Namun, al-Imam Ahmad tidak pernah mengikuti mereka untuk mengucapkan kalimat itu, meskipun hanya satu kalimat. Justru beliau menyatakan: al-Quran adalah Kalam (Firman)
Allah. Jika mereka mendesak beliau, beliau menyatakan: Tunjukkanlah bukti dari alQuran dan Sunnah sebagai dalil atas ucapan kalian itu. Mereka pun kembali memukul al-Imam Ahmad. Hingga beliau pingsan. Namun beliau tetap enggan mengucapkan pernyataan bahwa alQuran adalah makhluk.
Hingga darah beliau mengalir akibat kerasnya pukulan itu. Saking kerasnya pukulan itu hingga beliau hilang kesadaran. Beliau tetap kokoh demikian hingga datang masa pemerintahan al-Mutawakkil bin Harun arRasyid. Allah pun menyelamatkan Ahlus Sunnah dan menolong kebenaran. Allah menghancurkan Ahlul Bid’ah. Kemudian terbunuhlah al-Mutawakkil yang dibunuh secara licik oleh orang yang jahat.
Kemudian berlangsunglah kelemahan (pada umat Islam) hingga akhir pemerintahan Bani Abbas. Berikutnya, Syiah mendapat posisi dalam kementrian. Padahal mereka lebih buruk dari Jahmiyyah. Ibnul Alqomiy menjadi menteri. Demikian juga sang penolong kekafiran, yaitu atThuusiy.
Mereka menarik pasukan Tartar Mongol dari Timur yang memerangi negeri-negeri muslim sehingga menjajahnya dan membunuh khalifah. Mereka mengambil kitab-kitab Islam dan melemparkannya di sungai Dajlah. Mereka membunuh ratusan ribu kaum muslimin. Mereka membinasakan negeri-negeri kaum muslimin. Kaum muslimin melawan mereka di setiap negeri. Pada akhirnya, Allah menghinakan Tartar dan di antara mereka ada yang masuk Islam.
Islam tetap dalam keadaan kuat dan mulia –segala puji hanya untuk Allah-. Allah munculkan orang-orang yang menolong, melindungi, dan membela (ajaran) Islam. Muncul Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di masa kegelapan. Kelompok-kelompok yang menyimpang saling menarik manusia, yaitu Sufiyyah, Jahmiyyah, Mu’tazilah, Quburiyyah, dan Syiah.
Kaum muslimin hidup dalam suasana penuh gelombang fitnah. Di masa itu muncul Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Beliau mempelajari kitab-kitab Salafus Shalih yang murni. Beliau juga mempelajari kitab-kitab yang menyimpang dan mengenal dengan baik syubhat-syubhat yang ada di dalamnya. Beliau bangkit berdakwah mengajak manusia kepada Allah, menulis kitab-kitab dan mengajar. Beliau pun diasingkan dan dipenjarakan.
Namun itu tidak menghalangi beliau untuk terus berjihad. Baik jihad dengan senjata, terjun langsung di medan pertempuran (termasuk melawan pasukan Tartar, pent). Beliau juga berjihad dengan pena, lisan, dan hujjah.
Hingga Allah munculkan pula murid-murid yang meneruskan ilmu beliau, seperti Ibnul Qoyyim, Ibnu Katsir, dan adz-Dzahabiy. Demikian juga para Ulama besar selain mereka. Berkembanglah dakwah (Islam yang benar). Terbitlah fajar dakwah dan pembaharuan ajaran agama Islam (kembali pada ajaran Nabi dan para Sahabatnya, pent). Terdapat bantahan-bantahan terhadap syubhat dan kesesatan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan para murid beliau –semoga Allah merahmati mereka-.
Kemudian berjalan waktu yang lama, lemahlah (sikap mengikuti) mazhab Ahlus Sunnah. Banyak kebid’ahan. Kesesatan tersebar luas. Setelah masa Syaikhul Islam dan para muridnya, muncullah masa kemandegan, kebodohan, dan taklid buta.
Negeri Najd tidak banyak disebut. Bahkan dilupakan. Dianggap wilayah terbelakang (terpencil) atau menyerupai daerah terpencil. Hanya berupa kampung, lahan pertanian, dan tempat yang jauh dari pemukiman. Tidak menarik sebagai tempat tinggal. Setiap wilayah punya pemimpin tersendiri. Terpisah satu sama lain. (Sebagai contoh), pemimpin negeri ‘Irqih tidak tunduk pada pemimpin negeri ad-Dir’iyyah. Padahal kedua negeri itu berdekatan. Masing-masing wilayah yang berkuasa sendiri-sendiri.
Para Ulama Hanabilah (di masa itu) di Najd terlalu mementingkan pembahasan fiqh (saja). Mereka menyusun karya-karya fiqh dan mengajarkannya. Adapun secara akidah, mereka berada di atas akidah al-Asya’iroh dan al-Maturidiyyah. Mereka larut dalam tashawwuf dan kebid’ahan. Seperti juga di negeri-negeri lain.