Jangan sampai, seperti kata Imam Ibnu al-Mubarak _rahimahulLaah_, _“Di antara musibah terbesar bagi seseorang adalah dia tahu kekurangan (aib) dirinya, lalu dia tidak peduli dan tidak bersedih atas kekurangan (aib) dirinya tersebut.”_ *(Al-Baihaqi, _Syu’ab al-Iimaan_, hlm. 867).*
Banyak orang sadar atas kekurangan (aib) dirinya, tetapi tidak melakukan apa-apa untuk mengubah keadaannya. Sadar banyak dosa, tetapi tidak segera bertobat. Sadar memiliki sedikit pahala, tetapi tidak segera melakukan ragam amal shalih. Inilah di antara musibah terbesar yang menimpa seseorang.
Dengan demikian yang diperlukan seseorang bukan sekadar menyadari segala kekurangan (aib) dirinya, tetapi usahanya untuk memperbaiki diri dengan cara: meninggalkan ragam dosa dan maksiat, memperbanyak amal shalih, disertai dengan terus meningkatkan pemahaman agamanya _(tafaqquh fii ad-diin)._
Penting juga untuk memiliki kebiasan baik lainnya, yakni: tidak menunda-nunda dalam melakukan amal kebaikan. Demikian sebagaimana dikatakan oleh Khalid bin Ma’dan _rahimahulLaah,_ _“Saat pintu kebaikan telah terbuka di hadapan salah seorang di antara kalian, segera masuki, karena dia tidak tahu kapan pintu kebaikan tersebut tertutup kembali.”_ *(Adz-Dzahabi, _Siyar A’laam an-Nubalaa’,_ 4/540).*
Karena itu jangan sekali-kali menunda-nunda beramal shalih karena merasa masih banyak kesempatan. Kesempatan itu bisa berupa waktu luang, masa muda, kesehatan, kecukupan harta, dll. Semua kesempatan itu bisa saja sewaktu-waktu hilang dan tak akan kembali lagi. Saat demikian kesempatan untuk beramal shalih berkurang bahkan mungkin hilang sama sekali.
Maka dari itu, penting untuk mengingat salah satu pesan Rasulullah saw., _“Manfaatkanlah lima perkara sebelum datang lima perkara: masa muda (kekuatan)-mu sebelum datang masa tua (kelemahan)-mu; masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu; masa kaya (kecukupan)-mu sebelum datang masa kefakiran (kekurangan)-mu; waktu lapangmu sebelum datang masa sempitmu.”_ *(Al-Mundziri, _At-Targhiib wa at-Tarhiib,_ 2/203).*
Sebaliknya, segera akhiri segala kebiasaan buruk, termasuk yang sia-sia (tak berguna). Dalam hal ini, kita harus selalu menyadari bahwa, _“Di antara tanda Allah berpaling dari hamba-Nya adalah Dia menjadikan dirinya sibuk dalam hal-hal yang tak berguna (sia-sia).”_ *(Ibnu Abdil Barr, _At-Tamhiid,_ hlm. 200).*
Hal-hal yang tak berguna (sia-sia) adalah semua perkara yang tidak mendatangkan manfaat di dunia dan pahala di akhirat.
Alhasil, agar Allah SWT tidak berpaling dari diri kita, semua kesia-siaan itu, juga semua perkara yang di dalamnya mengandung unsur dosa dan kemaksiatan, harus benar-benar kita tinggalkan. Sekarang juga. Tanpa menunda-nunda. Mari kita isi tahun baru dengan ragam kebiasaan baru. Tentu kebiasaan yang sarat dengan aneka ragam ketaatan kepada Allah SWT.
_Wa maa tawfiiqii illaa bilLaah ‘alayhi tawakkaltu wa ilayhi uniib._ *[]*