*Dalil Pertama*: Anak-anak yang mewakili setengah umat manusia tidak akan mampu menerima kenyataan yang tampak menyakitkan saat terjadi kematian, kecuali dengan kekuatan moral yang lahir dari adanya “iman kepada surga”, yang terdapat dalam diri mereka yang lemah. Keimanan itulah yang membuka pintu harapan bersinar bagi tabiat mereka yang halus dan demikian rapuh, serta menangis karena sebab yang paling sepele sekalipun.
Maka, dengan keimanan tersebut mereka dapat hidup dengan nyaman, senang, dan gembira. Maka, si anak mukmin itu pun mengajak dirinya berbicara tentang surga. Ia berkata, “Adikku atau temanku tercinta yang telah meninggal, sekarang telah menjadi salah seekor burung di surga. Ia terbang di surga ke mana saja ia suka dan hidup dalam kondisi yang paling menyenangkan.”
Andai iman kepada surga tidak ada, tentu kematian yang menimpa anak-anak semisalnya atau orang dewasa sekalipun akan menghancurkan kekuatan moral orang-orang yang tidak memiliki daya dan kekuatan tersebut, serta akan merusak jiwa mereka, dan meremukkan kehidupan mereka sehingga ketika itu seluruh jasad, roh, kalbu, akal mereka ikut menangis bersama dengan tangisan mata.
Kemungkinannya ada dua: kepekaan mereka mati dan perasaan mereka mengeras. Atau, mereka menjadi seperti hewan yang tersesat dan malang.
Badiuzzaman Said Nursi, *Tuntunan Generasi Muda*, hlm. 88-89