ROBBANI MEDIATAMA

@robbanimediatama


Kumpulan tulisan dan video kajian Islam

ROBBANI MEDIATAMA

22 Oct, 13:33


https://youtube.com/shorts/4AVKjSiPADU?feature=share

ROBBANI MEDIATAMA

22 Oct, 07:17


• Diantara manifestasi tawadhu’ adalah berkhidmat kepada masyarakat dan mudah diakses. Mudah ditemui, mudah dimintai pertolongan. Jika tidak punya harta untuk menolong, ia tetap mengupayakan bantuan dari pihak-pihak yang bisa diakses bantuannya. Sebagaimana Nabi saw mengupayakan bantuan dari orang-orang lain untuk membantu orang-orang fakir yang datang kepadanya meminta bantuan tetapi Nabi saw tidak memiliki sesuatu untuk diberikan.

4. Berakhlak Baik
Adapun berakhlak baik, difahami dari firman Allah:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ

"Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap merereka.” (Ali 'Imran: 159)

• Akhlak adalah sesuatu yang pertama kali dilihat dan dirasakan oleh orang lain dari seorang ulama akhirat.

• Seorang ulama akhirat pasti punya akhlak yang baik dan terpuji. Karena ia pasti mengamalkan ilmunya. Ia selalu menjadi teladan dalam mengamalkan apa yang disampaikan. Ia bukan tipe ulama Yahudi yang memiliki ilmu tetapi tidak diamalkan. Ia selalu takut kepada peringatan Allah:

كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ

"(Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (As-Saff: 3)

5. Lebih Mengutamakan Akhirat Daripada Dunia, yaitu Zuhud.
Adapun zuhud, difahami dari firman Allah:

وَقَالَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ وَيْلَـكُمْ ثَوَابُ اللّٰهِ خَيْرٌ لِّمَنْ اٰمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًـا ۚ

"Tetapi orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, Celakalah kamu! Ketahuilah, pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan." (Al-Qasas: 80)

• Seorang ulama akhirat tidak mudah tertipu oleh dunia yang fana. Tidak mudah menggeser prinsip hanya karena iming-iming dunia. Tidak mudah tertipu oleh pencitraan yang semu. Tidak mudah silau oleh tampilan luar. Karena ia selalu melihat esensi dan hakikat. Karena hati dan pikirannya sudah tertambat dan tenggelam di dalam berbagai kesenangan dan kenikmatan yang ada di akhirat, sekalipun fisik dan raganya masih di dunia.

• Dunia ini hanya ada di tangannya, tidak pernah masuk dan tertanam di hatinya. Dunia ini mudah datang dan pergi dalam hidupnya, karena tidak pernah menguasai hatinya. Hati dan pikirannya selalu tertambat pada ayat ini:

وَالْاٰخِرَةُ خَيْرٌ وَّ اَبْقٰى

"padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal." (Al-A'la: 17)

مَاعِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللّٰه باق

"Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal...” (An-Nahl: 96)

***

ROBBANI MEDIATAMA

22 Oct, 07:17


Serial Ta'ammulat Qur'aniyah #136

5 SIFAT ULAMA AKHIRAT
Oleh: Aunur Rafiq Saleh, Lc.

• Ada sejumlah sifat dan tanda pengenal bagi ulama yang baik dan arif. Sebagian sifat dan tanda pengenal itu disebutkan oleh Imam al-Ghazali di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin. Beliau berkata:

و قيل خمس من الاخلاق هي من علامات علماء الاخرة مفهومة من خمس ايات من كتاب الله "الخشية و الخشوع والتواضع و حسن الخلق و ايثار الاخرة على الدنيا و هو الزهد”

“Ada lima akhlak termasuk tanda-tanda ulama akhirat. Lima akhlak ini difahami dari lima ayat al-Quran, yaitu rasa takut, khusyu’, tawadhu’, berakhlak baik dan lebih mengutamakan akhirat dari pada dunia, yaitu zuhud”.


1. Rasa Takut
Adapun rasa takut, difahami dari firman Allah:

ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

“Diantara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun.” (Fathir: 28)

• Seorang ulama akhirat pasti memiliki rasa takut yang tinggi kepada Allah. Karena ia sangat mengenal Allah, baik melalui ayat-ayat qauliyah yang selalu dibacanya di dalam al-Quran atau pun melalui ayat-ayat kauniyah yang selalu diperhatikan dan direnungkannya. Karena itu, ia tidak berani menyimpang dari ayat-ayat-Nya. Ia tidak berani menyembunyikan ayat-ayat Allah dan tidak berani menjual ayat-ayat Allah demi mendapatkan reruntuhan dunia, sebagaimana karakter ulama Yahudi:

اِنَّ الَّذِيْنَ يَكْتُمُوْنَ مَاۤ اَنْزَلَ اللّٰهُ مِنَ الْکِتٰبِ وَ يَشْتَرُوْنَ بِهٖ ثَمَنًا قَلِيْلًا ۙ اُولٰٓئِكَ مَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهِمْ اِلَّا النَّا رَ وَلَا يُکَلِّمُهُمُ اللّٰهُ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ وَلَا يُزَکِّيْهِمْ ۚ وَلَهُمْ عَذَا بٌ اَ لِيْمٌ

"Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu kitab, dan menjualnya dengan harga murah, mereka hanya menelan api neraka ke dalam perutnya dan Allah tidak akan menyapa mereka pada hari Kiamat, dan tidak akan menyucikan mereka. Mereka akan mendapat azab yang sangat pedih." (Al-Baqarah: 174)

• Rasa takut yang kuat kepada Allah ini membuatnya memiliki karakter dan kepribadian yang kuat, tidak mudah memperturutkan hawa nafsu:

وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهٖ وَ نَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوٰى

"Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya." (An-Nazi'at: 40)

2. Khusyu’
Adapun khusyu’, difahami dari firman Allah:

خٰشِعِيْنَ لِلّٰهِ ۙ لَا يَشْتَرُوْنَ بِاٰ يٰتِ اللّٰهِ ثَمَنًا قَلِيْلًا ۗ

"Karena mereka berendah hati kepada Allah, mereka tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga murah.” (Ali 'Imran: 199)

• Ayat ini sangat menarik. Karena mengartikan khusyu’ tidak sebagaimana yang difahami kebanyakan orang selama ini. Tetapi mengartikan khusyu’ dengan “tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga murah”.

• Hati yang khusyu’, pasti tunduk kepada Allah, baik di dalam shalat atau pun di luar shalat. Baik di masjid atau pun di kantor, pasar, pabrik, kampus dan tempat-tempat lainnya. Sehingga tidak berani berbuat melanggar ayat-ayat Allah di mana pun berada, demi mendapatkan sesuatu yang tidak ada harganya bila dibandingkan dengan pahala komitment dengan ayat-ayat Allah.

• Ini sekaligus mengajarkan kepada kita bahwa khusyu’ yang ada di hati itu harus membuahkan sikap dan perbuatan di dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya terlihat di dalam ibadah shalat.

3. Tawadhu’
Adapun tawadhu’, difahami dari firman Allah:

وَا خْفِضْ جَنَا حَكَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ

"Dan berendah hatilah engkau terhadap orang-orang yang beriman."
(Al-Hijr: Ayat 88)

• Seorang ulama akhirat selalu berendah hati kepada orang-orang beriman. Tidak menyakiti mereka, tetapi senantiasa mengayomi mereka. Mengajari mereka ilmu agama dengan tekun dan sabar. Membimbing mereka dan mengadvokasi hak-hak mereka. Membela mereka yang terzalimi karena kebodohan, bukan mengeksploitasi kebodohan mereka.

ROBBANI MEDIATAMA

20 Oct, 14:41


https://youtube.com/shorts/5P0v4XUDy-I?feature=share

ROBBANI MEDIATAMA

19 Oct, 10:55


https://youtube.com/shorts/yFTVLmNWaRY?feature=share

ROBBANI MEDIATAMA

17 Oct, 14:39


https://youtu.be/75oZqMh2w2I

ROBBANI MEDIATAMA

17 Oct, 06:52


Serial Keluarga Sakinah #70

MENYIAPKAN ANAK SESUAI TUNTUTAN ZAMAN
Oleh: Dr. Aan Rohanah, Lc., M.Ag.

Pendidikan yang diberikan kepada anak harus sesuai dengan tuntutan zamannya agar mereka bisa hidup lurus, berperan dan sejahtera. Ingatlah zaman yang dihadapi oleh anak sangat berbeda dengan zaman orang tuanya.

Setiap orang tua harus menyadari betapa pentingnya mendidik anak sesuai dengan zamannya agar bisa memberikan apa yang dibutuhkan anak untuk berkembang. Juga hasil pendidikan tidak ketinggalan sehingga anak bisa beradaptasi dengan tuntutan zaman yang terus berubah dan berkembang pesat serta lebih maju.

Karena itu orang tua juga harus terus belajar, jangan sampai orang tua merasa asing dengan perkembangan zaman yang terus berubah padahal mereka harus mendidik anak sesuai dengan zaman anaknya.

Orang tua harus terus belajar dan memperluas wawasan, rajin mencari informasi baru mengenai berbagai hal dari berbagai media.

Orang tua harus bersikap terbuka terhadap perkembangan ilmu dan informasi yang baru ditemukan kemudian harus mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya agar bisa mengambil yang bermanfaat dan menjauhi yang madharat.

Saat orang tua mendidik anak harus bisa memberikan arahan, jawaban dan alasan yang relevan dengan kehidupan anak, sehingga tidak membanggakan kondisi orang tua di masa lalu dan mencela kondisi anak di masa sekarang agar tidak menimbulkan konflik dengan anak. Maka orang tua harus menyesuaikan diri dengan zaman yang terus berkembang.

Bukankah setiap zaman itu memiliki kemajuan dan tantangan yang berbeda? Sehingga kemajuan dan tantangan yang dihadapi orang tua di masa lalu berbeda dengan yang dihadapi oleh anak di zamannya.

Orang tua yang memahami perkembangan zaman , maka mereka bisa memahami kondisi anak dan mudah memahami kebutuhannya. Bahkan mereka aka terus memberikan motivasi kepada anak dan mendukung sepenuhnya untuk bisa berprestasi dan berkarya sesuai dengan kebutuhan zamannya.

Namun, orang tua harus ingat bahwa pondasi pendidikan anak di zaman kapanpun harus didasarkan pada menanamkan pemahaman agama dan mentaatinya serta menanamkan akhlak dan membiasasakannya dalam kehidupan sehari-hari agar pengetahuan, wawasan dan ketrampilan yang diberikan kepada anak bisa bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat baik di dunia maupun di akhirat.

Ada beberapa unsur pendidikan anak yang harus diperhatikan, yaitu :

1. Bersumber kepada Al-Quran dan hadis atau kepada nilai-nilai agama.

2. Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Menerapkan adab terhadap ilmu dan teknologi serta bersikap selektif agar selalu positif.

4. Menghidupkan budaya berfikir cerdas, kritis, kreatif dan inovatif.

5. Bersikap terbuka dan menerima perubahan.

6. Berorientasi pada hal-hal yang bermanfaat bagi banyak orang.

7. Mengembangkan minat, bakat serta semua potensi anak.

8. Mengerahkan semua potensi yang dimiliki orang tua untuk kesuksesan pendidikan anak.

9. Orang tua menjadi pribadi yang terbuka terhadap berbagai perubahan dan berdiskusi dengan anak untuk mengambil hal-hal yang positif dan bermanfaat serta meninggalkan hal-hal yang negatif dan berakibat buruk.

***

ROBBANI MEDIATAMA

16 Oct, 13:13


https://youtube.com/shorts/OlKtkC1QLPo?si=InUNFNOvr1WI68sF

ROBBANI MEDIATAMA

15 Oct, 13:08


• Kemudian bagian akhir ayat ini memperingatkan seorang pemimpin agar tidak tunduk kepada keinginan bithanah yang buruk tersebut karena mereka itu akan merusak kepemimpinannya disamping akan membuat seorang pemimpin lalai dari mengingat Allah dan memperturutkan hawa nafsu sebagaimana karakter para "inner circle" tersebut mengimbas pada diri sang pemimpin:

وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

"dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas."
(QS. Al-Kahf 18: Ayat 28)

• Ini salah satu ujian dan cobaan berat yang dihadapi seorang pemimpin. Bila seorang pemimpin bisa mengendalikan "inner circle" nya dengan benar dan baik, dengan memberikan ruang yang lebih besar kepada "para pembisik yang saleh" maka dia akan sukses dalam kepemimpinannya. Bila "para pembisik buruk" yang dominan maka mereka itu bisa merusak kepemimpinannya.

• Di sisi lain, para "inner circle" yang saleh harus berusaha keras membentengi seorang pemimpin agar tidak terbawa larut dengan "para pembisik" yang tidak baik.

***

ROBBANI MEDIATAMA

15 Oct, 13:08


Serial Ta'ammulat Qur'aniyah #135

PRESIDEN DAN ORANG-ORANG DEKATNYA
Oleh: Aunur Rafiq Saleh, Lc.

وَا صْبِرْ  نَـفْسَكَ  مَعَ  الَّذِيْنَ  يَدْعُوْنَ  رَبَّهُمْ  بِا لْغَدٰوةِ  وَا لْعَشِيِّ  يُرِ يْدُوْنَ  وَجْهَهٗ  وَلَا  تَعْدُ  عَيْنٰكَ  عَنْهُمْ   ۚ تُرِ يْدُ  زِ يْنَةَ  الْحَيٰوةِ  الدُّنْيَا   ۚ وَ  لَا  تُطِعْ  مَنْ  اَغْفَلْنَا  قَلْبَهٗ  عَنْ  ذِكْرِنَا  وَا تَّبَعَ  هَوٰٮهُ  وَكَا نَ  اَمْرُهٗ  فُرُطًا

"Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas." (QS. Al-Kahf: 28)

• Ayat ini oleh sebagian ahli ilmu dikategorikan ke dalam ayat kepemimpinan. Karena ayat ini ditujukan langsung kepada Nabi saw. Setiap ayat yang ditujukan kepada Nabi saw boleh dijadikan pelajaran atau ibrah secara umum bagi para pemimpin.

• Diantara isyarat ayat ini, bahwa seorang pemimpin pasti menghadapi ujian dan cobaan, untuk menguji kepemimpinannya. Terutama kepemimpinan yang punya kewenangan besar dan berimplikasi pada kepentingan materi duniawi.

• Diantara ujian dan godaan pemimpin adalah "orang-orang yang mengelilinya". Dalam ayat lain, mereka ini disebut "bithanah" (QS. Ali Imran: 118).

• Pengaruh bithanah ini sangat besar karena mereka ini sangat akrab atau dekat dengan pemimpin. Merekalah yang memberikan masukan, arahan, pandangan dan informasi kepada seorang pemimpin sebelum mengambil keputusan dan kebijakan.

• Orang-orang yang mengelilingi pemimpin ini ada dua kategori: Bithanah yang memerintahkan kebaikan dan bithanah yang memerintahkan keburukan. Sabda Nabi saw:

مَا بَعَثَ اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ وَلَا اسْتَخْلَفَ مِنْ خَلِيفَةٍ إِلَّا كَانَتْ لَهُ بِطَانَتَانِ بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالشَّرِّ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ فَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَمَ اللَّهُ تَعَالَى

"Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi atau mengangkat seorang khalifah melainkan ia mempunyai dua bithanah, bithanah yang memerintahkannya kebaikan dan memotivasinya, dan bithanah yang menyuruhnya berbuat keburukan dan mendorongnya, maka orang yang terjaga adalah yang dijaga Allah ta'ala." (Bukhari 6659)

• Sedemikian dekat dan besar pengaruh bithanah ini sampai Nabi saw mengungkapkannya dengan kata "memerintahkannya".

• Bithanah yang memerintahkan keburukan akan berusaha keras memengaruhi keputusan dan kebijakan pemimpin agar sesuai kepentingan pribadi dan duniawi mereka. Mereka berusaha memengaruhi pemimpin dengan segala cara. Bila tidak berhasil memengaruhinya secara langsung maka dilakukan melalui anak, istri dan keluarga dekatnya. Diajak berbisnis bersama atau diberikan pelayanan istimewa dan lainnya sehingga anak, istri dan keluarga dekatnya inilah yang akan menjalankan peran bithanah yang memerintahkan keburukan.

• Untuk menguatkan pengaruhnya terhadap seorang pemimpin, bithanah yang tidak baik ini diantaranya melakukannya dengan cara menyingkarkan atau melemahkan bithanah yang memerintahkannya kepada kebaikan. Karena itu di dalam ayat ini disebutkan:

وَا صْبِرْ  نَـفْسَكَ  مَعَ  الَّذِيْنَ  يَدْعُوْنَ  رَبَّهُمْ  بِالْغَدٰوةِ  وَا لْعَشِيِّ  يُرِ يْدُوْنَ  وَجْهَهٗ  

"Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya" (al-Kahfi: 28)

• Lanjutan ayat ini mengisyaratkan bahwa upaya memengaruhi kebijakan seorang pemimpin dilakukan dengan menggelontornya dengan dunia hingga sang pemimpin terpengaruh dan berpandangan materialis, atau pertimbangan-pertimbangan duniawi sangat mendominasi kebijakannya. Karena itu disampaikan peringatan kepada seorang pemimpin:

وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

"dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (bithanah yang saleh) karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia" (al-Kahfi: 28)

ROBBANI MEDIATAMA

15 Oct, 10:35


https://youtube.com/shorts/sVym025_c1Y?si=-mHEkvuurdSWEmk2

ROBBANI MEDIATAMA

15 Oct, 03:00


https://youtube.com/shorts/1s7BE9pchlo?si=ye8Eg_tTPKvc5pOQ

ROBBANI MEDIATAMA

14 Oct, 09:09


https://youtu.be/-tyl11t9Hzg

ROBBANI MEDIATAMA

13 Oct, 04:39


https://youtube.com/shorts/2RXlXPyyJc4?si=fAXATL2hnLUC5ovA

ROBBANI MEDIATAMA

12 Oct, 13:07


https://youtube.com/shorts/GPLUi03Y2Zc?feature=share

ROBBANI MEDIATAMA

12 Oct, 13:06


Serial Keluarga Sakinah #69

PENDIDIKAN ANAK HARUS SUKSES DI TANGAN ORANG TUANYA
Oleh: Dr. Aan Rohanah, Lc., M.Ag.

Mendidik anak hingga dewasa merupakan kewajiban bagi kedua orang tua hingga mereka menjadi anak yang shaleh yang berkarakter, mandiri, bisa berkarya serta berguna bagi dirinya, keluarga dan masyarakat. Kewajiban mendidik anak akan dipertanggungjawabkan oleh kedua orang tua di hari kiamat. Rasulullah SAW bersabda :

....وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ . ( رواه البخارى )

“Seorang suami itu pemimpin atas keluarganya, dan isteri juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya. Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari)

Membuat anak mulia bukan dengan harta, kekuasaan atau jabatan. Tapi dengan cara memberikan pendidikan yang terbaik dari kedua orang tuanya, sehingga pendidikan anak tidak bisa dilepaskan begitu saja kepada orang lain. Rasulullah bersabda :

أَكْرِمُوْا أَوْلَادَكُمْ وَأَحْسِنُوْا آدَابَهُمْ . ( رواه ابن ماجه )

“Muliakanlah anak-anakmu, perbaikilah adab mereka.” (HR Ibnu Majah)

Para orang tua terus berjuang dalam mensukseskan pendidikan anak dengan menumbuhkan keimanan dan ketakwaan, membangun karakter dan akhlak mulia, mengajarkan ilmu pengetahuan, mengembangkan kemampuan dan bakat, merawat dan menjaga kesehatan, serta melindungi dari berbagai bahaya dan keburukan yang akan menghancurkan hidupnya.

Allah tidak menyia-nyiakan setiap pengorbanan orang tua dalam proses pendidikan anak sehingga apapun pengorbanan mereka berupa harta, ilmu, pikiran, jiwa, perasaan, ataupun tenaga akan selalu dibalas dengan pahala yang lebih baik dari pada bersedekah 1 sha'. Rasulullah bersabda :

لأنْ يُؤَدِّبَ الرجلُ وَلَدَه خيرٌ من أن يتصدق بصاع . ( أخرجه الترمذي )

"Pengajaran seseorang pada anaknya lebih baik dari pada ( pahala) sedekah satu sha'." (HR At-Tirmidzi)

Tugas kedua orang tua dalam mendidik anak sangat berat, harus meliputi pembinaan, pengajaran, pengasuhan, perawatan, penjagaan dan perlindungan.

Karena itu, harus diapresiasi oleh anak dengan sering mendoakan, banyak berbakti, mentaati, menghormati serta berprilaku yang diridhai dan menyenangkan kedua orang tuanya.

Para orang tua mendidik anak-anaknya agar mereka bisa hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Maka anak-anakpun harus selalu beramal shaleh dan melakukan kebaikan agar mereka bisa mengangkat derajatnya dan derajat orang tuanya di dunia dan di akhirat. Rasulullah SAW bersabda :

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُولُ يَا رَبِّ أَنَّى لِي هَذِهِ فَيَقُولُ بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ . ( رواه احمد )

“Sesunguhnya Allah ta’ala akan mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di surga. Kemudian dia akan berkata, “Wahai Rabb-ku, bagaimana hal ini bisa terjadi padaku? Maka Allah menjawab, “Hal itu dikarenakan do’a dari anakmu agar kesalahanmu diampuni.” (HR. Ahmad)

***

ROBBANI MEDIATAMA

12 Oct, 03:52


https://youtube.com/shorts/IODQkfmat38?feature=share

ROBBANI MEDIATAMA

11 Oct, 11:38


https://youtube.com/shorts/7G41WUI9YYo?feature=share