Ridwan Kamil dan Jakarta Gemilang
(Dr. Syahganda Nainggolan, MT., alumni ITB)
Dukungan Habib Rizieq Shihab, Imam Besar umat Islam Indonesia, khususnya dengan jutaan pengikut di Jakarta kepada Ridwan Kamil (RK), khususnya diberikan melalui FPI Jakarta dan juga dukungan mantan Ketua Umum Muhammadiyah, Prof. Dr. Din Syamsuddin, yang juga mantan ketua umum Majelis Ulama Indonesia, begitu menggemparkan secara politik. Sebab, kedua tokoh ini adalah sosok yang mengalami getirnya perjuangan menghadapi rezim Jokowi selama ini. Lalu mengapa keduanya mendukung RK yang juga didukung Jokowi? Bukan seperti Anies Baswedan mendukung Pramono Anung?
Pertanyaan seperti ini muncul dalam berbagai debat WA Group, apakah kaum oposisi di Jakarta mendukung RK yang jelas-jelas didukung Jokowi ataukah Pramono Anung yang didukung Megawati Soekarnoputri?
Saya belum bertanya langsung kepada kedua tokoh tersebut, meskipun sesungguhnya kami sangat dekat. Belum. Sempat berjumpa. Imam Besar Habib Rizieq melalu Bin Talib memberikan saya salam hangat dari Mekkah beberapa waktu lalu. (Ketika foto mereka saya unggah ke IG, langsung di delete IG).
Sambil menunggu alasan analitis mengapa IB HRS dan prof Din Syamsuddin, mendukung RK, kita bisa menganalisa baik buruknya kedua tokoh cagub DKI Jakarta saat ini, yakni RK versus Pram. Hal ini dibutuhkan untuk mengimbangi liarnya opini akibat adanya himbauan Anies Baswedan agar "anak abah" mendukung Pramono Anung. Sebab, pengertian anak abah ini bisa mengklaim semua pendukung Anies di pilpres jika tidak diluruskan.
Anies tentu punya pertimbangan politik sendiri untuk mendukung Pramono Anung. Kita paham kegetiran yang menimpa Anies Baswedan akibat gagal menjadi calon gubernur DKI, yang disingkirkan rezim Jokowi dan gagal masuk keputaran kedua pilpres, yang diperkirakan sebagai akibat pemilu barbar. Mungkin sikap Anies ini untuk menunjukkan sikap berseberangan dengan penguasa tersebut. Namun, sejarah perjuangan kebangsaan kita tidak selalu harus bertumpu pada keputusan perorangan. Untuk itulah sikap dua tokoh nasional, Imam Besar Habib Rizieq Shihab dan Prof Din Syamsuddin di atas menjadi pertimbangan lainnya untuk bersikap.
Ada setidaknya 5 alasan penting bagi kita untuk menjatuhkan dukungan kepada RK ataupun Pramono Anung. Pertama, dosa politik.
Dosa politik adalah kejahatan elit politik terhadap demokrasi dan HAM. Dari sisi ini, selama ini RK tidak pernah menjadi tokoh nasional yang bertanggung jawab atas berbagai kebiadaban politik orde Jokowi. RK saat itu hanyalah tokoh lokal Jawa Barat.
Pada saat sepuluh tahun Jokowi berkuasa, berbagai indeks demokrasi turun, pelanggaran HAM dan khususnya kekerasan terhadap lawan politik terjadi secara massif. Saya yang pernah dipenjara Orde Baru dan di pecat dari ITB merasakan kejahatan orde Jokowi lebih buruk dari orde baru. Sehingga rezim Jokowi adalah rezim kejahatan.
Dalam rezim kejahatan ini, sebagai rezim, tentunya yang bertanggung jawab adalah presiden dan orang-orang terdekatnya. Bukan Jokowi sendiri. Merekalah yang merancang berbagai kebijakan yang memberangus demokrasi dan menindas HAM.
Penangkapan IB HRS, ulama, termasuk Prof Din Syamsuddin hampir ditangkap tahun 2020, penangkapan aktifis KAMI, penangkapan ratusan orang pendukung Prabowo 2014- 2019, seperti Rachmawati Soekarnoputri, Mayjen (purn) Kivlan Zen, Laksamana (purn) Sony, Mayjen purn Soenarko, aktifis senior Eggi Sudjana, Lieus Sungkarisma, Hatta Taliwang, Eko Santjojo , Ahmad Dhani, Alfian Tanjung, Buni Yani, dll, Harris Azhar dan Fatia, persekusi kepada Rocky Gerung, dlsb., pemberhentian Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI dipercepat, dlsb. dan juga pembantaian laskar FPI di tol KM50, dll. adalah bukti kejahatan itu.
Dalam struktur hirarki, elit yang memutuskan kejahatan seperti ini tentunya tidak melibatkan orang seperti Ridwan Kamil.