Dernières publications de Rabbanians ID (@rabbanians) sur Telegram

Publications du canal Rabbanians ID

Rabbanians ID
Channel @rabbanians.id adalah channel yang berfokus pada pelayanan pendidikan dan berbagi informasi Keislaman. Tujuannya untuk memberikan pemahaman dan meluruskan tuduhan atas agama Islam serta berbagi wawasan Keislaman untuk umat muslim secara umumnya.
9,171 abonnés
378 photos
20 vidéos
Dernière mise à jour 10.03.2025 12:32

Canaux similaires

Gazamedia Channel
56,127 abonnés
PCHUSTLE DOWNLOAD
4,890 abonnés

Le dernier contenu partagé par Rabbanians ID sur Telegram

Rabbanians ID

24 Dec, 01:52

1,538

Kitab "Fawa'id Abi Ya'la" adalah sebuah karya yang ditulis oleh Abu Ya'la al-Khalili, seorang ulama hadits. Kitab ini berisi kumpulan faidah atau manfaat dari berbagai hadits dan athar (perkataan sahabat atau tabi'in) yang telah beliau kumpulkan selama studinya dalam ilmu hadits.

Dalam "Fawa'id Abi Ya'la," penulis mengumpulkan berbagai hadits dan athar yang menyediakan wawasan dan pelajaran penting dalam berbagai aspek kehidupan seorang Muslim. Koleksi ini tidak hanya mencakup hadits tentang ibadah dan etika tetapi juga mencakup tema-tema seperti muamalat (transaksi dan interaksi sosial), akhlak, dan nasihat-nasihat spiritual.
Rabbanians ID

23 Dec, 04:49

1,602

Hal ini berbeda dengan naskah Bible yang bergantung hanya pada catatan. Oleh karenanya ga mengherankan ketika Origen menemukan ada dua versi bacaan dalam Bible, dia menentukan kebenarannya sendiri berdasarkan kriteria yang ia pahami, bukan dari sumber riwayat. Oleh karenanya tidak mengherankan ada beragam versi terjemahan yang memiliki detail bacaan yang berbeda. Al-Quran walaupun juga memiki ragam bacaan Qiraat, semua versi yang sahih adalah benar karena semua varian bacaanya memiliki sanad riwayat yang dilegitimasi dan dikonfirmasi oleh Rasulullah sendiri.

Maka sangat lucu jika kita melihat saat ini para pendengki Islam merasa sudah begitu sukses untuk menjatuhkan Islam setelah mereka baru mengenali tentang adanya ragam Qiraat. Sementara yang lain merasa paling hebat ketika menemukan naskah-naskah manuskrip Quran yang terdapat penulisan yang berbeda. Mereka masih menagggap bahwa Al-Quran memiliki kriteria yangs ama dengan Bible. Jawabannya tidak!, tradisi transmisi Quran bahkan memiliki dua sumber koreksi dan itu tidak sama dengan tradisi transmisi Bible.

Selengkapnya pembahasan ini disarankan untuk dibaca lebih lanjut dalam ebook kami "Apakah Alkitab Bibel MAsih Asli?" pada bab ke tiga. Download disini:

https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible

NB: Ebook ini dibuat atas permintaan temen-temen Kristiani yang terus-terusan menuntut kami untuk membuktikan klaim tahrif yang diungkapkan dalam Al-Quran. Semoga ebook ini dapat menjawab rasa penasaran temen-temen dan pertanyaan terkait
Rabbanians ID

23 Dec, 04:49

1,529

MUDAHNYA TIMBUL KESALAHAN DALAM MENYALIN BIBLE

Pada pembahasan sebelumnya kita telah melihat bagaimana para teolog Kristen modern pada akhirnya meminta kita untuk memaklumi adanya kesilapan dan kesalahan-kesalahan dalam Bible modern ini akibat dari penyalinan yang tidak terevaluasi dengan baik. Gerrit Cornelis van Niftrik & B.J. Boland dalam buku "Dogmatika Masa Kini" mengatakan "Kita tidak usah merasa malu, bahwa terdapat pelbagai ke-khilafan di dalam Alkitab...

Untuk memahami bagaimana kesilapan dn kekhilafan itu dapat terjadi dan membentuk Bible yang ada modern ini, M.E Duyverman dalam buku "Pembimbing dalam perjanjian Baru", Bab Ilmu Salinan menjelaskan bagaimana kekhilafan mudah sekali terjadi dalam menyalin naskah yang menimbulkan distorsi pada terjemahannya (lihat Pembimbing Ke Dalam Perjanjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008) hlm.25).

Dikatakan bahwa Naskah-naskah Bible yang ada pada mulanya sangat mentah bahkan pembagian ayat dan pasal baru dimulai pada abad ke 13-16 Masehi. Dan dikatakan:

"Alangkah mudahnya timbul kesalahan! Kami sendiri, waktu menyediakan contoh ini, masih salah. Di samping cara menulis seperti itu, yang menyebabkan mudahnya penyalin membuat kesalahan, maka terdapat lagi kesulitan lain. Dalam bahasa Yunani, adakalanya susunan huruf dapat dibagi dengan cara yang berlainan sehingga terdapat kata-kata yang berlainan: Akibatnya, arti kalimat menjadi berubah."

Dalam kasus ini seperti contohnya Markus 10:40 yang dalam bahasa Yunaninya bertuliskan "OUKESTINEMONDOUNAIALLOISETOIMASTAI" dapat dipahami dengan dua cara:

Pertama, dibaca dengan cara "DOUNAI, ALL (h) OIS (H) ETOIMASTAI" artinya sebagaimana yang digunakan oleh terjemahan LAI Bible Indoensia saat ini yakni "Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah disediakan"

Kedua, dibaca dengan cara "DOUNAI, ALLOIS (H) ETOIMASTAI" artinya "Bukannya hakku memberinya, kepada orang-orang lain sudah isediakan (hak itu)"

Lantas manakah versi bacaan yang benarnya? sayangnya Bible adalah naskah agama yang hanya berpaku pada tulisan dan tidak memiliki jalur koreksi dengan metode hafalan dan sanad untuk melegitimasinya. Duyverman menjelaskan bahwa satu-satunya cara untuk menentukan mana versi bacaan yang benar adalah dengan menyesuaikan pada dogma yang ada. Sehingga versi bacaan versi ditolak dan memilih bacaan versi pertama atas dasar dogmatis. Alasannya "hak yang tidak diberi kepada Yesus, sudah tentu tidak diberi kepada orang lain di samping Yesus."

Untuk memudahkan anda, mari kita lihat bagaimana jadinya jika kasus serupa terjadi dalam Al-Quran?

Pada mulanya, Al-Quran tidak ditulis dengan titik dan baris tanda baca (harakat), sehingga penulisannya sangat mentah walaupun orang Arab mampu membacanya. Contohnya seperti penggalan ayat Quran ini yang ditulis dalam naskah-naskah Quran kuno: "اىاك ىعىد واىاك ىسىعىں". Tulisan "اىاك ىعىد واىاك ىسىعىں" (bahkan tidak dapat dilatinkan) dapat dibaca setidaknya dengan dua versi bacaan:

Pertama dapat dibaca اتاك بعبد واتاك بسبعن (ataaka bi-'abdin wa ataaka bi sab'in) yang artinya "Dia datang kepadamu dengan membawa seorang hamba dan 70 (dinar/dirham)".

Kedua dapat dibaca dengan اياك نعبد واياك نستعين (iyaka a'budu wa-iyaka nasta'in) yang artinya "Kepada-Mu kami menyembah dan kepada-Mu kami memohon pertolongan".

Lantas bagaimana pembaca dan penulis Quran dahulu dapat menentukan bacaan yang benarnya? sangat sederhana, jika ini berada dalam surat Al-Fatihah langsung saja dapat meruju pada riwayat hafalannya dan tidak ada yang memperdebatkannya jika bacaan yang benarnya adalah versi kedua yakni اياك نعبد واياك نستعين (iyaka a'budu wa-iyaka nasta'in). Hal ini karena kita punya double crossceck yakni tulisan (fi sutur) dan hafalan (fi sudur), jika tulisan bermasalah maka riwayat hafalan yang mutawatirnya akan memberikan koreksi dan konfirmasi.
Rabbanians ID

22 Dec, 05:31

1,248

INJIL-INJIL PALSU TAPI TETAP DIYAKINI BENAR SECARA TERBATAS

Jika saat ini kita mengenal hanya ada empat injil/gospel dalam Bible (markus, Lukas, Matius, Yohanes), faktanya karya-karya yang dinamail "injil/gospel" lebih banyak dari itu, namun atas dasar kriteria tertentu hanya empat saja yang memenuhi kualifikasi untuk dikanonkan (disahkan) menjadi bagian dari kitab Bible Perjanjian Baru. Sisanya kemudian disebut sebagai Injil-Injil Apokrif, sedangkan yang disahkan dinamai sebagai Injil-Injil Kanonik. Setidaknya ada 20-an karya yang disebut sebagai "injil-Injil Apokrifa" yang dapat etemen-temen banyak di ebook saya.

Namun pada mulanya, di kalangan sejarawan Kekristenan awal, buku-buku/ karya-karya Apokrifa dianggap sangat berharga, terutama yang hampir masuk ke dalam kanon Bible, seperti karya tulisannya Shepherd of Hermas (Gembala Hermas), Didache, 1 Klemens, 2 Klemens, Surat Barnabas, dan Apokalipsis Petrus. Karya-karya ini sering digunakan secara luas, tetapi tidak selalu dianggap sebagai bagian dari ajaran resmi gereja.

Sekitar tahun 100 Masehi, penulis Kristen awal seperti Ignatius, Polikarpus, dan Irenaeus serta umat Kristen non-Yahudi sudah menganggap Injil dan surat-surat Paulus sebagai kitab suci, tetapi butuh sekitar 200 tahun untuk menentukan daftar lengkap kitab Perjanjian Baru. Selama proses itu, hanya Kitab Wahyu yang sempat ditolak oleh Konsili Laodikia pada 363–364 Masehi karena pengaruh ajaran kelompok Montanis. Pada tahun 367 Masehi, Athanasius menetapkan daftar 27 kitab yang kita kenal sekarang, meskipun ia juga menyebut karya lain seperti Shepherd of Hermas dan Didache sebagai bacaan yang berguna.

Mengenai pengesahan kitab-kitab Perjanjian Baru ini, Bart Ehrman mengatakan:

"... Praktik pemalsuan dalam Kekristenan memiliki sejarah panjang dan masyhur ... perdebatan berlangsung selama tiga ratus tahun ... bahkan di kalangan 'ortodoks' sendiri ada perdebatan besar tentang buku-buku mana yang harus dimasukkan dalam kitab suci" (lihat, Lost Christianities: Battles for Scripture and the Faiths We Never Knew (Oxford University Press, 2003) hlm. 2, 3)

Karena tidak dikanonkan (disahkan sebagai bagian dari kitab suci), injil-injil apokrifa ini kerap dianggap secara populer sebagai "Injil Palsu", istilah apokrifa secara populer sejajar dengan makna "palsu". Namun walaupun dianggap palsu, beberapa informasi dari "injil-injil palsu" ini malah diyakini kebenarannya, padahal hal itu tidak didukung dari data-data yang ada pada kitab-kitab yang kanonik.

Contohnya, Bible tidak memberikan informasi apapun soal siapa nama "nenek-kakek tuhan (orang tuanya Maria)", namun umumnya umat Kristen meyakini nama mereka adalah Hanna dan Yoakim. Faktanya nama ini berasal dari dua "injil palsu" yang disebut Protoevangelium Yakobus dan Injil Yakobus. Keyakinan lain mengenai Maria yang dijadikan keyakinan oleh Kekristenan dan bersumber dari “karya palsu” adalah kisah kematian dan pengangkatan Maria ke Sorga yang dikenal dengan istilah "Dormisi Bunda Tuhan". Keyakinan ini kemudian dijadikan perayaan besar (hari raya) dalam Gereja Ortodoks Timur, Ortodoks Oriental, dan Gereja Katolik Timur (kecuali gereja-gereja Siria Timur). Keyakinan ini tidak berasal dari kitab Injil kanonik apapun, melainkan dari karya apokrifa yakni Transitus Mariae.

Tradisi dari sumber apokrifa lain yang diyakini dalam Kekristenan adalah cerita turunnya Yesus ke Neraka yang juga dikenal dengan ungkapan "Geger Neraka". Turunnya Kristus ke dunia orang mati disebutkan dalam Pengakuan Iman Rasuli dan Pengakuan Iman Athanasian (Quicumque vult), yang menyatakan bahwa Dia "turun ke dunia orang mati" (descendit ad inferos), meskipun keduanya tidak menyebutkan bahwa Dia membebaskan orang mati. Menurut "The Catholic Encyclopedia" kisah ini pertama kali muncul secara jelas dalam Injil Apokrifa yakni Injil Nikodemus dalam bagian yang disebut Kisah Pilatus.
Rabbanians ID

22 Dec, 05:31

1,637

Ini menunjukkan bahwa beberapa ajaran/tradisi dalam Kristen diambil dari karya-karya yang mereka anggap sebagai injil palsu atau apokrifa. Kita tidak perlu mencari tahu atas dasar apa tradisi-tradisi dari kitab-kitab apokrifa ini kemudian layak diterima.

Hanya saja kita bisa memahami bahwa tidak diceritakan/disebutkan dalam kitab suci bukan berarti itu tidak ada. Maksud saya, hanya karena nama "kakek tuhan" tidak disebutkan dalam Bible, bukan berarti mereka tidak dikenali. Begitu pula, ketika nama Hawa tidak disebutkan dalam Al-Quran bukan berarti Al-Quran tidak mengenali nama istri dari Adam. Hal ini karena nama Hawa secara jelas disebutkan dalam hadits. Bedanya, Al-Quran dan Hadits adalah dua seumebr primer dalam Islam yang membuat semua informasi dalam hadits yang tidak disebutkan dalam Quran bisa dianggap sah. Akan tetapi "Injil-Injil Palsu" dalam kekristenan bukalah sumber primer, yang meninggalkan pertanyaan; 'bagaimana tradisi, ceritad an nama-nama itu bisa dianggap sah untuk diyakini'.

Namun, sekali lagi; ini bukan ranah kita untuk mengkompromikannya. Lebih baik simak saja pembahasannya secara detail di ebook kami dengan judul "Apakah Alkitab Bibel Masih Asli?" pada bab ke tiga. Download disini:

https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible

NB: Ebook ini dibuat atas permintaan temen-temen Kristiani yang terus-terusan menuntut kami untuk membuktikan klaim tahrif yang diungkapkan dalam Al-Quran. Semoga ebook ini dapat menjawab rasa penasaran temen-temen dan pertanyaan terkait.
Rabbanians ID

21 Dec, 05:25

1,261

"Keluhan tentang pengubahan teks cukup sering ditemukan dalam literatur Kristen awal. Teks Kristen, baik teks-teks Kristen yang bersifat kitab suci maupun non-kitab suci tidak kebal dari proses transmisi yang tidak diatur dengan baik melalui salinan tangan. Bahkan, dalam beberapa hal, teks-teks ini lebih rentan daripada teks biasa, dan bukan hanya karena komunitas Kristen sering kali tidak memiliki juru tulis yang ahli. Meskipun tulisan Kristen umumnya bertujuan untuk mengekspresikan pandangan bersama suatu kelompok, anggota kelompok yang bertindak sebagai editor dan penyalin sering kali merevisi teks sesuai dengan persepsi mereka sendiri. Godaan ini lebih kuat terkait dengan teks-teks religius atau filosofis daripada teks lainnya hanya karena lebih banyak yang dipertaruhkan. Sebagian besar literatur Kristen awal disusun untuk tujuan memajukan sudut pandang tertentu di tengah konflik gagasan dan praktik yang sering muncul di dalam dan antara komunitas Kristen, dan bahkan dokumen yang tidak dirancang secara polemis mungkin tetap digunakan secara polemis. Setiap teks rentan terhadap perbaikan demi membuatnya lebih dapat digunakan dalam situasi kontroversi teologis"

Dari sini dapat dipahami bahwa pada kurun tiga ratus tahun pertama masehi maraknya terjadi pengubahan bahkan pemalsuan bible adalah karena:

1. Belum ada satu kelompok Kristen yang mendominasi. Masing-masing kelompok Kristen memiliki basis dan kekuatan sendiri seperti kaum nestorian, yakobit, melkit, adopsionis, modalism, macionism dll. Masing-masing memiliki naskah kitab sucinya (karena dimasa itu Bible Kristen belum dikanonkan secara sah). Dan dikatakan mereka masing-masing mengubah isi Bible agar isinya sesuai dengan ajaran keyakinan kelompok mereka. Dan Kekristenan yang berhasil bertahan sampai sekarang adalah kelompok Diofisit yang menuhankan Yesus (juga karena dukungan kerajaan Romawi - dulu disebut Melkit), sedangkan kelompok lin sudah musnah baik secara alami maupun dibasmi.

2. Tidak ada aturan resmi bagaimana mentransmisikan teks agama, dan tidak diatur bagaimana penyalinan itu seharusnya dilakukan. Sebagai perbandingan untuk mudah dipahami bagi Muslim, bahwa Quran sedari awal memberikan aturan standar koreksi dua arah; yakni secara teks tulisan dan hafalan mutawatir. Sehingga tiap ada kesilapan terhadap penyalinan tulisan akan mudah dikenali karena dapat divalidasi dengan metode hafalan mutawatir. Hafalan mutawatir adalah ingatan kolektif yang didikumentasikan dalam benak hati oleh banyak penghafal yang bahkan mereka saling tidak kenal. Hal ini semakin diperkuat dengan metode sanad untuk menjaga keotentikan hafalan dan tulisan naskah.

Selengkapnya pembahasan ini disarankan untuk dibaca lebih lanjut dalam ebook kami "Apakah Alkitab Bibel Masih Asli?" pada bab ke tiga. Download disini:

https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible

NB: Ebook ini dibuat atas permintaan temen-temen Kristiani yang terus-terusan menuntut kami untuk membuktikan klaim tahrif yang diungkapkan dalam Al-Quran. Semoga ebook ini dapat menjawab rasa penasaran temen-temen dan pertanyaan terkait.
Rabbanians ID

21 Dec, 05:25

1,054

PARA TEOLOG KRISTEN MEMINTA MEMAKLUMI ADANYA KESALAHAN DALAM NASKAH BIBLE

Bukan suatu rahasia lagi bahwa Bible yang ada saat ini sudah mengalami sejarah yang panjang dan rumit, sehingga para teolog dan pengkaji Bible akhirnya meminta kita agar memaklumi dan menerima Bible saat ini apa adanya dibalik ragam polemiknya seperti adanya kesalahan, kesilapan, pengubahan dan sebagainya. Dalam buku "Misquoting Jesus", Bart D Ehrman mengungkapkan bagaimana naskah-naskah Bible yang mengalami distorsi, pengurangan, pengubahan dan penambahan telah terjadi sehingga sulit untuk mencari bagaimana bentuk naskah aslinya. Hal ini merupakan masalah yang besar, bahkan saking besarnya, sejumlah pengkritik naskah mulai menyatakan bahwa mereka sebaiknya menghentikan dahulu segala pembahasan tentang ‘naskah asli’, karena kita tidak akan mengetahuinya, tulisnya.

Gerrit Cornelis van Niftrik & B.J. Boland dalam buku "Dogmatika Masa Kini" juga memberikan pemakluman terhadap kondisi Bible yang kita terima saat ini:

"Kita tidak usah merasa malu, bahwa terdapat pelbagai ke- khilafan di dalam Alkitab: kekhilafan-kekhilafan tentang angka- angka, perhitungan-perhitungan, tahun dan fakta-fakta. Dan tak perlu kita pertanggungjawabkan kekhilafan-kekhilafan itu ber- dasarkan caranya isi Alkitab telah disampaikan kepada kita, se- hingga dapat kita berkata: dalam naskah asli tentulah tidak terdapat kesalahan-kesalahan, tetapi kekhilafan-kekhilafan itu barulah kemudiannya terjadi di dalam turunan-turunan (salinan- salinan) naskah itu. Isi Alkitab, juga dalam bentuknya yang asli, telah datang kepada kita "dengan perantaraan manusia” (Calvin)"

Niftrik dan Boland mengakui bahwa Bible yang kita terima saat ini adalah bible yang sudah mendapati ragam polemik, namun ia memberikan sedikit cercah harapan dengan mengatakan "dalam naskah asli tentulah tidak terdapat kesalahan-kesalahan". Namun walaupun begitu "naskah Asli" itu tidak pernah sampai di tangan kita. Bruce Metger pun ketika mendefinisikan suatu ayat dalam Bible apakah asli atau tidak, dia hanya mengkompromikan pada apa yang tertulis dalam naskah tertua yakni Sinaiticus dan Vaticanus, namun bagaimana bentuk dari "naskah asli" sebelum era dua manuskrip ini, tidak ada yang bisa menguraikannya.

Manuskrip kodeks Sinaiticus dan Vaticanus adalah naskah tertua dari Bible Kristen yang berasal dari abad ke-4. Namun faktanya, sejarah teks Perjanjian Baru dalam tiga ratus tahun pertama sering digambarkan oleh para kritikus teks sebagai "periode kebebasan relatif" atau "periode kreativitas relatif." Selama periode ini, sebagian besar perubahan pada teks Perjanjian Baru, baik yang tidak disengaja maupun disengaja, mulai terjadi. Dalam buku "The Orthodox Corruption Of Scripture: The Effect Of Early
Christological Controversies On The Text Of The New Testament" sebuah buku yang mengungkapkan bagaimana kontroversi fenomena pengubahan teks-teks agama Kristen terjadi menuliskan sebagai berikut:

"(pada tiga ratus abad pertama) Selama isu-isu kristologis (masa-masa perdebatan soal status eksistensi ketuhanan Yesus) masih diperdebatkan, sebelum ada satu kelompok Kekeristenan yang berhasil mendominasi dan sebelum pihak proto-ortodoks menyempurnakan pandangan mereka yang akhirnya berkembang pada abad keempat, kitab-kitab suci Kristen yang sedang beredar dalam bentuk manuskrip sering kali mengalami perubahan. Teks-teks ini tidak kebal terhadap perubahan; sebaliknya, mereka diubah dengan cukup mudah dan sering kali secara signifikan. Sebagian besar perubahan ini terjadi secara tidak sengaja karena ketidaktepatan, kecerobohan, atau kelelahan para penyalin. Namun, ada juga perubahan yang dilakukan secara sengaja, mencerminkan perdebatan teologis yang terjadi pada masa itu"

Pengamatan serupa juga dibuat oleh Harry Gamble dalam buku "Books and Readers in the Early Church: A History of Early Christian Texts". Dia berkata:
Rabbanians ID

20 Dec, 23:47

850

𝑻𝒊𝒅𝒂𝒌 𝑩𝒊𝒔𝒂 𝑩𝒆𝒓𝒋𝒂𝒍𝒂𝒏 𝑨𝒌𝒊𝒃𝒂𝒕 𝑴𝒆𝒏𝒈𝒉𝒊𝒏𝒂 𝑯𝒂𝒅𝒊𝒕𝒔

Kisah ini diceritakan oleh Abu Yahya Zakaria as-Saji yang mengisahkan pengalaman saat berjalan di kampung kota Bashrah menuju rumah seorang ahli hadits. Mereka berjalan dengan tergesa-gesa, dan dalam rombongan tersebut ada seorang yang diragukan agamanya. Orang tersebut dengan nada mengejek berkata, "Angkatlah kaki kalian dari sayap para malaikat, janganlah kalian memecahkannya!" Segera setelah itu, orang tersebut tidak bisa berjalan lagi. Kakinya menjadi kering dan akhirnya jatuh, sebuah kejadian yang diinterpretasikan sebagai akibat dari sikap mengejeknya terhadap sesuatu yang sakral.

Kisah serupa juga diceritakan oleh ad-Dainawari dari Ahmad bin Syu’aib. Abu Dawud as-Sijistani menambahkan bahwa suatu ketika, saat mereka belajar hadits dari seorang ahli hadits, gurunya menyampaikan hadits Nabi yang menyatakan, "Para malaikat meletakkan sayapnya untuk para penuntut ilmu." Dalam majelis tersebut, ada seorang Mu’tazilah yang mengejek hadits ini dan dengan sombong berkata, "Demi Allah, besok saya akan mengenakan sandal yang berpaku lalu akan kuinjakkan ke sayap para malaikat!" Dia benar-benar melakukannya, dan kejadian ini membawa akibat buruk yang segera menyusul, seperti yang diisyaratkan oleh kisah sebelumnya.

Kedua kisah ini mengajarkan bahwa melecehkan atau meremehkan ajaran agama dan hal-hal yang dianggap sakral dalam Islam dapat membawa akibat yang serius. Ini adalah pengingat bahwa keimanan dan sikap hormat terhadap ajaran agama bukanlah sesuatu yang boleh dianggap enteng atau dijadikan bahan ejekan.

Bagikan Cerita ini &
Join grup telegram kami https://t.me/rabbanians
Rabbanians ID

20 Dec, 10:16

890

MARAKNYA FENOMENA PENGUBAHAN TEKS KETIKA MENYALIN BIBLE

Sebenarnya fenomena pengubahan (tahrif) pada teks-teks agama sudah terjadi dan terpolarisasi sejak lama. Tidak perlu jauh-jauh mengutip bagaimana kesalnya para bapa-bapa gereja ketika kedapatan ada naskah Bible yang sudah diubah-ubah seperti yang diungkapkan oleh Origen, Dionysius, Jerome, Eusebius dan sebagainya. Lebih jauh sebelum itu penulis Kitab Wahyu (bagian terakhir dari Bible Kristen) juga memuat sebuah ancaman bagi siapa saja yang mencoba mengubah isi dari tulisannya. Hal ini disebutkan pada bagian akhir dari Kitab Wahyu sebagai berikut:

Μαρτυρῶ ἐγὼ παντὶ τῷ ἀκούοντι τοὺς λόγους τῆς προφητείας τοῦ βιβλίου τούτου· ἐάν τις ἐπιθῇ ἐπ' αὐτά, ἐπιθήσει ὁ Θεὸς ἐπ' αὐτὸν τὰς πληγὰς τὰς γεγραμμένας ἐν τῷ βιβλίῳ τούτῳ· καὶ ἐάν τις ἀφέλῃ ἀπὸ τῶν λόγων τοῦ βιβλίου τῆς προφητείας ταύτης, ἀφελεῖ ὁ Θεὸς τὸ μέρος αὐτοῦ ἀπὸ τοῦ ξύλου τῆς ζωῆς καὶ ἐκ τῆς πόλεως τῆς ἁγίας, τῶν γεγραμμένων ἐν τῷ βιβλίῳ τούτῳ.

"Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka tuhan akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka tuhan akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini." (Wahyu 22:18-19)

Ini bukan ancaman bahwa pembaca harus menerima atau mempercayai semua yang ditulis dalam kitab ini, seperti yang kadang-kadang ditafsirkan; melainkan, ini adalah ancaman yang khas bagi para penyalin kitab tersebut, bahwa mereka tidak boleh menambahkan atau menghapus kata-kata dari kitab tersebut. Kutukan serupa dapat ditemukan tersebar dalam berbagai tulisan Kristen awal. Pertimbangkan ancaman yang cukup keras yang diucapkan oleh cendekiawan Kristen Latin bernama Rufinus terkait terjemahannya atas salah satu karya Origen:

"Sungguh, di hadapan Bapa, Anak, dan Roh Kudus, saya bersumpah dan memohon kepada siapa pun yang mungkin menyalin atau membaca buku-buku ini, demi imannya pada kerajaan yang akan datang, demi misteri kebangkitan dari kematian, dan demi api kekal yang disiapkan untuk iblis dan para malaikatnya, bahwa, sebagaimana dia tidak ingin memiliki warisan kekal di tempat di mana ada tangisan dan kertakan gigi, di mana api mereka tidak padam dan roh mereka tidak mati, dia tidak boleh menambahkan apa pun pada apa yang tertulis dan tidak boleh mengurangi apa pun darinya, serta tidak boleh memasukkan atau mengubah apa pun, tetapi dia harus membandingkan salinannya dengan naskah dari mana dia menyalinnya" (Lihat Origen, On First Principles, Pendahuluan oleh Rufinus; dikutip dalam Gamble, Books and Readers in the Early Church: A History of Early Christian Texts (New Haven: Yale Univ. Press, 1995) hlm. 124)

Ancaman keras yang diberikan oleh penulis kitab Wahyu dan Rufinus ini membuktikan bahwa potenti pengubahan terhadap karya-karya mereka besar kemungkinan bisa saja terjadi. Ini menunjukkan bahwa fenomena itu sudah terpolarisasi dimasa itu, sehingga dibutuhkan ultimatum dan ancaman-ancaman spritual untuk mengentikan upaya jahat oleh penyalin-penyalinnya.

Surat-surat Aristeas juga menggambarkan bagaimana Septuaginta (terjemahan Yunani dari Kitab Perjanjian Lama) yang dikerjakan oleh tujuh puluh ahli Yahudi atas permintaan raja Mesir; Ketika terjemahan itu selesai, 'mereka harus menyatakan semacam kutukan sesuai kebiasaan, terhadap orang-orang yang mengubah, entah dengan menambah atau mengubah atau mengurangi kata-kata yang telah tertulis' (lihat; Letters of Aristeas 310, 311).

Fenomena mengutuk upaya pengubahan (tahrif) ini juga dilakukan oleh Eusebius (lihat; The Ecclesiastical History 5.20:2) yang juga mengutip cara Irenaeus, cendekiawan Kristen besar abad ke-2 M, dimana ketika mengakhiri salah satu bukunya dia menuliskan,
Rabbanians ID

20 Dec, 10:16

942

"Saya meminta Anda yang mungkin menyalin buku ini, demi Tuhan kita Yesus Kristus, dan demi kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati, untuk membandingkan apa yang Anda tulis dengan naskah ini, dan mengoreksinya dengan hati-hati serta menuliskan anjuran ini juga ke dalam naskah salinan Anda". (lihat William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Kitab Wahyu Kepada Yohanes pasal 6-22 (Terj. S. Wismoady W) (BPK Gunung Mulia, 2008) hlm. 352)

Ini menunjukkan bagaimana maraknya pemalsuan naskah terjadi dimasa itu. Namun terlepas oleh siapa yang mengkorupsi injil, pada faktanya fenomena tahrif (pengubahan) pada teks-teks agama sudah terekam sebagai suatu bentuk yang historis.

Apa-apa saja ayat-ayat yang kemudian dikomentasi "tidak asli (palsu?" oleh peneliti Bible dari barat? simak di ebook berikut:

https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible
https://rabbanians.id/ebook/Otentikkah-Bible

NB: Ebook ini dibuat atas permintaan temen-temen Kristiani yang terus-terusan menuntut kami untuk membuktikan klaim tahrif yang diungkapkan dalam Al-Quran. Semoga ebook ini dapat menjawab rasa penasaran temen-temen dan pertanyaan terkait.

Gambar: Surat Aristeas, Greek-Latin bilingual Oxford edition of 1692.