda tawadhu)
Perbuatan (rajin shalat sunnah ketika ada manusia), dan
Ucapan (sering memberikan nasehat, padahal riya’).

Perhatikan niat dan hati karena besar kecilnya balasan pahala tergantung dengan niat dan keikhlasan.

Semoga kita selalu bisa meluruskan niat kita, memurnikan tauhid sehingga bisa masuk surga tanpa hisab dan adzab sedikitpun.

💭 Ustadz Raehanul Bahraen hafizhahullah

Sunnah Journey

12 Aug, 11:31


DIET YANG BENAR DAN EFEKTIF

Diet yang Benar dan Efektif itu Disertai dengan Olahraga, karena diet yang fokus pada makanan saja kurang efektif. Alasannya karena,

1. Menjadi kurus itu sebab utamanya ada dua,
(a) Mengurangi kalori yang masuk dengan makan secukupnya dan tidak berlebihan. Dalam Al-Qur'an dijelaskan,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوٓا

“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)

Jadi, tetap makan karbohidrat, protein sesuai dengan saran ahli gizi (selama itu halal).
(b) Menurunkan berat badan dengan meningkatkan pembakaran kalori, yaitu dengan olahraga. Islam juga memotivasi kita menjaga kesehatan dan stamina, karenanya ada olahraga yang disunnahkan, seperti memanah, berkuda, dan berenang.
Agar berat badan turun, dua hal ini harus terpenuhi. Tentunya dengan bimbingan ahli karena setiap tubuh itu berbeda-beda, tidak semua pola diet itu dipukul rata untuk semua orang.

2. Apabila hanya fokus pada makanan, berat badan turun dengan cepat di awal-awal, tetapi di pekan berikutnya dan bulan berikutnya berat badan akan sulit turun atau hanya sedikit turun. Karena tubuh telah menurunkan metabolisme tubuh.

3. Karena metabolisme turun, ketika seseorang cheating atau mungkin makan sedikit banyak, berat badan akan langsung naik dengan cepat. Inilah yang disebut dengan fenomena bola bekel, yaitu berat badan akan turun dengan cepat, naik pun cepat juga.

💭 Ustadz Raehanul Bahraen hafizhahullah

Sunnah Journey

10 Aug, 23:55


MENIKAH ITU BUKAN SECEPATNYA TETAPI SETEPATNYA

Karena pernikahan adalah ibadah yang butuh banyak kesiapan, dan apa saja hal yang harus dipersiapkan? Yaitu adalah kesiapan lahir dan batin, butuh yang namanya komitmen dan tanggung jawab yang pasti. Maka dari itu, bukan kamu harus secepatnya menikah, tetapi menikahlah disaat yang tepat. Karena pernikahan bukan sebuah perlombaan, siapa yang cepat maka dialah yang menang.

Jangan berpatokan pada umur, karena jodoh Itu sama sekali tidak mempunyai durasi waktu, dan Allah akan mempertemukan bila sudah waktunya tepat.

Ingatlah selalu, bahwa pernikahan itu adalah ibadah, oleh karenanya jangan berpatokan pada umur, sebab jodoh itu sama sekali tidak mempunyai durasi waktu, hanya saja kita sebagai manusia kadang yang membuat repot sendiri.

Padahal, sebenarnya memang tidak ada ceritanya telat menikah, karena Allah akan mempertemukan bila sudah waktunya tepat.

Orang lain menyulitkanmu dengan pertanyaannya? Maka jawab saja bahwa Allah Itu Maha Adil dan tahu kapan kamu harus berjodoh.

Dan tentang orang lain yang selalu menyulitkanmu dengan pertanyaannya? Maka jawab saja dengan santai dan dengan nada yang santun, bahwa Allah itu maha adil dan pastinya Allah maha tahu kapan kamu benar-benar harus sempurna dengan kedatangan jodoh.

Tidak usah terus-terusan gelisah, karena Allah tahu kapan kamu harus berdua dengan jodoh menjemput rahmat dan kasih sayang-Nya

Jadi mulai sekarang berhentilah terus-terusan gelisah, karena Allah tahu kapan kamu harus berdua dengan jodoh menjemput rahmat dan kasih sayang-Nya, Allah tahu kapan agamamu harus sempurna dengan kedatangannya, dan yang pasti Allah tahu kapan kamu benar-benar membutuhkannya.

🖋 Sumber : gelorahijrahofficial

Sunnah Journey

10 Aug, 02:00


BANYAK BERGAUL, SEMAKIN BANYAK DOSA

Thalhah bin ‘Ubaidillah radhiyallahu ‘anhu berkata,

إِنَّ أَقَلَّ الْعَيْبِ عَلَى امْرِئٍ أَنْ يَجْلِسَ فِي بَيْتِهِ

“Semakin sering seseorang tinggal di rumahnya (meminimalisir pergaulan), semakin sedikit aibnya.” (Disebutkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dalam Al-‘Uzlah wa Al-Infirad)

Bahasa lainnya, meminimalisir pergaulan akan mengurangi dosa. Artinya, makin sering bergaul, potensi melakukan dosa makin banyak.

Imam Al-Ghazali rahimahullah pernah berkata,

وَكُلُّ مَنْ خَالَطَ النَّاسَ كَثُرَتْ مَعَاصِيْهِ وَإِنْ كَانَ تَقِيًّا

“Siapa saja yang bergaul dengan manusia, maka akan banyak maksiatnya, walaupun ia termasuk orang bertakwa.” (Dinukil dari As-Siraaj Al-Muniir Syarh Al-Jaami’ Ash-Shaghiir fii Hadits Al-Basyir An-Nadziir)

Hal di atas benar adanya, semakin banyak kita bergaul, kita sering berbuat dosa pribadi ataupun dosa sosial. Dosa pribadi seperti sombong, merendahkan orang lain, dan hasad. Sedangkan dosa sosial seperti memfitnah dan mengghibah.

💭 Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal hafizhahullah

Sunnah Journey

01 Aug, 02:45


KIAT MENGOBATI FUTUR DAN MALAS MENUNTUT ILMU AGAMA

Futur artinya rasa malas dan lemah setelah sebelumnya ada masa rajin dan semangat. Dalam kamus Lisanul ‘Arab futur didefinisikan,

سكن بعد حدّة ولانَ بعد شدة

“Diam setelah intensitas tinggi, yaitu setelah melakukan dengan usaha keras.”

Penyakit futur dan malas banyak menjangkiti orang-orang yang menuntut ilmu agama dan juga orang-orang yang berusaha menapaki jalan kebenaran.

Bagaimana solusinya?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin pernah ditanya, “banyak penuntut ilmu agama yang lemah tekadnya dan futur dalam menuntut. Sarana apa saja yang dapat membangkitkan tekad dan semangat dalam menuntut ilmu?.“

Beliau menjawab:

Dha’ful himmah (tekad yang lemah) dalam menuntut ilmu agama adalah salah satu musibah yang besar. Untuk mengatasi ini ada beberapa hal:

1. Mengikhlaskan niat hanya untuk Allah ‘Azza Wa Jalla dalam menuntut ilmu
Jika seseorang ikhlas dalam menuntut ilmu, ia akan memahami bahwa amalan menuntut ilmu yang ia lakukan itu akan diganjar pahala. Dan ia juga akan memahami bahwa ia akan termasuk dalam tiga derajat manusia dari umat ini*), lalu dengan itu semangatnya pun akan bangkit.

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ

“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid” (QS. An Nisa: 69)

2. Selalu bersama dengan teman-teman yang semangat dalam menuntut ilmu
Dan teman-teman yang dapat membantunya dalam berdiskusi dan meneliti masalah agama. Jangan condong untuk meninggalkan kebersamaan bersama mereka selama mereka senantiasa membantu dalam menuntut ilmu.

3. Bersabar, yaitu ketika jiwa mengajak untuk berpaling dari ilmu
Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini” (QS. Al Kahfi: 28)

Maka bersabarlah! Jika seseorang mampu bersabar lalu senantiasa kembali untuk menuntut ilmu maka lama-kelamaan menuntut ilmu akan menjadi kebiasaan baginya. Sehingga hari ketika ia terlewat dari menuntut ilmu akan terasa hari yang menyedihkan baginya.

Adapun ketika jiwa menginginkan ‘rasa bebas’ sebentar dari menuntut ilmu, maka jangan biarkan. Karena jiwa itu mengajak kepada keburukan. Dan setan itu senantiasa menghasung orang untuk malas dan tidak mau ta’lim (menuntut ilmu).
Sumber: Kitabul ‘Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, hal 97, cetakan Darul Iman

*) Maksud Syaikh, orang yang berilmu lah yang bisa menapaki jalan yang lurus yaitu shiratal mustaqim, dan akan bersama dengan orang-orang menjalani jalan tersebut. Sedangkan siapa saja orang yang menapaki shiratal mustaqim dijelaskan dalam surat An Nisa ayat 69 yang beliau sebutkan. Wallahu a’lam.

💭 Diterjemahkan oleh Ustadz Yulian Purnama hafizhahullah

Sunnah Journey

31 Jul, 04:41


HUKUM MEMAJANG FOTO DI DINDING

⚘ Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Soal:
Apa hukum memajang foto di dinding?

Jawab:
Memajang foto di dinding hukumnya haram, terlebih lagi ukurannya besar. Walaupun foto yang dipajang tersebut hanya sebagian badan dan kepala, (tetap tidak dibolehkan). Hal ini karena terlihat jelas adanya itikad ingin mengagungkan orang yang ada di foto tersebut. Perbuatan ini adalah awal munculnya kesyirikan dan ghulu sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu’anhu mengenai berhala kaum Nabi Nuh yang mereka sembah.

أنها كانت أسماء رجال صالحين صوروا صورهم ليتذكروا العبادة، ثم طال عليهم الأمد فعبدوهم

“Sesungguhnya sesembahan-sesembahan tersebut awalnya adalah para orang-orang shalih yang digambar oleh orang-orang sebagai pengingat mereka untuk beribadah. Lalu berlalulah waktu yang lama hingga akhirnya mereka menyembah gambar-gambar tersebut”
Sumber: ar islamway net

Beliau juga mengatakan, “memajang foto kenangan hukumnya terlarang. Karena Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengabarkan bahwa malaikat -yang dimaksud adalah malaikat rahmat- tidak akan masuk rumah yang terdapat gambar. Ini menunjukkan bahwa memajang gambar di rumah itu terlarang.”
Sumber: fatwa islamweb net

💭 Ustadz Yulian Purnama hafizhahullah

Sunnah Journey

30 Jul, 03:31


Bolehkah Bertukar Cincin Tunangan?

Para ulama menjelaskan bahwa di antara kebiasaan yang menyimpang dari syariat Islam adalah adanya tradisi tukar cincin sebelum calon mempelai masuk ke jenjang pernikahan.

Di antara alasan yang menunjukkan larangan hal ini adalah:
1. Pertama: Tradisi tukar cincin, pada asalnya, merupakan warisan dari orang nasrani. Merekalah yang pertama kali membuat tradisi ini. Ketika melakukan pernikahan, sang lelaki meletakkan cincin di jempol tangan kiri perempuan, dengan mengatakan, “Dengan nama tuhan bapa,” kemudian dipindah ke telunjuk, sambil mengatakan, “Tuhan anak,” lalu dipindah ke jari tengah, dengan mengatakan, “Ruh kudus,” selanjutnya dipindah ke jari manis, sambil mengatakan, “Amin.” Kisah tentang tradisi ini disebutkan oleh Syekh Al-Albani dalam Adab Az-Zifaf.

Sementara itu, kaum muslimin dilarang mengikuti kebiasaan dan tradisi orang kafir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia adalah bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Daud, Baihaqi, dan Ibnu Abi Syaibah; dinilai sahih oleh Al-Albani).

2. Kedua: Tradisi ini akan membuka pintu maksiat, yaitu banyaknya lelaki yang memakai cincin dari emas. Padahal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara tegas melarang hal ini. Di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang (kaum lelaki) memakai cincin emas (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad)

Dari Ibnu Abbas, “Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat cincin emas pada jari seorang sahabat. Kemudian beliau melepasnya dan membuangnya, sambil bersabda, ‘Kalian sengaja mengambil bara api neraka lalu kalian letakkan di tangan kalian?’ Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi, ada orang yang berkata kepada pemakai cincin tadi, ‘Ambil cincinmu dan manfaatkan untuk hal yang lain.’ Sahabat ini mengatakan, ‘Tidak! Demi Allah, aku tidak akan mengambilnya selamanya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membuangnya.'” (HR. Muslim dan Thabrani)

Dari Abdullah bin Amr, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seorang sahabat memakai cincin emas, kemudian beliau berpaling darinya (tidak mau menyapanya). Kemudian, orang ini melepas cincin emasnya dan diganti dengan cincin besi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan, “Ini lebih jelek. Ini perhiasan penghuni neraka.” Kemudian, dia melepasnya, dan digantinya dengan cincin perak, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendiamkannya. (HR. Ahmad dan Bukhari dalam Adabul Mufrad; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Keterangan di atas berlaku jika tidak diyakini bahwa tukar cincin bisa melanggengkan hubungan suami-istri. Akan tetapi, jika diyakini bahwa tukar cincin bisa melanggengkan hubungan suami-istri, sehingga masing-masing berusaha mempertahankan cincinnya, jangan sampai hilang, sekalipun masuk ke sumur harus diambil, meskipun bisa merenggut nyawa, jika cincin ini sampai hilang bisa mengancam keutuhan hubungan keduanya, dan seterusnya, maka keadaannya semakin parah dan dosanya lebih besar. Dengan menambahkan keyakinan seperti itu, berarti seseorang telah mengambil sebuah sebab yang pada asalnya bukanlah sebab. Tidak terdapat satu pun dalil yang menunjukkan bahwa tukar cincin bisa menjadi sebab keutuhan rumah tangga. Ini, tidak lain, hanya sebatas mitos yang tersebar di masyarakat.
Allahu a’lam.

💭 Ustadz Ammi Nur Baits hafizhahullah

Sunnah Journey

27 Jul, 03:44


Harga promo masih berlaku yaa, bisa langsung hubungi no di bawah ini:

https://wa.me/6281329341698

Sunnah Journey

26 Jul, 22:03


SUNNAH BERBINCANG-BINCANG SAAT MAKAN

Mungkin dahulunya, ada dari kita yang pernah mendapat nasihat “kalau makan harus diam”, atau ada dari kita yang pernah belajar “table manner” yaitu makan dengan aturan yang cukup rumit dan tidak boleh ribut.

Islam agama yang indah, mengajarkan kemudahan dan paling sesuai dengan fitrah manusia yaitu disunnahkan berbincang-bincang/ngobrol ketika makan bersama. Hal ini membuat suasana makan lebih nyaman dan lebih akrab.

Dalam berapa hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbincang-bincang sambil makan. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu,

ﺃُﺗِﻲَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﺑِﻠَﺤْﻢٍ ، ﻓَﺮُﻓِﻊَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺍﻟﺬِّﺭَﺍﻉُ ، ﻭَﻛَﺎﻧَﺖْ ﺗُﻌْﺠِﺒُﻪُ ، ﻓَﻨَﻬَﺲَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻧَﻬْﺴَﺔً ﻓَﻘَﺎﻝَ : ‏( ﺃَﻧَﺎ ﺳَﻴِّﺪُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ، ﻭَﻫَﻞْ ﺗَﺪْﺭُﻭﻥَ ﺑِﻢَ ﺫَﺍﻙَ … ‏) ﺛﻢ ﺫﻛﺮ ﺣﺪﻳﺚ ﺍﻟﺸﻔﺎﻋﺔ ﺍﻟﻄﻮﻳﻞ .

“Suatu hari dihidangkan beberapa daging untuk Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Lalu ditawarkan kepada beliau kaki depan (hewan), bagian yang beliau suka. Beliaupun menggigitnya dengan satu gigitan kemudian bersabda,
“Sesungguhnya aku adalah penghulu seluruh manusia di hari kiamat kelak. Tidakkah kalian tahu mengapa demikian?” Kemudian beliau menyebutkan hadis yang panjang tentang syafa’at." (HR. Bukhari No. 3340 dan Muslim194)

Demikian juga hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada keluarganya tentang lauk yang tersedia. Keluarga beliau menjawab:

ﻣَﺎ ﻋِﻨْﺪَﻧَﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﺧَﻞٌّ ﻓَﺪَﻋَﺎ ﺑِﻪِ ﻓَﺠَﻌَﻞَ ﻳَﺄْﻛُﻞُ ﺑِﻪِ ﻭَﻳَﻘُﻮﻝُ

“Kami tidak mempunyai apa-apa kecuali cuka,” maka beliau meminta untuk disediakan dan mulai menyantapnya. Lantas berkata:

ﻧِﻌْﻢَ ﺍﻟْﺄُﺩُﻡُ ﺍﻟْﺨَﻞُّ ﻧِﻌْﻢَ ﺍﻟْﺄُﺩُﻡُ ﺍﻟْﺨَﻞُّ

“Sebaik-baik lauk adalah cuka. Sebaik-baik lauk adalah cuka." [HR Muslim]

An-Nawawi menjelaskan berdasarkan hadits ini, terdapat sunnah berbincang-bincang ketika makan. Beliau berkata:

 ﻭَﻓِﻴﻪِ ﺍِﺳْﺘِﺤْﺒَﺎﺏ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳﺚ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺄَﻛْﻞ ﺗَﺄْﻧِﻴﺴًﺎ ﻟِﻠْﺂﻛِﻠِﻴﻦَ .” ﺍﻧﺘﻬﻰ ﻣﻦ ” ﺷﺮﺡ ﺻﺤﻴﺢ ﻣﺴﻠﻢ )” 14/7 ‏) .

“Hadits ini menunjukkan anjuran berbincang-bincang ketika makan, agar lebih menyenangkan." (Syarh Shahih Muslim 7/14)

Demikian juga penjelasan Ibnul Qayyim, beliau berkata:

ﻭﻛﺎﻥ ﻳﺘﺤﺪﺙ ﻋﻠﻰ ﻃﻌﺎﻣﻪ ﻛﻤﺎ ﺗﻘﺪﻡ ﻓﻲ ﺣﺪﻳﺚ ﺍﻟﺨﻞ

“Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam berbincang-bincang ketika makan sebagaimana pada hadits tentang cuka." (Zadul Ma’ad 2/366)

Agama Islam adalah agama yang indah dan sesuai dengan fitrah manusia. Mari kita pelajari agama kita yang mulia dan  sempurna ini.

Ustadz Raehanul Bahraen hafizhahullah

Sunnah Journey

26 Jul, 03:14


DUA NGANTUK YANG BERBEDA

Ibnul Qoyyim mengatakan,

“Rasa kantuk ketika perang dan kondisi takut itu tanda ketenangan hati. Itulah rasa kantuk yang berasal dari Allah. Sedangkan rasa kantuk ketika sholat, di majelis dzikir dan ketika pengajian itu berasal dari setan.” (Zadul Ma’ad 3/182)

Nukilan di atas menunjukkan bahwa anggapan bahwa rasa kantuk ketika pengajian adalah bagian ketenangan hati yang Allah turunkan adalah anggapan yang tidak benar.

💭 Ustadz Aris Munandar hafizhahullah